Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Penerbangan Pan Am 103 Meledak akibat Bom dalam Pemutar Kaset

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Monumen Peringatan Tragedi Pan Am Air 103
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Hari ini, 31 tahun lalu, tepatnya 21 Desember 1988, penerbangan Pan Am 103 dari London menuju New York meledak di atas Lockerbie, Skotlandia.

Peristiwa ini menewaskan seluruh penumpang yang berjumlah 243 orang dan 16 awak pesawat.

Ledakan ini membuat pesawat hancur berkeping-keping dan jatuh ke darat. Serpihan pesawat merusak 21 rumah dan 11 penduduk di darat pun tewas.

Melansir History, ledakan ini disebabkan oleh adanya bom yang disembunyikan di dalam pemutar kaset audio. Benda ini meledak di area kargo ketika pesawat berada di ketinggian 31.000 kaki.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana ini kemudian menjadi subjek investigasi kriminal terbesar di Inggris.

Kasus ini diyakini sebagai bentuk serangan terhadap Amerika Serikat karena 189 korban adalah orang Amerika.

Dalam kasus ini, teroris dituduh menaruh bom di pesawat ketika berada di bandara Frankfurt, Jerman. Sementara, pihak yang berwenang menduga bahwa serangan ini merupakan bentuk balasan atas serangan udara Amerika Serikat tahun 1986 terhadap Libya.

Dalam serangan tersebut, putri muda pemimpin Muammar al-Qaddafi terbunuh bersama puluhan orang lainnya.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Tsunami Terjang Flores, Lebih dari 1.300 Orang Meninggal

Telepon peringatan

Dugaan lain juga menganggap bahwa peristiwa ini berhubungan dengan kejadian tahun 1988 saat Amerika Serikat salah menembak pesawat komersil Iran di atas Teluk Persia. Akibat keteledoran ini, 290 orang pun tewas.

16 hari sebelum terjadi ledakan pesawat di atas Lockerbie, kedutaan besar Amerika Serikat di Helsinki, Finlandia, menerima sebuah telepon peringatan.

Telepon ini memperingatkan adanya bom yang akan ditempatkan pada penerbangan Pan Am saat keluar dari Frankfurt.

Akibatnya, muncul kontrovesi tentang seserius apa Amerika Serikat menanggapi peringatan ini dan apakah para wisatawan harusnya diperingatkan juga.

Namun, para pejabat kemudian mengungkapkan bahwa hubungan antara telepon tersebut dengan ditemukannya bom hanyalah sebuah kebetulan.

Pada tahun 1991, setelah penyelidikan bersama yang dilakukan oleh Inggris dan FBI, agen intelijen Libya Abdel Basset Ali al-Megrahi dan Lamen Khalifa Fhimah didakwa bersalah.

Akan tetapi, Libya menolak untuk menyerahkan tersangka kepada Amerika Serikat.

Pada 1999, untuk meringankan sanksi PBB atas negaranya, Qaddafi kemudian setuju menyerahkan kedua orang tersebut ke Skotlandia untuk diadili.

Al-Megrahi pun dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada awal 2001. Sementara, Fhimah dibebaskan.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Berakhirnya Perang Verdun dengan Korban 1 Juta Orang

Ganti rugi

Namun, Al-Megrahi dibebaskan setelah pemerintah Amerika Serikat mengungkapkan keberatannya. Ia pun kembali ke Libya pada Agustus 2009 setelah dokter memvonis masa hidupnya yang tinggal tersisa beberapa bulan.

Sebelumnya, al-Megrahi didiagnosa terkena kanker.

Pada tahun 2003, Libya menerima kewajiban tanggungjawabnya atas bom tersebut, tetapi tidak mengungkapkan penyesalannya.

Amerika Serikat kemudian mencabut sanksinya kepada Libya, yang sepakat membayar ganti rugi kepada masing-masing korban sebesar 8 dolar Amerika Serikat saat itu.

Kemudian, di tahun 2004, Perdana Menteri Libya mengatakan bahwa kesepakatan tersebut adalah "harga untuk perdamaian". Ungkapan ini menyiratkan bahwa negaranya hanya bertanggungjawab agar sanksi dicabut.

Pernyataan ini pun direspons dengan kemarahan oleh keluarga para korban.

Tiga tahun setelah kejadian meledaknya pesawat akibat bom tersebut, Pan Airlines bangkrut dan menuntut Libya.

Maskapai ini kemudian menerima biaya sebesar 30 juta dolar Amerika.

Baca juga: INFOGRAFIK: Mengenal Sejarah Harley Davidson

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi