Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angin Revolusi Arab Spring Berembus Kembali?

Baca di App
Lihat Foto
AFP/-
Para demonstran Irak berlari membawa bendera nasional dalam demonstrasi menentang pemerintah yang terjadi di Nasiriyah, ibu kota Provinsi Dhi Qar, pada 25 Oktober 2019.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Gelombang aksi demonstrasi besar-besaran terjadi di sejumlah Negara Arab dalam beberapa bulan terakhir.

Kondisi ekonomi negara yang tak kunjung membaik, angka pengangguran tinggi, dan korupsi yang merajalela melatarbelakangi aksi protes tersebut.

Di Irak, demonstrasi mulai berlangsung sejak 1 Oktober 2019 lalu ketika ribuan warga turun ke jalanan Bagdad untuk melakukan aksi protes kepada pemerintah.

Aksi protes yang bermula di Baghdad itu kemudian meluas di berbagai daerah, seperti Baqudah, al-Mutsanna, ad-Diwaniyah, Najaf, Dhi Qar, dan Basrah.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Para demonstran menganggap pemerintah acuh terhadap masalah negara serta lebih mementingkan kehidupan pribadinya.

Sejak 2004, diyakini hampir 450 miliar dollar AS dana publik mengalir ke para politisi dan pengusaha.

Hal tersebut menempatkan Irak sebagai negara paling korup ke-12 di dunia, berdasarkan Indeks Persepsi Korupsi Internasional 2018.

Sayangnya, aksi yang bermula secara spontan dan damai itu berubah menjadi aksi berdarah. Pasalnya, pihak keamanan justru menembakkan peluru tajam ke arah demonstran.

Hingga saat ini, aksi demonstrasi yang berlangsung selama dua bulan itu menelan korban sekitar 400 orang meninggal dunia dan ribuan lainnya terluka.

Baca juga: Protes di Irak Masih Berlanjut, 46 Orang Dikabarkan Tewas

Mengundurkan Diri

Hasilnya, Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi mengajukan pengunduran diri pada Jumat (29/11/2019).

Usai pengumuman itu, para demonstrasi menyambutnya dengan perayaan di Lapangan Tahrir, Baghdad.

Apa yang terjadi di Irak kemudian mengilhami negara tetangganya, Lebanon untuk melakukan aksi serupa.

Hampir seluruh lapisan masyarakat terlibat dalam unjuk rasa. Hal itu merupakan peristiwa langka di Lebanon, mengingat sentimen agama dan madzab dikenal kuat di negara kelahiran Kahlil Gibran itu.

Para demonstran mengecam rencana pemungutan pajak jenis baru, yaitu 20 sen pound Lebanon per hari kepada pengguna layanan pesan singkat melalui internet.

Mereka juga menuntut agar pemerintah mundur dari jabatannya.

Tak butuh waktu lama, 13 hari sejak dimulai aksi protes, Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri pun memutuskan untuk mengundurkan diri pada 29 Oktober 2019.

Dua aksi besar di Irak dan Lebanon tersebut tentu mengingatkan kita akan peristiwa Arab Spring pada 2011 lalu.

Aksi demonstrasi yang bermula di Tunisia dan berhasil melengserkan Presiden Ben Ali menular ke negara-negara tetangganya, seperti Mesir, Libya, dan Suriah.

Mesir kemudian berhasil menurunkan Presiden Housni Mubarak yang telah berkuasa selama 30 tahun, disusul dengan Muammar Khadafi di Libya.

Meski demonstrasi di Suriah tak berhasil melengserkan Bashar al-Assad, tapi aksi tersebut menjadi awal dari konflik panjang di Suriah yang terjadi hingga hari ini.

Baca juga: Mengenal Kota Sharm el-Sheikh, Bali-nya Mesir

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi