Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepanjang 2015-2018, ICW Catat Ada 252 Kasus Korupsi di Desa

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustri korupsi
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat, sepanjang 2015-2018 terdapat 252 kasus korupsi anggaran desa.

Angka ini semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Pada 2015, kasus korupsi yang tercatat sebanyak 22 kasus. Temuan ini meningkat pada tahun berikutnya dengan 48 kasus.

Adapun pada tahun 2017 dan 2018, jumlahnya bertambah hingga hampir dua kali lipatnya, yakni sebanyak 98 dan 96 kasus.

"Modus-modus yang ditemukan di antaranya penyalahgunaan anggaran, laporan fiktif, pengelapan, penggelembungan anggaran, dan suap," kata aktivis ICW, Egi Primayogha dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (16/11/2019).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain itu, ICW mencatat, kepala desa yang terjerat korupsi jumlahnya semakin banyak.

Data ICW menyebutkan, sepanjang tahun 2015-2018 terdapat 214 kepala desa yang terjerat kasus korupsi.

Dari jumlah tersebut, 15 kepala desa terjaring korupsi pada 2015. Angka ini meningkat pada tahun 2016 menjadi 61 orang.

Kemudian, pada tahun berikutnya, jumlah kepala desa yang terkena korupsi menjadi 66 orang, lalu meningkat menjadi 88 orang pada 2018.

Sementara, jumlah kerugian negara dari seluruh kasus tersebut mencapai Rp 107,7 miliar.

Langkah preventif

Selain korupsi anggaran desa, akhir-akhir ini muncul polemik desa fiktif.

Polemik ini muncul setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkap adanya desa tak berpenduduk, tetapi mengajukan dana desa.

Meski temuan Menkeu tersebut dibantah oleh beberapa menteri seperti Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar dan Menteri Dalam Negeri Tit Karnavian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut ada 34 desa bermasalah di Konawe dengan 3 di antaranya merupakan desa fiktif.

Mengenai permasalahan desa fiktif, ICW menengarai adanya pelibatan berbagai pihak.

Oleh karena itu, ICW menyarankan agar seluruh instansi turun tangan langsung dalam memeriksa dugaan adanya desa fiktif.

"Instansi yang berwenang seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, BPK, bahkan aparat penegak hukum harus segera turun tangan untuk memeriksa secara langsung dugaan desa fiktif," demikian ICW.

Dalam hal pendataan, Kemendagri serta Kemendes PDTT seharusnya juga turut bertanggung jawab dengan melakukan verifikasi perihal dana desa.

Upaya ini dilakukan agar dana desa yang diberikan tidak salah sasaran atau disalahgunakan.

Selain itu, Kemenkeu juga harus konsisten untuk memperketat mekanisme pencairan.

"Apabila ditemukan penyelewengan terkait penyaluran dana desa, Kementerian Keuangan harus bertindak tegas dengan menghentikan kucuran dana," kata Egi.

Tindakan tegas tersebut bisa berupa sanksi kepada mereka yang terlibat.

ICW menyebutkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan adanya masalah dalam penyaluran dana desa.

Audit BPK menemukan, penyaluran dana desa oleh pemerintah tidak berdasarkan data mutakhir.

Menurut ICW, BPK harus serius dalam melakukan audit terhadap dugaan penyelewengan. Ketegasan BPK dibutuhkan dalam mendalami temuan baru pada audit-audit sebelumnya.

Langka preventif terakhir yang bisa dilakukan adalah mengumumkan hasil pemeriksaaan tersebut ke publik.

"Jika desa fiktif benar-benar terbukti, publik akan dirugikan karena dana desa menggunakan anggaran milik publik," kata Egi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi