Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Aksi Teror Sering Ditujukan ke Polisi?

Baca di App
Lihat Foto
HENDRI SETIAWAN
,Pasca bom bunuh diri yang terjadi di halaman Polrestabes Medan beberapa jam yang lalu, seluruh anggota kepolisian melakukan pengamanan dan penjagaan ketat di pintu masuk kantor kepolisian. Salah satunya di Polres Tanah Karo, petugas melakukan pemeriksaan terhadap pengunjung yang datang.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Sebuah ledakan yang berasal dari bom bunuh diri terjadi di Markas Polrestabes Medan, Sumatera Utara pada Rabu, (13/11/2019) sekitar pukul 08.30 WIB.

Informasi yang beredar, bom bunuh diri tersebut dilakukan oleh terduga pelaku dengan menggunakan jaket ojek online yang masuk melalui pintu depan Polrestabes Medan.

Diberitakan Kompas, Rabu (13/11/2019), pelaku bom bunuh diri yang diidentifikasi sebagai RMN (24), masuk ke Mako Polrestabes Medan dengan modus membuat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

RMN datang menggunakan jaket ojek online dan mengaku mau membuat SKCK karena mau masuk CPNS.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelum aksi di Mako Polrestabes Medan, aksi bom bunuh diri juga tercatat pernah terjadi di pos lebaran Tugu Kartasura pada Juni 2019, Mapolresta Solo pada Juli 2016, hingga Mapolres Poso pada Juni 2013 silam.

Lantas kenapa aparat kepolisian kerap dijadikan target oleh pelaku aksi teror?

Menurut pengamat teroris Harits Abu Ulya hal itu dikarenakan siklus dendam saja.

"Terkait dengan tindakan polisi yang sebelumnya menangkap kawan mereka. Dianggap menjadi penghalang tujuan dan misi mereka atau dianggap telah berbuat tidak manusiawi terhadap kawan mereka yang tertangkap," ujar Harits saat dihubungi Kompas.com, Rabu (13/11/2019).

"Saya melihat ini spiral kekerasan dan teror, yang triger-nya bisa jadi hubungan timbal balik antar kawanan pelaku dengan target di masa sebelumnya," imbuhnya.

Selain itu, Harits juga memaparkan beberapa metode analisa kenapa selama ini aparat keamanan khususnya polisi atau markas polisi menjadi target kekerasan atau teror dari segelintir atau sekelompok orang.

Baca juga: Mengapa Teroris Muncul Saat Ada Peristiwa Besar?

Framework Rasional

Adapun metode analisa tersebut adalah framework rasional.

Metodologi tersebut mengkaji korelasi antara teroris dan sasaran dalam aspek kesamaan-kepentingan, konflik kepentingan dan pola interaksi di antara keduanya.

Dalam Framework ini, teroris dan sasaran terornya diletakkan sebagai aktor rasional dan strategis.

"Rasional dalam arti tindakan mereka konsisten dengan kepentingannya dan semua aksi mencerminkan tujuan mereka," ujar dia.

Strategis tersebut dalam artian pilihan tindakan mereka dipengaruhi oleh langkah aktor lainnya (lawan) dan dibatasi oleh kendala (constrain) yang dimilikinya.

Framework rasional berasumsi kalkulasi strategis antar aktor menghasilkan teror.

Framework ini mengharuskan mengkaji terhadap langkah, kebijakan, strategi yang digunakan oleh kedua belah pihak, yakni teroris dan sasaran teror.

Selain framework rasional, ada juga framework kultural.

Framework ini berasumsi nilai menghasilkan tindakan, tindakan sangat tergantung persepsi dan pemahaman (ideologi) yang dimiliki teroris.

"Dengan framework ini semata akan berdampak parsial memahami terorisme dan menyeret publik kepada profil teroris dan tindakan terornya semata sementara sasaran teror diabaikan. Dampak turunannya adalah solusi yang temporer dan parsial," terang dia.

Penggunaan framework rasional penting, karena mampu menjawab dua hal penting, yaitu kondisi yang memunculkan dan kondisi yang meredam terjadinya teror.

"Dari sini kita paham, bahwa dendam telah menjelma menjadi "ideologi" yang menstimulasi aksi teror dari kelompok teror. Dendam menjadi determinasi yang diberi bumbu dan doktrin teologi yang beku untuk menghasilkan legitimasi aksi nekat teror," kata dia lagi.

Ketika disinggung upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir aksi teror, ia mengungkapkan soal implementasi.

Baca juga: Di Balik Kasus Penusukan Wiranto dan Penangkapan Sejumlah Terduga Teroris

Full Power

Saat ini menurut dia, undang-undang yang telah ada, sudah sangat full power.

"Tinggal implementasinya saja yang perlu diwujudkan dengan penuh rasa tanggung jawab, bermoral dan memperhatikan norma-norma agama dan adat yang berlaku. Karena yang di hadapi adalah 'human' dengan segala variabel kompleksnya," jelasnya.

Sementara itu, pengamat teroris dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Roby Sugara menambahkan aparat kepolisian kerap menjadi target karena polisi dianggap sebagai musuh.

"Aparat keamanan, khususnya anggota Polri adalah penjaga terdepan dalam mempertahankan undang-undang di negara ini ya mereka nilai thagut. Ibarat balon, maka yang bisa dipecahkan yang paling permukaan," ujarnya.

Roby menyarankan tersedianya satuan anti teror sampai tingkat polsek atau juga memaksimalkan peran dan kerja sama antara babinkamtibmas polri dan babinsa TNI.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Gembong Teroris Noordin M Top Tewas di Solo

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi