Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Skor PISA 2018, dari Wejangan Nadiem hingga Perlunya Perubahan Budaya Belajar

Baca di App
Lihat Foto
PISA
Tangkapan layar publikasi PISA
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Baru-baru ini, Programme for International Student Assessment (PISA) menerbitkan hasil penelitiannya. PISA adalah program OECD untuk mengukur kemampuan membaca, matematika, sains, dan implementasi dari pengetahuan tersebut.

Publikasi terbaru ini adalah hasil dari survei yang dilakukan pada 2018 pada negara-negara di dunia.

Hasil PISA 2018 menunjukkan bahwa peringkat Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia.

Secara umum, Indonesia memiliki skor yang lebih rendah daripada rata-rata skor untuk Membaca, Matematika dan Sains.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahkan perolehan skor di tiap aspek yang diuji dalam PISA dari Indonesia masih lebih rendah jika dibandingkan dengan skor negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.

Berikut sejumlah respons terkait publikasi hasil PISA 2018:

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim

Atas tersebarnya publikasi PISA 2018 yang menunjukkan cukup rendahnya posisi Indonesia, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim meminta untuk tidak mengemasnya menjadi berita positif.

Mengutip pemberitaan Kompas.com (7/12/2019), Nadiem pun mengajak seluruh pemangku kepentingan di dunia pendidikan untuk merubah paradigma, utamanya berkaitan dengan skor PISA 2019.

Perubahan yang dimaksud adalah paradigma terbuka, yaitu langsung ke inti permasalahan dan kemudian bergerak melakukan perubahan.

Nadiem menambahkan bahwa justru di sinilah terletak kunci kesuksesan belajar, yakni untuk mendapatkan sebanyak mungkin perspektif untuk kemudian bergerak melakukan perubahan.

Hal-hal ini diungkapkan oleh Nadiem setelah menerima hasil PISA 2018 untuk Indonesia yang diberikan oleh Yuli Belfali (Head of Early childhood and Schools OECD) di Gedung Kemendikbud Jakarta, Selasa (3/12/2019).

Baca juga: Profil Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Selain Nadiem, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud Totok Suprayitno mengatakan ada beberapa catatan penting terkait skor nilai PISA siswa Indonesia yang masih berada di bawah rata-rata.

Totok menyampaikan perlu adanya perubahan dalam budaya belajar di Indonesia.

Berdasarkan hasil penilaian PISA, Totok menyampaikan ada beberapa perubahan yang dapat dilakukan oleh para guru di depan kelas agar Indonesia tidak selalu mendapat skor rendah PISA.

Dari paparan Totok Suprayitno, ada 6 gerakan perubahan yang dapat dilakukan dalam pembelajaran di kelas, yaitu:

Baca juga: Mengenang Ciputra, dari Atlet Lari, Begawan Properti hingga Kelola Institusi Pendidikan

Komisi X DPR RI

Menurut Komisi X DPR RI, anjloknya peringkat Indonesia dalam PISA 2018 menjadi indikasi bahwa masih banyak hal yang harus dibenahi pada sektor pendidikan di tanah air.

Secara global, Indonesia berada di peringkat 75 dari 80 negara yang turut berpartisipasi dalam tes tersebut.

Mengutip pemberitaan Kompas.com (5/12/2019), Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda mengatakan bahwa pihaknya akan mendorong pemerintah untuk membuat langkah terobosan guna meningkatkan kemampuan siswa di bidang matematika, ilmu alam, dan pemahaman bacaan.

Menurut Huda, persoalan pendidikan di Indonesia sangat kompleks, baik pada aspek pemerataan akses pendidikan, kompetensi guru, distribusi anggaran, hingga keterbatasan sarana dan prasarana.

Meski demikian, Huda mengatakan bahwa berbagai persoalan tersebut tidak boleh menjadi penghalang untuk menciptakan pendidikan yang berkualitas di Indonesia.

Selain itu, ia juga mengingatkan pemerintah agar ada evaluasi distribusi anggaran pendidikan yang mencapai Rp 500 triliun per tahun.

Baca juga: Viral Video Siswa Berkelahi dengan Guru karena Ponselnya Disita

Pemerhati Pendidikan

Soal hasil PISA 2018, Pemerhati Pendidikan Indra Charismiadji menegaskan bahwa Indonesia perlu serius dalam membangun SDM.

Indra mengaitkan hasil PISA ini dengan usulan pemangkasan hari sekolah yang sebelumnya dilontarkan oleh Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi.

Menurut Indra, ada beberapa poin keterampilan sosial emosional yang perlu diperoleh dan dioptimalkan kepada siswa dalam pembelajaran sekolah maupun pendidikan berkelanjutan di rumah.

Adapun beberapa poin krusial dalam pengembangan sosio emosional meliputi kemampuan pemecahan masalah, ketangguhan motivasi untuk berprestasi, pengendalian diri, kemampuan kolaborasi, prakarsa/inisiatif, kepercayaan diri, hinga etika.

Baca juga: Bukan Sekolah Tiga Hari, Ini Penjelasan Lengkap Kak Seto

(Sumber: Kompas.com/ Yohannes Enggar Susilo, Putra Prima Perdana | Editor: Yohannes Enggar Susilo, Khairina)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: kompas.com
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi