Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Sebut Jiwasraya Bermasalah, Ternyata Dugaan Rekayasa Harga Saham Sejak 2005

Baca di App
Lihat Foto
KONTAN/Cheppy A. Muchlis
Ilustrasi Jiwasraya
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Kasus gagal bayar polis asuransi nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terus berlanjut.

Bahkan, Presiden Joko Widodo angkat bicara terkait kasus tersebut.

Jokowi menegaskan, masalah di Jiwasraya ini terjadi sejak 10 tahun lalu, atau sejak era Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono.

Awal kasus Jiwasraya

Kasus yang membelit Jiwasraya memang memiliki sejarah panjang. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akan tetapi baru terungkap dalam dua tahun terakhir ini.

Dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 25 Mei 2005, manajemen PT Asuransi Jiwasraya pernah dituding Kantor Menneg BUMN melakukan korupsi sebesar Rp 845 miliar terkait dengan investasi pada repo saham.

Tetapi, mereka merasa tidak melakukan rekayasa harga jual beli saham dan melanggar ketentuan investasi seperti yang dituduhkan.

Direktur Utama Jiwasraya, Herris B Simandjuntak mengatakan, Jiwasraya memang memiliki investasi pada saham repo senilai Rp 845 miliar.

"Namun, tidak benar telah terjadi pelanggaran dan korupsi karena investasi telah memenuhi proses sebagaimana lazimnya guna mendapatkan hasil investasi yang optimal," katanya. 

Di sisi lain, Direktur Keuangan Jiwasraya Indrastono Sukarno menambahkan, investasi pada repo saham telah dilakukan Jiwasraya sejak dua tahun lalu. "Investasi ini merupakan jangka pendek, rata-rata 9 bulan," katanya.

Kala itu, Jiwasraya memiliki tujuh kontrak transaksi repo saham dengan jatuh tempo Juli- Desember 2005.

Nilai setiap kontrak berkisar Rp 15 miliar- 250 miliar. Indrastono enggan menjelaskan saham apa saja dengan alasan etika bisnis. "Pokoknya, saham-saham itu merupakan blue chip dan masuk dalam LQ45," katanya.

Sementara saat ini, rekayasa harga jual beli saham menjadi salah satu masalah yang membelit Jiwasraya.

Dalam kasus gagal bayar polis asuransi, salah satu penyebabnya adalah Jiwasraya banyak melakukan investasi di aset berisiko tinggi untuk mengejar return tinggi.

Jiwasraya juga banyak mengkoleksi saham-saham yang sangat fluktuatif dan disebut-sebut masuk dalam kategori saham gorengan.

Selain itu, Jiwasraya juga melakukan rekayasa harga saham.

Modusnya melalui saham overprice yang dibeli oleh Jiwasraya, kemudian dijual pada harga negosiasi (di atas harga perolehan) kepada manajer investasi, untuk kemudian dibeli kembali oleh Jiwasraya.

Baca juga: 9 Fakta Gagal Bayar Polis Asuransi Jiwasraya, Bos Samsung Jadi Korban hingga Digugat Nasabah

Defisit keuangan Jiwasraya

Defisit keuangan Jiwasraya juga terjadi sejak lama.

Berdasarkan pemberitaan Kontan, 17 Desember 2019, Jiwasraya sudah defisit per 31 Desember 2006 sebesar Rp 3,29 triliun.

Isu utama defisit saat itu adalah jumlah aset jauh lebih rendah dibandingkan kewajiban.

Lalu, akhir 2008, Jiwasraya defisit sebesar Rp 5,7 triliun.

Defisit tersebut berlanjut pada 2009 mencapai Rp 6,3 triliun.

Pada 2011, asuransi Jiwasraya sempat surplus sebesar Rp 1,3 triliun dengan skema finansial reasuransi.

Tahun 2013-2016, kinerja keuangan Jiwasraya berjalan cukup baik dan selalu laba.

Namun, dari sisi investasi terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang oleh manajemen sehingga membuat BPK melakukan audit 2015.

Puncaknya, pada 2018 hingga sekarang Jiwasraya mengalami defisit Rp 10,2 triliun.

Baca juga: Jokowi Sebut Jiwasraya Bermasalah sejak Era SBY

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi