Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mimpi Buruk Pemanasan Global (1): Jakarta Hingga Markas Facebook Tenggelam

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/M ZAENUDDIN
Warga beraktivitas di sekitar Masjid Wall Adhuna yang tergenang rob (air pasang laut), Muara Baru, Jakarta Utara, Sabtu (12/10/2019). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengambil alih pembangunan segmen tanggul laut National Capital Integrated Coastal Development ( NCICD) di utara Jakarta.
|
Editor: Nibras Nada Nailufar

KOMPAS.com - Masjid Wall Adhuna di Muara Baru, Jakarta Utara, pantas menjadi relik dari abad 20. Pasalnya, sudah nyaris satu dekade masjid tersebut terendam air laut.

Di kawasan Muara Baru, pemandangan ini bisa ditemui dengan mudah. Rumah-rumah yang tadinya dihuni, kini sudah tenggelam.

Bangunan-bangunan ini berada di balik tembok besar yang kini membatasi tanah yang tenggelam dengan tanah yang masih jadi permukiman. Hanya tembok itu yang mampu menahan kawasan Muara Baru tenggelam sepenuhnya.

Saat ini, Jakarta adalah kota yang paling cepat tenggelam. Organisation for Economic and Cooperation Development (OECD) dalam Green Growth Policy Review (GPPR) 2019 mencatat, permukaan tanah area-area pesisir Jakarta turun sampai empat meter hanya dalam 40 tahun terakhir.

Baca juga: Saksi Rasakan Getaran Saat Tanggul Laut NCICD di Muara Baru Roboh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika tahun lalu Prabowo Subianto membuat heboh dengan mengatakan Jakarta akan tenggelam pada 2025, ia tak berbohong.

Berbagai penelitian dan modelling, salah satunya dari Institut Teknologi Bandung (ITB), memprediksi lima tahun lagi, seperempat wilayah Jakarta akan dibanjiri air laut.

Langkah Presiden Joko Widodo memindahkan ibu kota boleh jadi tepat. Namun ia juga harus memboyong 10 juta penduduk Jakarta.

Sebab seluruh, jika tidak sebagian besar Jakarta, akan benar-benar tenggelam pada 2050. Penyebabnya, penyedotan air tanah yang masif selama puluhan tahun.

Upaya mengurangi air tanah yang digencarkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan boleh jadi terlambat. Itu tak akan menghentikan Jakarta tenggelam pada 2050.

Baca juga: Indonesia dan Negara Ini Terancam Tenggelam pada 2050

Selain penurunan muka air tanah, tenggelamnya Jakarta juga disebabkan kenaikan air laut. Masalah ini tak hanya dihadapi Jakarta.

Pemanasan global

Pemanasan global yang sedang terjadi saat ini lebih buruk dari yang Anda bayangkan. Karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca lainnya sudah menambah suhu bumi hingga 1,1 derajat celsius lebih panas dibanding sebelum masa industri (1850).

Dikutip dari The Uninhabitable Earth: Life After Warming (2019), ini semua terjadi begitu cepat. Produksi karbon saat ini 100 kali lebih tinggi dibanding sebelum era industri.

Bahkan, lebih dari setengah CO2 yang dilepas ke atmosfer saat ini berasal dari pembakaran bahan bakar fosil selama 30 tahun terakhir.

Akibatnya, es di dua kutub bumi meleleh dengan cepat, melebihi prediksi ilmuwan. Pada 2017, terungkap bahwa dua gletser di Antartika Timur meleleh hingga 18 juta ton per tahun.

Baca juga: Apa yang Terjadi pada Indonesia bila Seluruh Es Kutub Meleleh?

Hal yang sama terjadi di Greenland. Es di sana meleleh hampir sejuta ton setiap harinya. Karbon dioksida yang dihasilkan dari seorang warga Amerika Serikat saja, mampu melelehkan 10.000 ton es di Antratika setiap tahunnya.

Setiap menit, setiap orang menyumbang lima galon air.

Langganan banjir

Jangan bayangkan dampak pemanasan global baru akan datang puluhan tahun lagi.

Menurut European Academies Science Advisory Council (EASAC), intensitas banjir bertambah empat kali lipat lebih banyak sejak 1980. Pada 2004, jumlahnya menjadi dua kali lipat lebih banyak.

Baca juga: Mengapa Banjir di Venesia Menjadi Perhatian Dunia?

Saat ini China harus mengevakuasi ratusan ribu warganya setiap musim panas karena banjir di Delta Sungai Mutiara. Kota Shenzen, sebagai pusat manufaktur ponsel, terancam tenggelam dua puluh tahun lagi.

Begitu juga pulau-pulau kecil, kota-kota di Asia Selatan dan Asia Tenggara yang akan terendam dalam beberapa dekade lagi.

Itu baru kenaikan air laut. Belum lagi banjir di darat yang dibawa hujan dan sungai.

Antara 1995 hingga 2015, 2,3 juta manusia terdampak banjir dan membunuh setidaknya 157.000 orang di seluruh dunia.

Banjir yang menjadi langganan India, Bangladesh, Thailand, hingga Indonesia, akan dirasakan juga oleh mereka yang berada di Amerika Serikat dan Eropa Utara.

Baca juga: Jakarta Diprediksi Tenggelam pada 2050, Begini Solusinya Menurut Ahli

Penulis Jeff Goodell dalam bukunya The Water Will Come: Rising Seas, Sinking Cities, and the Remaking of the Civilized World (2017) menyebut, seluruh bangunan dan peradaban yang dibangun manusia, akan menjadi relik bawah laut.

Markas Facebook di Sillicon Valley, White House, Maldives, Gereja Basilika Santo Markus di Venesia, semuanya akan berakhir seperti Atlantis karangan Plato.

Seperti Muara Baru, semua wilayah yang berbatasan dengan laut harus mundur, menyesuaikan dengan garis pantai baru.

Siapa saja yang akan terdampak? Kemungkinan sebagian besar dari populasi manusia. Dua per tiga kota besar dunia ada di pesisir. Separuh populasi manusia tinggal di kota-kota itu.

Baca juga: Bencana Besar jika Suhu Bumi Naik 2 Derajat Celcius pada 2030

Saat ini, lebih dari 600 juta atau manusia hidup berjarak 10 meter dari laut. Mereka terpaksa harus mencari tempat tinggal baru dalam waktu dekat.

Bersambung...

Tulisan ini adalah seri pertama dari enam seri tulisan Mimpi Buruk Pemanasan Global. Baca artikel berikutnya, "Diracun di Udara dan Lautan".

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Time
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi