Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Jadi YouTuber, Ini yang Harus Diperhatikan Orangtua

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock
Ilustrasi anak menonton didampingi oleh orangtua.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Masa anak-anak dinilai merupakan masa keemasan atau dikenal dengan Golden Age.

Sebab, pada masa ini anak sedang berada di proses tumbuh kembang dan sangat cepat menyimpan informasi yang ia dapatkan.

Oleh karena itu, kebanyakan orangtua ingin mengabadikan momen tersebut dengan cara memvideo dan memotret, kemudian mengunggahnya di media sosial.

Demi konten

Salah satu kejadian yang sempat viral di media sosial terkait "mengabadikan" momen anak di masa Golden Age, yakni video ulang tahun anak dari Ikram Marki.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penulis Ikram Marki, mengunggah video membangunkan anaknya di tengah malam hanya untuk meniup lilin ulang tahun.

Video itu diunggahnya di akun Twitter @ikramarki pada 8 Desember 2019 lalu.

Lantas, sejumlah warganet pun berkomentar tidak setuju dengan tindakan yang dilakukan Ikram.

"Kasian anak2 jaman sekarang. Hidupnya gak tenang dijadiin bahan konten sama orangtuanya. Lagi tidur dibangunin padahal dia gak ngerti juga ultah itu apa. Tidur yang berkualitas di usia segitu tuh penting untuk tumbuh kembang anak, eeh malah digangguin demi konten gak penting smh," tulis akun @orimikici dalam twitnya.

"Nanti alesannya: 'anak, anak gue. Terserah gue'. Sad but true," tulis akun @argygyaa_ dalam twitnya.

Baca juga: 5 Youtuber Terkaya di Dunia yang Mengelola Channel Game

Penjelasan psikolog

Menanggapi kejadian itu, psikolog anak dari Pion Clinician, Astrid W.E.N menyampaikan bahwa merekam dan membangunkan anak yang sedang tidur merupakan tindakan yang kurang pas.

Apalagi si anak masih dalam usia balita atau Golden Age.

"Kurang pas, kalau ingin memberikan kejutan kepada anak ketika ulangtahun harus disesuaikan dengan usia anak," ujar Astrid saat dihubungi Kompas.com pada Jumat (20/12/2019).

Ia juga menyayangkan atas tindakan yang dilakukan Ikram dan istri terhadap anak tersebut.

Menurutnya, orangtua juga harus memperhatikan kesejahteraan anak agar anak merasa aman dan nyaman.

"Ketika balita, sebenarnya anak dapat menolak dengan mengatakan 'enggak mau'. Jika sudah begitu, kita sebagai orangtua jangan memaksanya," ujar Astrid.

Tak hanya itu, merekam tingkah laku anak yang lucu memang meyenangkan.

Namun, orangtua juga perlu mempertimbangkan apakah si anak mau direkam atau tidak.

Astrid menjelaskan bahwa hal tersebut untuk memastikan apakah konten yang kita unggah membuat nyaman si anak ketika sudah besar atau sebaliknya.

"Kalau mau memvideo itu bukan membuat si anak malu atau mempermalukannya. Jadi bayangkan saja kalau si anak sudah besar melihat video atau fotonya itu merasa nyaman atau tidak," ujar Astrid.

Baca juga: 6 Tokoh Paling Dicari di Google Sepanjang 2019, dari Nadiem hingga Wiranto

Tidak mau difoto

Kemudian, jika si anak sedang tidak ingin berhadapan dengan kamera, Astrid menyarankan agar orangtua tidak memaksanya bergaya di depan kamera.

Sebaliknya, ketika anak memang senang difoto dan atas inisiatif dasar orangtua tidak menjadi masalah.

Tetapi ketika anak sedang tidak ingin difoto, orangtua harus memiliki kepekaan. Sebab, anak belum paham dan terbiasa tersenyum saat dihadapkan dengan kamera.

"Anak-anak pasti berpikiran 'itu kamera buat apasih diliatin? kenapa benda itu mengikuti aku terus ke mana pun?," ujar Astrid.

Dengan demikian, Astrid mengungkapkan agar orangtua harus melindungi hak asasi anak, seperti tidak mengganggu waktu keseharian dia.

"Tidak mengganggu waktu bermain dia, ritme keseharian tetap berjalan, ada waktu makan, waktu tidur, dan si anak juga tidak keberatan ketika difoto," lanjut dia.

Apabila orangtua tidak membiasakan diri untuk menghargai hak asasi anak atau hak privasi anak, hal ini dapat menimbulkan pemikiran bagi si anak bahwa melakukan itu menjadi kewajaran.

Padahal tiap orang punya privasi masing-masing dan hal itu perlu dihargai.

Selain itu, dengan tidak menghargai hak privasi anak, orangtua secara tidak langsung memberikan semacam kekerasan halus kepada anak.

"Kita pikir, kita melakukan hal baik, tetapi sebenarnya kita tengah melakukan kekerasan hak privasi anak," terang Astrid.

Untuk meminimalisirnya, orangtua dapat melakukan pendekatan terhadap anak dengan saling menatap mata dengan mata pada anak.

Sebab, ketika orangtua dan anak saling bertemu pandang, ada respons di sana.

Hal inilah yang tidak dapat dilakukan oleh kamera.

Baca juga: Pasangan Bugil di Taiwan Tertangkap Google Street View, Kok Bisa?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi