Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Harley di Garuda, Mengapa Banyak Orang Suka Barang Mewah?

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Ruly
Harley Davidson Seludupan
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Kasus penyelundupan motor Harley Davidson dan sepeda Brompton yang diduga dilakukan oleh Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara ramai diperbincangkan publik. 

Kasus bermula saat pesawat bertipe baru dan belum pernah dioperasikan oleh PT Garuda Indonesia tersebut mendarat di hanggar milik PT Garuda Maintenance Facility (GMF) Bandara Soekarno-Hatta.

Penemuan barang mewah oleh petugas Bea dan Cukai di lambung pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA9721 bertipe Airbus A330-900 Neo terjadi pada Minggu (17/11/2019) lalu.

Perlu diketahui, Harley Davidson klasik tipe Shovelhead keluaran tahun 1972 yang ditemukan di pesawat Garuda tersebut harganya berkisar Rp 800 juta. Sementara sepeda bermerek Brompton berkisar Rp 30 juta-80 juta.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memiliki barang-barang mewah atau branded memang menjadi impian banyak orang. Terkadang, orang rela melakukan apapun asal bisa mendapatkan barang yang dianggap mewah itu.

Baca juga: Mengintip Koleksi Mobil Ari Askhara, Dirut Garuda yang Dicopot karena Diduga Selundupkan Harley

Faktor gengsi

Psikolog sosial Hening Widyastuti mengatakan, seseorang menyukai barang mewah karena faktor gengsi.

Mengutip teori psikologi Abraham Maslow, saat kebutuhan tiga kebutuhan utama manusia terpenuhi, yaitu sandang, pangan, dan papan, maka meningkatlah kebutuhan lebih tinggi.

"Peningkatan kebutuhan tersebut bersifat tersier seperti rekreasi lifestyle dan self esteem berkaitan dengan harga diri," ujarnya kepada Kompas.com (8/12/2019).

Selain itu, kehidupan yang modern menuntut kepraktisan dan serba cepat dibarengi pengaruh sosial media membuat semua informasi sangat mudah terakses.

Menurut Hening, hal ini membuat toko-toko online bermunculan dan dengan mudah menawarkan berbagai macam barang kebutuhan hidup yang merambah ke dunia fesyen dan vacation, sangat mudah didapat hanya dengan mengoperasikan ponsel dari rumah.

"Semaraknya komunitas arisan sosialita serta komunitas lainnya memicu mereka untuk saling bersaing menjaga eksistensi mereka serta harga diri di dalam peer grup mereka," tambahnya.

Padahal, kata Hening, masyarakat Indonesia seperti kurve normal jumlah masyarakat yang masuk kategori ekonomi menengah lebih banyak dibanding menengah ke bawah atau pun menengah atas.

Baca juga: Nilai Prestise Motor Harley Davidson...

Masyarakat kategori ekonomi menengah biasanya terjadi di kalangan keluarga muda yang tengah berproses dan berkembang dengan pendapatan yang boleh dikatakan di atas UMR.

Namun, mereka belum bisa disebut benar-benar kategori di atas rata rata pendapatan bulanannya.

"Kehidupan mereka serba nanggung dikatakan miskin tidak, dikatakan kaya raya juga belum masuk kategori tersebut dengan biaya cicilan rumah, mobil, credit card, biaya operasional hidup yang lumayan tinggi membuat mereka agak sulit menabung," katanya lagi.

 

Gaya hidup milenial

Selain itu, gaya hidup milenial saat ini dinilai Hening juga cenderung kebablasan alias sangat menggandrungi barang-barang mewah untuk kesenangan pribadi serta kepuasan diri.

Padahal, kesenengan dan kepuasan untuk membeli barang branded serta memamerkannya di dalam komunitas adalah kesenangan fana dan mudah lenyap begitu saja.

"Alangkah lebih baiknya kebiasaan membeli barang-barang branded sedikit dialihkan dengan aktivitas membantu sesama yang sangat membutuhkan," ujar Hening.

Menurutnya, cara tersebut akan membuat kebahagian lebih terasa dalam dan berarti.

Baca juga: Mengenal Sejarah Harley Davidson, Motor yang Diduga Diselundupkan Dirut Garuda Ari Askhara

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi