Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penelitian: BLT dan Raskin Tak Bisa Bebaskan Anak dari Kemiskinan

Baca di App
Lihat Foto
Adysta Pravitrarestu
Antrean bantuan langsung tunai (BLT) di Kantor Pos Indonesia Jalan Cinere Raya, Limo, Depok.

KOMPAS.com - Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan beras miskin (raskin) ternyata tak bisa membebaskan anak dari jerat kemiskinan.

Kesimpulan ini ditemukan oleh para peneliti dari Smeru Research Institute lewat penelitian berjudul Effect of Growing up Poor on Labor Market Outcomes: Evidence from Indonesia, yang dipublikasikan oleh Asian Development Bank Institute.

Penelitian itu mengukur berbagai faktor kemiskinan dan dampaknya bagi anak dari rumah tangga yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Ada sekitar 22.000 orang dari 7.224 yang disurvei pada tahun 2000, 2007, dan 2014.

Baca juga: Ternyata Garis Kemiskinan Indonesia di Bawah Standar Dunia

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasilnya, BLT dan beras miskin hanya bekerja sebagai penolong sementara. BLT dan raskin hanya membantu ketika krisis atau peralihan kebijakan terjadi.

BLT dan raskin tidak berpengaruh terhadap masa depan anak yang tumbuh di keluarga miskin. Mereka tetap berpenghasilan rendah ketika dewasa.

"Namun kini pemerintah sudah mengimplementasikan Program Keluarga Harapan (PKH). Apakah ini bisa punya dampak jangka panjang yang menguntungkan, perlu diteliti lagi," kata para peneliti.

Anak yang pada usia 8-17 tahun hidup dalam kemiskinan, ketika bekerja pendapatannya akan 87 persen lebih rendah dari mereka yang kecilnya tidak miskin.

Baca juga: Beri Solusi soal Kemiskinan, 3 Orang Ini Raih Nobel Ekonomi

Adapun kemiskinan yang dimaksud adalah mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan pemerintah.

Daniel dan kawan-kawannya belum bisa memastikan apa yang membuat anak-anak sulit lepas dari jerat kemiskinan ketika dewasa.

Yang bisa dipastikan, anak-anak miskin ini punya selisih pendapat hingga 91 persen dibanding mereka yang kecilnya tidak pernah miskin.

Mereka yang paling terpuruk yakni yang berada di kelompok kedua termiskin dari bawah. Mengapa bukan yang termiskin yang paling menderita?

Baca juga: Kemensos: Penurunan Angka Kemiskinan dengan Bansos Tidaklah Permanen

"Salah satu penjelasannya karena mereka lebih sering naik-turun status kemiskinan, kadang miskin, kadang tidak. Jadi bisa saja kadang dapat bantuan pemerintah, kadang tidak. Kalau yang paling miskin kan hampir selalu dapat bantuan," kata Daniel.

Keluarga miskin membesarkan anak-anak yang ketika dewasa menjadi tenaga kerja berpenghasilan rendah, bahkan setara dengan mereka yang punya keterbatasan fisik atau disabilitas.

Penelitian itu juga mengutip penelitian yang menyebutkn bahwa mereka yang berpenghasilan tinggi ketika dewasa, bukan karena punya keahlian lebih.

Sebab anak-anak dari keluarga miskin yang punya keahlian lebih, nyatanya juga tak bisa sesukses anak-anak yang tak miskin.

Baca juga: Sikap Pasrah dan Nrimo, Tantangan Besar Hapus Kemiskinan di Jawa

"Temuan di Indonesia ini mirip dengan di negara lain," kata Daniel.

Lihat Foto

 
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Editor: Nibras Nada Nailufar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi