Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok dan Kontroversi Penunjukannya sebagai Komisaris Utama Pertamina...

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Istimewa
Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berkunjung ke Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2019).
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok resmi ditunjuk menjadi Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina (Persero).

Hal itu diungkapkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir ketika berada di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (22/11/2019).

Nantinya, Ahok akan didampingi oleh Wakil Menteri BUMN Budi Sadikin yang ditunjuk sebagai Wakil Komisaris Utama.

Selain itu, mantan Dirut PT Telkomsel, Emma Sri Martini, juga ditunjuk menjadi Direktur Keuangan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Pernah Jadi Napi, Bolehkah Ahok Jadi Bos BUMN?

Informasi soal bakal ditunjuknya Ahok sebagai Komut Pertamina telah merebak sejak beberapa waktu lalu.

Pro-kontra mewarnainya hingga Ahok akhirnya resmi ditunjuk menjadi pejabat teras Pertamina.

Kontroversi Ahok

Penunjukan Ahok sebagai Komut di PT Pertmina, sempat menuai pro dan kontra.

Rekam jejak Ahok yang pernah tersandung kasus hukum dan dipenjara selama 2 tahun menjadi salah satunya.

Ahok terbukti secara sah dan menyakinkan telah melakukan tindak pidana penodaan agama.

Ia menjalani di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Namun, jika menilik peraturan, tak ada yang menghambat langkah Ahok.

Mengacu Pasal 45 ayat (1) UU Nomor 19/2003 tentang BUMN yang dilarang menjabat sebagai calon direksi BUMN adalah seseorang yang pernah melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.

Sementara, kasus yang menjerat Ahok dinilai pelanggaran hukum yang tak merugikan keuangan negara.

Meski demikian, pro-kontra tetap muncul.

Baca juga: Erick Thohir Yakin Ahok Mampu Pelototi Direksi Pertamina

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menganggap, pertimbangan pengangkatan Ahok menjadi petinggi BUMN karena kinerjanya yang baik.

Salah satunya, menurut dia, terlihat ketika Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Kasus hukum yang menjerat Ahok dinilainya sudah selesai karena Ahok telah mempertanggungjawabkannya dengan menjalani hukuman penjara selama 2 tahun.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan, BUMN bukan badan hukum publik, tetapi badan hukum perdata.

"Badan hukum perdata itu tunduk pada undang-undang PT (Perseroan Terbatas), tunduk ke situ. Bukan undang-undang ASN," kata Mahfud, dikutip dari Kompas TV, Sabtu (16/11/2019).

"Jika Ahok ditunjuk sebagai pejabat publik, itu baru tidak boleh," lanjut dia.

Mantan Menteri Kordinator Kemaritiman Rizal Ramli mengutarakan kegelisahannya atas penunjukan Ahok sebagai pejabat di perusahaan BUMN.

Menurut dia, penunjukan Ahok akan menambah masalah baru.

"Masalah Indonesia ini sudah banyak. Ini (Ahok) orang bermasalah yang hanya akan menimbulkan kontroversi yang enggak perlu," ungkap Rizal, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Sabtu (16/11/2019).

Selain itu, ia juga menganggap track record Ahok tak begitu mulus. Ia menyinggung kasus pembelian lahan RS Sumber Waras ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Baca juga: Pro Kontra Para Tokoh Menilai Ahok Jadi Calon Bos BUMN

Ditolak serikat pekerja Pertamina

Serikat pekerja Pertamina secara terang-terangan melakukan penolakan atas penunjukan Ahok sebagai bos di salah satu BUMN.

Penolakan ini muncul setelah adanya informasi penunjukan Ahok sebagai Komut Pertamina.

Mereka membentangkan spanduk yang berisi penolakan terhadap Ahok untuk mengisi jabatan di Pertamina.

Dalam spanduk tersebut tertulis beberapa tuntutan, di antaranya Pertamina tetap wajib utuh, tolak siapa pun yang suka bikin rusuh, memilih figur tukang gaduh, dan bersiaplah Pertamina segera runtuh.

(Sumber: Kompas.com/Ihsanuddin, Rakhmat Nur Hakim, Ryana Aryadita Umasugi, Kiki Safitri | Editor: Fabian Januarius Kuwado, Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Yoga Sukmana)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi