Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selamat Ulang Tahun, Pak Raden!

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com / VITALIS YOGI TRISNA
Drs Suryadi atau yang lebih dikenal dengan nama Pak Raden semasa hidup saat mengisi workshop pembuatan boneka dan pemutaran film Si Unyil di Institut Kesenian Jakarta, Selasa (17/7/2012). Selain mengajarkan cara membuat boneka melalui acara ini juga mengingatkan kepada seniman muda tentang pentingnya hak cipta.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

Aduh biyung, encokku kumat...

KOMPAS.com - Bagi penggemar film boneka Si Unyil, tentu tak asing dengan sepenggal kalimat itu.

Ucapan tersebut merupakan keluhan khas dari Pak Raden, tokoh imajiner dalam film Si Unyil yang berwatak feodal dan pemarah.

Kumisnya yang khas serta dandanannya yang selalu mengenakan blangkon dan berbusana Jawa membuat karakter tokoh Pak Raden selalu dikenang.

Hari ini 87 tahun lalu, tepatnya 28 November 1932, Drs R Suyadi pengisi suara karakter Pak Raden itu lahir di Jember, Jawa Timur.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kehidupan awal

Dikutip dari Harian Kompas, 16 Januari 2002, Suyadi merupakan anak dari seorang pamong praja atau patih di Kabupaten Surabaya.

Sebagai anak seorang "patih", ia mendapat bekal pendidikan yang baik dan berhasil menempuh pendidikan awal di ELS (Europese Lagere School).

Di ELS itulah Suyadi mulai suka menggambar, meski mendapat pertentangan dari ayahnya, Subekti Wirjokoesoemo.

"Opo kuwi. Sinau sek! (Pelajaran macam apa itu. Sekolah dulu!)" hardik ayahnya, seperti ditirukan Suyadi.

Baca juga: Hari Ini Dalam Sejarah: Pesawat Tak Berawak Mars 2 Tabrak Daratan Mars

Pada waktu penjajahan Jepang, ia mengungsi ke Madiun karena rumahnya terbakar habis.

Setelah kembali lagi ke Surabaya, Suyadi melanjutkan pendidikannya ke Geneskundige Hoge School, sekolah persiapan ke perguruan tinggi.

Selepas dari GHS, ia pergi ke Bandung untuk menggapai cita-citanya di bidang seni rupa di ITB.

Pada 1950-an, saat menjadi mahasiswa ITB, Suyadi belajar mendalang kepada Pak Slamet, seorang guru dalang wayang kulit Jawa yang mukim di Bandung.

Bagi Suyadi, pengalaman belajarnya bersama Pak Slamet begitu membekas dalam perjalanan berkeseniannya.

Suyadi dan Pak Raden

Bersama dengan Kurnain Suhardiman, Suyadi membuat film boneka Si Unyil dan mulai mengudara pada tahun 1981.

Pada pembuatan film Si Unyil, Suyadi bertugas sebagai penata artistik dan pencipta boneka-boneka Si Unyil, sedangkan Kurnain Suhardiman bertugas sebagai penulis cerita.

Kurang lebih 300 boneka telah diciptakan oleh Suyadi dalam proses pembuatan film Si Unyil.

Seiring populernya film Si Unyil, nama Suyadi pun mulai tenggelam dan digantikan oleh nama tokoh imajiner yang ia perankan, yaitu Pak Raden.

Namun, di balik kepopuleran Si Unyil, Suyadi mengakui bahwa banyak instansi dan departemen yang nimbrung dan ingin memanfaatkan popularitas film itu.

"Film kalau kelewat sarat beban dan pesan akan jadi tak menarik dan membosankan. Padahal anak-anak sebenarnya membutuhkan hiburan. Ini yang sering dilupakan orang," kata Suyadi, dikutip dalam pemberitaan Harian Kompas, 22 Mei 1983.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Mengenang Tragedi Ambruknya Jembatan Mahakam

Perasaan serupa juga dikeluhkan oleh Kurnain Suhardiman. Dalam Harian Kompas, 18 Februari 1990, Kurnian mengaku sering dibuat pusing dengan saratnya pesan dan misi titipan.

Menurut Suyadi, hal terberat dalam pembuatan filam Si Unyil adalah menjaga agar film tetap bertahan dan digemari oleh seluruh lapisan masyarakat.

Usaha keras mereka pun terbayarkan dengan catatan rekor yang dicapai film Si Unyil. Film ini mencatat rekor sebagai serial terpanjang di TVRI, karena telah diproduksi lebih dari 500 seri.

Bahkan, Marselli dalam artikelnya "TVRI adalah Si Unyil" yang diterbitkan di Harian Kompas, 31 Maret 1985, menganggap bahwa pencapaian Si Unyil sejajar dengan dengan perjalanan TVRI.

Tak hanya itu, boneka-boneka ciptaan Suyadi juga dijadikan UNICEF sebagai model pembuatan film anak dengan biaya murah tetapi layak di negara-negara dunia ketiga.

Sepeninggal Kurnain di tahun 1991, tongkat estafet film Si Unyil pun dilanjutkan oleh Suyadi.

Akhir hidup

Setelah Si Unyil tak lagi tayang, Pak Raden hanya menggantungkan hidupnya melalui mendongeng, menulis buku anak, dan melukis.

Dengan memakai pakaian khas karakter Pak Raden dalam film Si Unyil, lengkap dengan kumis tebalnya, Suyadi kerap diundang untuk mendongeng dalam berbagai acara anak.

Dikutip dari Harian Kompas, 20 Desember 2005, komitmen dan perhatiannya terhadap budaya Indonesia itu pun membuatnya meraih penghargaan Anugerah Kebudayaan 2005 sebagai penulis buku anak yang berdedikasi.

Akan tetapi, penghargaan itu tak lantas mengubah hidup Pak Raden yang serba pas-pasan dan jauh dari kata layak.

Pak Raden hanya tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil di Jakarta. Tak ada barang mewah di rumahnya, kecuali sebuah televisi 14 inci.

Hingga akhir hidupnya, Pak Raden hanya tinggal bersama kawannya, Nanang, dan kucing-kucing buangan para tetangganya.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Majalah Life Terbit Kali Pertama

Pada 2012, ia sempat melakukan protes keras terhadap pemerintah.

Pasalnya, setelah lebih dari 30 tahun menciptakan Unyil, hak cipta Unyil justru dipegang oleh Pusat Produksi Film Negara (PPFN).

Ia sama sekali tak mendapatkan royalti dari setiap penggunaan karakter dalam serial Si Unyil.

Protes itu pun tak pernah dipenuhi hingga akhir hayatnya.

Pada 30 Oktober 2015, Drs Suyadi "Pak Raden" meninggal dunia dalam usia 82 tahun akibat infeksi pada paru kanan.

Kisah hidup Pak Raden hanya sekelumit kisah sedih para seniman Indonesia yang menjalani masa senja dengan kekurangan.

Dedikasi dan prestasinya untuk negeri tak lantas membuat negara peduli kepada nasib mereka.

Kendati demikian, Pak Raden akan selalu dikenang oleh masyarakat dan anak-anak di seluruh penjuru tanah air.

(Sumber: Harian Kompas, Kompas.com/Jodhi Yudono, Editor: Jodhi Yudono)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi