KOMPAS.com - Hari ini, 27 tahun yang lalu, tepatnya 12 Desember 1992, gelombang tsunami menghantam Pulau Flores bagian tengah dan timur.
Selain menyebabkan kehancuran infrastruktur, bencana tsunami tersebut juga merenggut ribuan jiwa.
Diberitakan Kompas.com (29//2018) lebih dari 1.300 orang dinyatakan meninggal, 500 orang hilang dan ribuan bangunan rusak baik itu karena terjangan ombak atau terkena reruntuhan gedung.
Gelombang setinggi 6-25 meter menyapu wilayah daratan hingga sejauh 300 meter setelah gempa berkekuatan 7,5 skala Richter mengguncang wilayah yang masuk dalam Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini.
Besaran gempa tersebut dinyatakan oleh Institut de Physique du Globe yang berkedudukan di Strasbourg, Perancis. Namun, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberikan angka yang berbeda, yakni 6,8 skala Richter.
Dua kabupaten yang paling terdampak dari kejadian ini adalah Kabupaten Sikka dan Ende. Namun, wilayah Kabupaten Sikka lebih banyak terdampak, karena posisinya yang terletak di sisi selatan.
Pusat gempa terdeteksi terletak di kedalaman 36 km di Laut Sawu di lepas pantai Maumere.
Meskipun begitu, getaran dirasakan seluruh wilayah Flores, bahkan hingga Kupang, Pulau Kupang, dan Makassar, Sulawesi Selatan.
Baca juga: INFOGRAFIK: Mengenal Tanda-tanda Tsunami dan Cara Menghadapinya
Lihat Foto
Sejumlah pengungsi berlindung dengan tenda seadanya usai bencana tsunami yang melanda Pulau Flores, Sabtu, 12 Desember 1992.
Lumpuh total
Rumah penduduk, tempat ibadah, gedung-gedung sekolah, rumah sakit, dan beragam fasilitas umum lainnya porak-poranda akibat guncangan gempa ditambah terjangan air yang terbawa gelombang.
Berdasarkan pemberitaan Harian Kompas edisi 13 Desember 1992, dua kota di kabupaten terdampak, Maumere dan Ende lumpuh total.
Masyarakat pun dicekam rasa takut dan khawatir akibat bencana alam yang terjadi, terlebih karena pada saat itu gempa susulan masih saja terjadi hingga tengah malam.
Sebagian masyarakat berlarian ke arah dataran yang lebih tinggi, namun mereka justru dihadang oleh tanah longsor. Ini disebabkan oleh sejumlah daerah pantai Flores berkontur miring, berbukit, dan gunung-gunung.
Sejumlah 90 orang ditemukan meninggal pada operasi pencarian yang dilakukan hari itu juga, di tengah situasi yang masih mencekam. Kebanyakan korban ditemukan tertimbun reruntuhan bangunan.
Sementara lainnya ditemukan dalam kondisi luka-luka. Mereka mendapatkan perawatan di rumah sakit-rumah sakit, meski harus menempati lorong-lorong, karena ruang-ruang perawatan yang retak dan rusak.
Proses koordinasi pencarian juga proses pelaporan kejadian ketika itu sulit dilakukan karena sistem komunikasi darat, laut, dan udara mengalami gangguan.
Sejumlah kelompok aparat bahu-membahu memberikan bantuan, menyisir korban, dan mendirikan dapur umum bagi korban yang kehilangan tempat tinggalnya dan terpaksa tinggal di pengungsian.
Berdasarkan laporan per tanggal 15 Desember 1992, jumlah korban meninggal sudah terdata sebanyak 1.895 jiwa.
Banyaknya korban dan situasi yang belum kembali pulih menyebabkan aparat mau tidak mau melakukan penguburan masal.
Cara penguburan itu terpaksa ditempuh meski sejumlah keluarga korban belum ikhlas memakamkan sanak saudaranya secara massal.
Baca juga: Mengapa Indonesia Kerap Dilanda Gempa Bumi?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.