Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership
Bergabung sejak: 30 Jan 2018

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia. Anggota Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Pilkada Langsung atau Tidak, Mau Dibawa ke Mana Demokrasi Kita?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Anggota Satuan Sabhara Polrestabes Surabaya mengikuti simulasi pengendalian massa guna menghadapi pilkada serentak 2018 di Marpolrestabes Surabaya, Sabtu (5/8). Kegiatan tersebut untuk melatih sinergisme antaranggota dalam penanganan kondisi darurat (kiri). Pilkada 2018 tengah disiapkan, seperti pemasangan baliho sosialisasi pemilihan gubernur-wakil gubernur Jawa Tengah, di Kantor Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Tengah di Semarang, Rabu (19/12). Sampai saat ini sejumlah partai politik masih melakukan konsolidasi untuk mengajukan calon (atas). Maskot Pilgub Jatim 2018, Si Remo, hadir dalam Jalan Sehat Guyub Rukun Pilgub Jatim 2018 di depan Kantor KPU Jawa Timur, Surabaya, Minggu (17/12). *** Local Caption *** Published Caption pada Kompas WEB: Pilkada 2018 tengah disiapkan, seperti pemasangan baliho sosialisasi pemilihan gubernur-wakil gubernur Jawa Tengah, di Kantor Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Tengah di Semarang, Rabu (19/12). Sampai saat ini sejumlah partai politik masih melakukan konsolidasi untuk mengajukan calon. Pemilihan Gubernur Jateng - Baliho sosialisasi pemilihan Gubernur Jawa Tengah menghiasi Kantor Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Tengah di Kota Semarang, Rabu (19/12). Sampai saat ini sejumlah partai politik masih melakukan konsolidasi untuk mengajukan calon mereka sebagai Gubernur Jawa Tengah pada 27 Juni 2018.
Editor: Laksono Hari Wiwoho

POLEMIK wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak langsung kembali mencuat ke permukaan publik. Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri tengah melakukan evaluasi atas sistem pilkada langsung.

Hal itu menimbulkan beragam pendapat, baik pro maupun kontra, dari sejumlah kalangan partai politik dan ormas besar islam, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Ada yang tetap konsisten meminta pilkada dilaksanakan secara langsung karena penghapusan pilkada langsung merupakan sebuah kemunduran demokrasi. Namun, ada pula yang menginginkan pilkada kembali kepada DPRD.

Penyebab utama munculnya wacana pilkada melalui DPRD adalah karena sistem pilkada langsung yang diterapkan sejak era reformasi menimbulkan sejumlah persoalan.

Permasalahan itu mulai dari biaya penyelenggaraan pilkada yang membutuhkan biaya politik tinggi, maraknya money politic yang menyebabkan potensi korupsi kepala daerah terpilih, potensi konflik yang tinggi dalam sistem sosial masyarakat, sengketa hukum, hingga gejala mewabahnya praktik politik dinasti.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada empat sumber pengeluaran yang menjadikan tingginya biaya politik pada pemilihan kepala daerah yakni biaya pencalonan kepala daerah (biasa disebut mahar politik), dana kampanye politik, biaya konsultasi dan survei pemenangan serta praktik jual beli suara (Perludem, 2017).

Harapannya memang, hasil dari pilkada dapat melahirkan pemimpin berkualitas. Namun, yang terjadi justru sangat jauh dari harapan. Kepala daerah terpilih pada akhirnya disibukkan dengan harus mengganti biaya politik tinggi yang telah dikeluarkan, bukan fokus pada realisasi visi misi yang disampaikan selama masa tahapan kampanye.

Hal ini tentu sangat ironis. Jika pasca-pilkada ini terus-menerus terjadi, sampai kapan demokrasi substansial dapat terwujud?

Pilkada asimetris

Menjawab pelbagai kontroversi yang terjadi, sejatinya memang diperlukan kajian ilmiah yang jernih terkait dengan dampak dan manfaat dari pilkada langsung. Evaluasi yang diinisasi oleh Mendagri perlu diapresiasi, karena hal ini menjadi penting untuk membenahi mekanisme politik secara tepat.

Pemerintah juga tengah mengusulkan sistem pilkada asimetris, yakni sistem pilkada yang memungkinkan adanya perbedaan pelaksanaan mekanisme pemilihan kepala daerah antardaerah, misalnya karakteristik tertentu daerah tersebut seperti kekhususan aspek administrasi, budaya, dan faktor strategis wilayah.

Sistem pilkada asimetris ini dinilai tidak berbiaya tinggi serta dapat meminimalisasi konflik di masyarakat.

Yang menjadi pertanyaan adalah, tepat dan efektifkah penerapan sistem pilkada asimetris ini di Indonesia? Apakah sudah mampu menjawab seluruh persoalan yang terjadi?

Kalau kita perhatikan secara saksama, sesungguhnya pelaksanaan pilkada asimetris juga bukan hal baru. Pilkada asimetris sudah diterapkan di beberapa daerah, seperti Aceh dan Yogyakarta.

Pilkada Aceh menyertakan keberadaan partai politik lokal, pilkada di Yogyakarta tanpa pemilihan gubernur, dan Pilkada DKI dengan tanpa pemilihan wali kota maupun bupati. Ini merupakan beberapa pilihan asimetris di Indonesia (Anggraeni, 2019).

Arah demokrasi kita

Berbagai usulan dan wacana yang kerap digulirkan oleh pemerintah memunculkan sebuah pertanyaan besar: mau dibawa ke mana arah demokrasi kita?

Kalaulah pilkada langsung menjadi penyebab korupsi para kepala daerah, akankah ada jaminan ketika pilkada tidak langsung atau pilkada asimetris diterapkan biaya politik menjadi rendah dan kepala daerah yang terpilih tidak berpotensi melakukan korupsi?

Bukankah sama saja biaya politik tinggi akan tetap terjadi? Misalnya dengan melakukan suap kepada beberapa anggota DPRD terpilih.

Ada baiknya ketika pilkada langsung dilakukan evaluasi, jangan hanya pemilih yang menjadi korban, tetapi juga lakukan evaluasi terhadap partai politik.

Ketika dalam prapencalonan saja, bakal calon kepala daerah sudah harus membayar mahar tinggi kepada partai pengusung. Ini menjadi salah satu peluang untuk melakukan korupsi, kenapa transaksi yang haram ini dibiarkan begitu saja? Bahkan hal ini semakin membudaya dan menjadi hal lumrah.

Kini, pemerintah bersama dengan DPR untuk tidak tergesa-gesa dalam mengubah sistem pilkada.

Lakukan kajian yang mendalam dengan para ahli. Karena, seyogianya pilkada langsung bukan menjadi satu-satunya faktor utama penyebab biaya politik tinggi.

Hapus praktik transaksional yang dapat mencederai bahkan mematikan proses demokrasi. Tekan pengeluaran tinggi untuk kampanye.

Ada banyak inovasi dan strategi kampanye yang bisa dilakukan oleh calon kepala daerah yang tidak membutuhkan biaya tinggi.

Selain itu, regulasi UU Pilkada harus diperkuat. Jangan beri ruang-ruang kosong kepada calon kepala daerah untuk dapat melakukan berbagai macam praktik kecurangan. Diakui atau tidak, selama ini ada regulasi yang masih memiliki kelemahan, sehingga dampaknya proses penegakan hukum pemilu tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Padahal, tujuan hukum semata-mata untuk mencari keadilan pemilu (electoral justice). Hal ini harus didukung juga dengan masyarakat dan kandidat kepala daerah yang harus memiliki keterikatan terhadap aturan-aturan yang tidak boleh dilanggar dalam proses penyelenggaraan pilkada.

Pada akhirnya, penulis mengambil kesimpulan bahwa pelaksanaan pilkada langsung masih sangat efektif untuk senantiasa digunakan.

Kekurangan pasti akan ada, maka fokus kita semua adalah melakukan pembenahan bukan mengganti sistemnya. Karena, seolah–olah wacana ini muncul hanya untuk mengakomodir kelompok berkepentingan saja bukan aspirasi murni dari masyarakat.

Fokuskan kinerja pemerintah dan DPR untuk mengimplementasikan pada hal-hal yang lebih substansi dan menjaadi kewajiban utama. Stop mengombang–ambing demokrasi kita.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi