Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral Video Ibu Marahi Anak karena Dapat Ranking 3, Ingat Dampak Negatifnya...

Baca di App
Lihat Foto
vitapix
Ayah memarahi anak
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com — Sebuah video seorang ibu memarahi anaknya karena mendapat ranking tiga di kelasnya viral di media sosial, khususnya Instagram.

Salah satu akun yang mengunggah video tersebut adalah akun @camera_penjuru. Hingga Kamis (19/12/2019) sore, video tersebut telah ditonton lebih dari 8.900 kali.

Dalam video itu, sang ibu terdengar memarahi si anak dengan nada suara tinggi dan membentak.

Belakangan, menyebar pula video yang memuat pernyataan ibu tersebut yang meminta maaf karena video viralnya mengusik publik.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanggapi video viral ini, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengingatkan para orangtua bahwa ranking bukan segala-galanya.

Bahkan, ia menganggap bahwa fokus pada ranking justru cenderung menjebak.

"Ranking itu bukan segala-galanya. Ranking itu cenderung menjebak bahwa anak cerdas itu pada bidang yang berbeda-beda," kata Seto, yang biasa disapa Kak Seto, kepada Kompas.com, Kamis (19/12/2019).

"Kalau sistem pendidikan harus menjadikan mereka seragam semua dan melupakan kecerdasan yang lain, itu bertentangan dengan zaman sekarang," lanjut dia.

Berdampak negatif

Menurut Kak Seto, memarahi anak seperti dalam video viral tersebut akan berdampak negatif kepada anak.

Anak yang sering dimarahi atau dicaci akan membuat konsep dirinya menjadi rapuh dan pada akhirnya akan memicu perilaku menyimpang.

"Enggak suka sekolah, bolos, atau bahkan memicu berbagai perilaku kekerasan," kata Kak Seto.

Oleh karena itu, ia mengajak para orangtua dan pendidik untuk mengelola emosi dan menyadari bahwa anak-anak bukan "orang dewasa mini".

"Jadi jangan dianggap seumuran. Anak-anak adalah anak dengan segala kerapuhannya, kerentanannya, sehingga dengan bentakan-bentakan begitu, berapa miliaran sel otak yang rusak, rusak dalam arti kognitif dan afektif," ujar Kak Seto.

Jika kerap ditekan dan mendapatkan perilaku emosional orang dewasa, lanjut Seto, anak akan kehilangan rasa percaya diri dan tidak mampu berpikir dengan baik.

PR Nadiem Makarim

Kak Seto mengatakan, pemahaman keliru terkait pendidikan ini menjadi PR bagi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dan harus segera diubah.

Ia menekankan, yang dibutuhkan saat ini bukan hanya spesialis, tetapi superspesialis. 

"Anak yang ranking satu ya Matematika-nya bagus, Bahasa Indonesia-nya bagus, Biologi-nya bagus, itu yang tidak bisa dibenarkan," kata Kak Seto.

"Kalau saya mencerminkan ada lima Rudy, Rudy Habibie, Rudy Salam, Rudi Hartono, Rudy Khairuddin, Rudy Hadi Suwarno. Masing-masing kan memiliki bidang yang berbeda," lanjut dia.

Potensi yang berbeda-beda ini, menurut dia, harus berhasil digali oleh orangtua dan pendidik.

Hal itu seperti tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat 1 yang berbunyi:

"Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara."

Oleh karena itu, Kak Seto berharap agar Mendikbud beserta jajarannya mengimplementasikan isi undang-undang itu agar peserta didik mengembangkan potensi dirinya yang saling berbeda-beda.

"Guru juga harus berani bergerak. Kalau guru bergerak maka kapal besar bernama Indonesia akan bergerak menuju ke jalan yang benar," kata Kak Seto.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi