Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakarta Akan Terapkan ERP, Bagaimana Skema Jalan Berbayar di Negara Lain?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi SRP atau jalan berbayar
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menargetkan jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) akan diterapkan mulai 2020.

Wacana terkait pemberlakuan ERP ini sebenarnya telah lama muncul.

Bahkan, sistem ini pernah diujicobakan pada tahun 2015. Akan tetapi, hingga kini, sistem tersebut belum benar-benar diberlakukan.

ERP rencananya akan diterapkan di Jakarta, Depok, Bekasi dan Tangerang. Selain itu, ERP akan dioperasikan juga di perbatasan Jabodetabek.

Selama ini, sistem jalan berbayar sudah diterapkan di negara-negara lain seperti Hongkong, Singapura, dan Inggris.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Akan Diterapkan Mulai 2020, Apa Itu ERP?

Bagaimana penerapannya di negara-negara tersebut?

1. Singapura

Melansir publikasi SIM-air Working Paper Series oleh Urban Emissions, Singapura adalah negara pertama yang memberlakukan sistem ERP untuk mengatasi kemacetan di negaranya pada September 1998.

Sistem ini menggantikan skema cordon pricing yang diimplementasikan sejak 1975.

Tidak seperti sistem jalan tol yang diterapkan di negara-negara lain, biaya dikenakan terhadap kendaraan atas penggunaan jalan dan kemacetan yang ditimbulkannya.

ERP juga sering disebut sebagai congestion pricing atau pungutan atas biaya kemacetan.

Pengguna kendaraan bermotor dikenakan biaya atas penggunaan jalan raya, jembatan, atau terowongan selama kondisi padat.

Tujuannya untuk menurunkan penggunaan kendaraan bermotor selama waktu-waktu kemacetan pada jalan terjadi.

Baca juga: BPTJ Terus Kaji Penerapan ERP di 3 Ruas Jalan Ini

Oleh karena itu, biaya yang dikenakan lebih tinggi saat jam-jam macet. Sementara, saat jalan tidak macet, dikenakan biaya yang lebih rendah hingga tanpa biaya.

Melansir publikasi pada laman U.S Department of Transportation, implementasi ERP di Singapura menurunkan kemacetan di kota inti sebanyak 24 persen dan rata-rata kecepatan kendaraan berkisar antara 30-35 KPH hingga 40-45 KPH.

Selain itu, penggunaan transportasi publik pun membaik.

Penggunaan bus dan kereta meningkat sebanyak 15 persen.

Penurunan kepadatan lalu lintas tersebut juga menyebabkan penurunan CO2 dan emisi gas rumah kaca sebanyak 10 hingga 15 persen.

Pendapatan dari ERP juga digunakan untuk mengembangkan dan memperbaiki kualitas angkutan umum, keamanan jalan, dan pengembangan lainnya yang berorientasi transit.

Implementasi ERP di Singapura juga dilengkapi dengan kebijakan-kebijakan pendukung lain seperti prasyarat yang cukup mahal untuk memperoleh sertifikat mengemudi, yaitu seharga USD $37,000 dengan masa berlaku 10 tahun.

Pemerintah Singapura juga membatasi kepemilikan kendaraan pribadi.

2. London, Inggris

Melansir laporan yang diterbitkan oleh Texas State Technical College, sistem pungutan atas biaya kemacetan di London pertama kali diluncurkan 2003.

Skema yang digunakan adalah cordon pricing, yaitu menggunakan pengenalan plat kendaraan secara otomatis.

Kendaraan terdaftar secara otomatis melalui kamera yang memotret nomor plat kendaraan.

Sistem dari skema ini terdiri atas portal, kamera di semua titik masuk, penanda trotoar, dan tanda jalan.

Skema pungutan atas biaya kemacetan yang diterapkan di London adalah sebuah strategi transportasi komprehensif, termasuk di dalamnya perbaikan atas angkutan umum dan peningkatan penegakkan peraturan parkir dan lalu lintas.

Sejak skema tersebut diimplementasi, London telah mengalami penurunan tingkat kemacetan, kualitas udara yang lebih baik, kesehatan publik, dan menciptakan sumber pendanaan jangka panjang untuk perbaikan transportasi di masa depan.

Hingga kini, melindungi lingkungan dan memperbaiki kesehatan publik menjadi prioritas besar bagi transportasi di London.

Skema pungutan atas biaya kemacetan telah termasuk diskon untuk kendaraan elektrik dan beremisi rendah.

Baca juga: ERP Bisa Diterapkan 2020, Tapi...

3. Hong Kong

Melansir dari laman erp.gov.hk, skema ERP di Hong Kong masih terus dikaji.

Skema awal ERP di Hongkong pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980 .

Tujuannya untuk mengatasi masalah kemacetan di wilayah perkotaan dan melakukan kajian untuk mendesain serta melaksanakan skema percontohan di pusat.

Kajian tersebut menyimpulkan bahwa ERP untuk menangani kemacetan lalu lintas layak secara teknis, administratif, dan dasar hukum.

Pada tahun 2015, pemerintah melakukan uji coba perencanaan skema percontohan ERP di pusata dan daerah yang berdekatan untuk memperbaiki pemahaman publik.

Tujuannya untuk mendorong diskusi publik dan membangun konsensus di masyarakat.

Pada 2017, pemerintah melakukan studi kelayakan mendalam tentang skema percontohan yang telah dilakukan.

Studi tersebut mencakup analisis rinci yang bahannya diperoleh selama kegiatan keterlibatan publik pada 2015 dan merujuk pada data lalu lintas terbaru, pengalaman dari negara-negara lain, dan hasil-hasil penelitian ERP yang telah dilakukan sebelumnya.

Kemudian, Pemerintah Hong Kong melakukan pendekatan bercabang, memanfaatkan teknologi termasuk skema percontohan, untuk memperbaiki pengelolaan lalu lintas dan mengatasi kemacetan di pusat.

Konsep yang dihasilkan dari pendekatan ini kemudian dikonsultasikan kepada para stakeholder.

Di 2020, rencananya skema percontohan di pusat akan sepenuhnya diberlakukan.

Proses panjang kajian dan uji coba tersebut dilakukan oleh Hong Kong untuk mencapai sebuah implementasi skema ERP yang efektif.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi