Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Bea Masuk E-commerce dan Petisi ke Sri Mulyani...

Baca di App
Lihat Foto
SHUTTERSTOCK
Ilustrasi E-commerce
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menurunkan ambang batas pembebasan bea masuk untuk transaksi via e-commerce dari 75 dollar AS menjadi 3 dollar AS.

Artinya, produk-produk luar negeri yang dibeli melalui e-commerce mulai dari harga 3 dollar AS atau Rp 42.000 (kurs Rp 14.000) sudah dikenai pajak dan bea masuk.

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi menjelaskan, penurunan ambang batas bebas bea masuk tersebut dilakukan untuk melindungi dan memberikan keadilan kepada pelaku usaha terutama UKM dalam negeri.

"Ini menjawab tuntutan masyarakat usaha dan masyarakat umum," ujar Heru seperti dikutip dari Kompas.com, 23 Desember 2019. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelumnya, barang kiriman dengan harga di bawah 75 dollar AS atau Rp 1,05 juta (kurs Rp 14.000) diberi fasilitas bebas bea masuk dan pajak dalam rangka impor.

Adapun besaran tarif yang diberikan sebelumnya untuk produk-produk impor dengan nilai di atas 75 dollar AS berkisar 27,5 persen hingga 37,5 persen.

Tarif tersebut terdiri atas bea masuk sebesar 7,5 persen, Pajak Penghasilan (PPN) sebesar 10 persen, dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 10 persen untuk yang ber-NPWP dan 20 persen yang tak memiliki NPWP.

Meski demikian, tidak semua kalangan bisa menerima aturan tersebut.

Baca juga: 5 Fakta soal Belanja Barang Impor Via E-Commerce Kena Pajak

Petisi ke Sri Mulyani

Sejumlah pelaku usaha pun melayangkan petisi melalui situs Change.org.

Petisi tersebut digalang oleh Irwan Ghuntoro ditujukan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi. 

Dalam petisi tersebut disebutkan bahwa penjual importir kecil, supplier dropshiping online shop dan para pengrajin yang membutuhkan bahan baku yang tidak ada di Indonesia merasa sangat terjerat dengan adanya rilisan pengenaan pajak pada nilai 3 dollar AS, di mana menurut logika lebih tidak adil.

Hingga Selasa, 24 Desember 2019 malam sudah ada 135 orang menandatangi petisi tersebut dari target pengumpulan 200 tanda tangan.

"Banyaknya penjual online shop, drop shipping terutama di kalangan masyarakat, yang mereka jual 80 persen barang impor. Jika impor dipersulit lagi maka berapa besar distributor mereka yang tutup dan menganggur," kata dia dalam petisi. 

Tanggapan pelaku usaha

Sementara itu, Ketua Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Ilham Masita mengatakan jumlah pelaku e-commerce yang memanfaatkan bebas bea masuk masih minim. 

"Yakni kurang dari 1 persen dari impor keseluruhan," katanya kepada Kompas.com, Selasa (24/12/2019). 

Baca juga: Sistem Bea Cukai Bakal Tersambung dengan Sistem E-Commerce, Apa Tujuannya?

Selain itu, pemerintah juga perlu mengantisipasi maraknya impor ilegal atau borongan akibat penerbitan aturan tersebut. 

Adanya aturan penurunan ambang batas bea masuk juga berpotensi menyebabkan merosotnya pendapatan PT Pos Indonesia (Persero).

"Karena hampir sebagian besar pengiriman impor e-commerce melalui PT Pos Indonesia (Persero)," ujarnya.

Zaldy juga mengatakan sikap defensif pemerintah dalam menurunkan batas bea masuk menunjukkan produk Indonesia masih kalah bersaing dengan produk luar negeri.

Sehingga, pekerjaan rumah pemerintah saat ini adalah membuat kebijakan yang bisa meningkatkan daya saing produk dalam negeri.

"Bagaimana kita bisa meningkatkan ekspor kalau produk kita tidak kompetitif?" kata Zaldy.

"Juga bagaimana membuat bangsa Indonesai bangga dengan produk dalam negeri. Tanpa dua hal itu, walau pun banyak aturan yang dibuat maka produk luar negeri masih tetap dicari," urainya.

(Sumber: Kompas.com/ Mutia Fauzia | Editor: Yoga Sukmana)

Baca juga: Siap-siap, Beli Barang Impor di E-commerce Rp 42.000 Kena Bea Masuk

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi