Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teror Ular Kobra Masuk Permukiman di Sejumlah Daerah, Ahli Sebut Wajar

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/MARKUS YUWONO
Ular Kobra yang ditangkap Warga dan Komunitas Pecinta Reptil di Dusun Kepek I, Desa Kepek, Kecamatan Wonosari, Gunungkidul Kamis (6/12/2019)
|
Editor: Resa Eka Ayu Sartika

KOMPAS.com – Beberapa hari terakhir, sejumlah wilayah dihantui oleh terror ular kobra yang memasuki permukiman warga.

Kejadian tersebut diantaranya terjadi di Kawasan rumah warga di jalan Darmawangsa, Desa Jubung Kecamatan Sukorambi, Jember, Jawa Timur pada Jumat (06/12/2019).

Baca juga: Puluhan Ular Kobra Masuk ke Rumah Warga di Jember

Selain itu kobra juga dilaporkan memasuki permukiman warga di Ciracas, Jakarta Timur pada Kamis (05/12/2019).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Wonosari Gunungkidul, Jogja, selama empat hari terakhir juga dilaporkan sudah menemukan 11 ekor kobra ujar seorang warga saat ditemui pada Rabu (04/12/2019).

Fenomena wajar

Dr. Amir Hamidy, peneliti Herpetologi Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI) menerangkan bahwa awal musim hujan adalah musim yang ideal bagi telur-telur kobra untuk menetas.

“Karena kan ini musimnya. Jadi memang musim ular menetas ini di awal musim penghujan,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com pada Minggu (08/12/2019).

Menurut Amir, menyebarnya kobra-kobra ini juga fenomena yang wajar.

“Wajar kalau seperti itu, tahun sebelumnya juga ada,” kata dia.

Ia menyebut, Pulau Jawa memang lokasi sebaran ular kobra, sehingga tak mengherankan ketika ular kobra bisa ditemukan di berbagai wilayah di Jawa.

“Habitatnya persawahan, sekitar perumahan termasuk perbatasan-perbatasan hutan yang sudah terbuka. Bukan hutan primer,” tuturnya.

Lebih lanjut Amir menjelaskan perilaku kobra adalah meletakkan telurnya tidak di dalam sarang, pojokan atau tempat tertutup seperti halnya ayam.

Akan tetapi ia akan meletakkan telurnya di tempat yang bisa menjamin telur tersebut akan menetas seperti tanah, lubang, atau di bawah seresah. Biasanya, lokasi tersebut  lembap karena jika panas akan kering.

Telur-telur kobra juga tak dijaga induknya, karena pada periode tertentu sang induk akan meninggalkannya.

“Begitu menetas, anak akan menyebar kemana-mana,” jelasnya.

Lebih lanjut ia menerangkan setiap satu induk kobra ia akan menghasilkan 12-20 telur.
Telur tersebut akan menetas sekitar 3-4 bulan.

Adapun ciri telur-telur kobraadalah berwarna putih, berbentuk lonjong, dan memiliki cangkang yang keras dengan ukuran bervariasi tergantung dari induknya.

Saat ditanya, mungkinkah masuknya ular-ular ini terkait dengan adanya kerusakan lingkungan, dirinya menjelaskan hal tersebut tidak bisa dikaitkan secara langsung.

“Kita nggak bisa lihat itu pada konteks kerusakan lingkungan kemudian ular kemana-mana. Yang perlu kita pelajari, kobra atau jenis-jenis ular lain kan bisa survive pada lokasi tertentu,” jelasnya.

Ia mengatakan, kobra justru tidak banyak ditemukan di hutan primer, akan tetapi justru banyak ditemukan di habitat terbuka seperti persawahan.

“Kenapa? Bisa jadi karna perubahan. Perubahan habitat di Jawa itu kan bukan bilang 10-20 tahun terakhir, tapi 200-300 tahun yang lalu,” kata dia.

Sejak 200-300 tahun lalu nenek moyang sudah membuka lahan untuk bercocok tanam. Jawa yang memiliki tanah yang subur merupakan habitat asli kobra.

Baca juga: Kobra Terus Bermunculan di Gunungkidul, Wakil Bupati Imbau Warga Tenang

Ia bisa survive ketika lahan dibuka sejak ratusan tahun lalu karena lahan pertanian adalah lokasi yang ideal bagi para kobra.  Di mana persawahan terdapat tikus yang merupakan mangsa yang pas.

Keberadaan lahan pertanian membantu manusia bisa survive, namun di satu sisi ularpun juga survive meskipun tidak semua jenis ular.

“Transformasi habitat mungkin membuat jenis-jenis tertentu bisa survive sehingga jumlah mereka naik. Mungkin yang lain hilang. Kita tak bilang itu kerusakan lingkungan,” kata dia.

Amir juga menjelaskan hewan ini meski sudah banyak yang ditangkap kenyataannya terus ada karena memang habitatnya yang sesuai.

Kobra sendiri diterangkan Amir merupakan salah satu satwa liar yang diijinkan untuk bisa dimanfaatkan guna keperluan ekspor.

Ia masuk ke dalam kategori Appendiks II cites. Yakni pemanfaatannya diijinkan menurut perundang-undangan akan tetapi memiliki kuota tertentu agar jumlahnya tetap lestari.

“Cites konfrensi internasional mengawasi, memonitor, mengevaluasi peredaran tumbuhan dan satwa liar secara internasional antar bangsa sehingga negara yang ekspor harus melaporkan,” kata dia.

Baca juga: Setelah 5 Jam Mencari, Petugas Damkar Gagal Tangkap Ular Kobra yang Resahkan Warga Ciracas

 

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi