KOMPAS.com - Kasus penggunaan sampah plastik impor sebagai bahan bakar untuk produksi di pabrik tahu di Desa Tropodo dan Desa Bangun, Jawa Timur menuai perhatian media internasional. Pasalnya, sampah plastik yang dibakar tersebut menghasilkan zat kimia berbahaya dioksi yang bisa memicu penyakit seperti kanker, parkinson, hingga cacat lahir.
Bukan kali ini saja sampah plastik menimbulkan bahaya bagi lingkungan. Sebelumnya, temuan limbah impor seperti limbah plastik yang mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3) juga membuka fakta penggunaan plastik sangat berbahaya untuk planet kita.
Perkara plastik sebenarnya telah menjadi masalah penyebab polusi yang hampir selalu dibicarakan tiap tahunnya.
Dikutip dari Kompas.com (23/04/2019), saat ini, lebih banyak potongan mikroplastik di laut dibandingkan bintang di galaksi kita. Bahkan, diperkirakan pada 2050, plastik lebih banyak jumlahnya daripada ikan di laut.
Penggunaan plastik sulit dihindari karena harganya murah, mudah dibentuk, kuat dan tahan lama.
Baca juga: Limbah Plastik Impor Jadi Bahan Bakar, Ini 3 Kasus Pemulangan Sampah Berbahaya
Lantas, apa sebenarnya bahaya plastik?
Mencemari Laut
Melansir dari laman independent.co.uk, dunia memproduksi sekitar 300 juta ton plastik tiap tahunnya. Sampah-sampah tersebut besar kemungkinannya akan berakhir di laut.
Meskipun sampah adalah sebuah produk yang berguna, tetapi penggunaannya banyak dilakukan untuk sekali pakai. Diperkirakan 50 persen plastik hanya digunakan sekali dan kemudian dibuang.
Oleh karena itu, plastik-plastik tersebut pada akhirnya mencemari laut. Tidak hanya bagi kebersihan laut, tetapi juga berbahaya untuk makhluk hidup di dalamnya, yaitu berdampak pada sekitar 700 spesies yang ada di laut.
Menurut Ocean Conservancy, plastik ditemukan pada lebih dari 60 persen burung laut dan 100 persen spesies kura-kura laut.
Berbahaya bagi kesehatan
Beberapa jenis plastik seringkali mengandung racun dan dapat mengganggu hormon penting bagi kehidupan yang sehat.
Dengan kata lain, plastik dapat menjadi racun dan polutan bagi alam.
Selain itu, sampah yang seringkali dibuang sembarangan menghasilkan konsekuensi-konsekuensi negatif tersendiri.
Misalnya adalah menyumbat saluran air di perkotaan hingga mengotori taman atau destinasi wisata.
Kondisi-kondisi ini pun pada akhirnya berpotensi menimbulkan masalah-masalah lain seperti banjir akibat sumbatan saluran air hingga penyakit akibat kotornya lingkungan destinasi wisata.
Baca juga: Jangan Cuma Nyinyir, Kenali Bagaimana Plastik Bahayakan Bumi
Tidak Mudah Hancur
Plastik sulit terurai. Plastik dapat bertahan dalam berbagai situasi. Misalnya, adalah ketika terkena panas matahari yang lama saat mengapung di lautan sebelum terseret hingga pantai yang jauh.
Plastik tidak hancur dengan mudah.
Atas alasan ini, plastik memiliki kemungkinan besar untuk bertahan lebih lama hingga mendekati kemungkinan bertahan selamanya.
Oleh karena itu, plastik jenis ini pun cenderung memberikan lebih banyak masalah bagi bumi jika tidak segera diolah atau ditangani.
Sulit ditangani
Sulitnya kebanyakan plastik untuk diurai membutuhkan penanganan tertentu.
Ada banyak inovasi yang dilakukan untuk membuat plastik menjadi lebih ramah lingkungan. Akan tetapi, plastik ramah lingkungan seringkali mengharuskan kondisi khusus agar benar-benar dapat terurai.
Misalnya studi yang dipublikasikan pada jurnal Environmental Science & Technology yang mematahkan klaim tentang plastik biodegradable mudah terurai.
Dalam studi tersebut, dibuktikan bahwa plastik jenis tersebut tetap akan utuh selama tiga tahun. Sementara, ketika direndam di laut dengan cepat, akan cepat berubah menjadi mikroplastik.
(Sumber: Kompas.com/ Resa Eka Ayu Sartika, Gloria Setyvani Putri)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.