Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Koruptor Bisa Ikut Pilkada, Putusan "Jalan Tengah"?

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi pemilu.
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Akademisi Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada Gabriel Lele menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan eks koruptor ikut pilkada setelah 5 tahun menjalani pidana penjara merupakan putusan kompromis.

Hal itu dikatakannya menanggapi putusan MK yang diputuskan pada Rabu (11/12/2019).

Putusan ini merupakan putusan atas uji materi yang diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) atas Pasal 7 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Hakim MK menyatakan menerima sebagian permohonan uji materi pasal yang mengatur tentang pencalonan eks narapidana kasus korupsi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jadi, kalau kita lihat dalam politik pemberantasan korupsi, itu sudah lumayan. Ada sedikit langkah maju. Tapi kalau boleh kita bahasakan dengan cara lain itu keputusan MK yang sangat kompromis," kata Gabriel kepada Kompas.com, Kamis (12/12/2019).

Menurut Gabriel, MK mencoba untuk mencari titik keseimbangan antara pegiat anti-korupsi dan politisi.

Baca juga: Janji 9 Parpol Tak Calonkan Eks Koruptor di Pilkada 2020

Dalam praktiknya, para eks koruptor tersebut masih aktif di partai dan mengendalikan anggota Dewan dari partainya.

Gabriel menganggap, putusan MK akan menjadi langkah maju jika eks koruptor juga dilarang menjadi pengurus partai.

"Kalau mau ideal, penegakan hukuman mati dan mencabut sepenuhnya hak-hak politik," ujar Gabriel.

Namun, langkah itu disadarinya akan berbenturan dengan para pegiat hak asasi manusia (HAM).

Menurut Gabriel, pencabutan hak-hak politik para koruptor dan hukuman mati tersebut tentu akan dianggap melanggar HAM.

"Dulu ketika narasi itu muncul, pegiat HAM mengatakan, sifatnya yang namanya hukuman bagi siapa pun itu harus dalam rangka rehabilitasi, bukan hukuman dalam artian menyiksa orang," kata dia.

"Jadi ada aspek HAM-nya juga. mahkamah itu kan mempertimbangkan aspek sosiologis, aspek yuridis," lanjut Gabriel.

Kunci di KPU dan KPUD

Mengenai penerapan putusan MK itu, menurut Gabriel, kuncinya ada di KPU dan KPUD.

Oleh karena itu, ia berharap agar pemerintah memiliki sistem yang terintegrasi antara lapas, KPK, dan KPU.

"Misalnya, ketika pencalonan itu masuk dalam sistem nasional, sehingga ketika ada yang mencalonkan diri, sistem tersebut langsung menolak bagi mereka yang belum lima tahun," papar Gabriel.

"Pengalaman sebelumnya, banyak yang jebol. Artinya, KPUD tidak mempunyai sistem yang memadai untuk mendeteksi mereka yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi," lanjut dia.

Baca juga: Pasca-Putusan MK, Nasdem Tegaskan Tak Akan Calonkan Eks Koruptor di Pilkada

Meski demikian, Gabriel mengapresiasi putusan MK tersebut, meski tidak sepenuhnya sesuai dengan harapan para pegiat anti korupsi.

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi pasal tentang pencalonan mantan narapidana yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Indonesia Corruption Watch (ICW).

Putusan tersebut mengubah bunyi Pasal 7 ayat (2) huruf g.

Salah satu perubahannya adalah seorang mantan narapidana dapat mencalonkan diri pada pilkada lima tahun setelah yang bersangkutan selesai menjalani pidana penjara.

Salah satu pertimbangan MK adalah keinginan agar calon kepala daerah dipilih melalui persyaratan yang ketat, antara lain bersih, jujur, dan berintegritas.

Selama ini, MK menilai persyaratan pencalonan kepala daerah begitu longgar.

Tak ada aturan khusus bagi calon mantan narapidana, kecuali mengumumkan rekam jejaknya secara terbuka ke publik.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi