Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Gerhana Matahari Cincin dan Fenomena di 2031...

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/HAAS
Foto 2- Penampakan puncak gerhana matahari parsial di Kota Semarang pukul 12.48 WIB melalui teleskop, Kamis (26/12/2019
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Hari ini, Kamis (26/12/2019) sejumlah wilayah di Indonesia mengalami kenampakan fenomena Gerhana Matahari Cincin (GMC).

Fenomena ini terbilang langka sebab tidak setiap tahun masyarakat dapat menyaksikan peristiwa alam tersebut.

Astronom amatir Indonesia, Marufin Sudibyo mengungkapkan bahwa peristiwa GMC ini dapat kembali disaksikan pada tahun 2031 mendatang.

"Gerhana Cincin berikutnya di Indonesia baru akan terjadi pada 21 Mei 2031 kelak," ujar Marufin saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/12/2019).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menurutnya, GMC tidak memiliki pola kenampakan yang khas.

Baca juga: 5 Fakta Gerhana Matahari Cincin di Indonesia pada 26 Desember

Dampak Gerhana Matahari Cincin

Sementara itu, fenomena alam akibat terhalangnya cahaya matahari dan bulan ini juga berdampak bagi masyarakat Indonesia, terutama lebih bersifat spiritual.

Marufin menyampaikan bahwa kejadian alam ini membuat masyarakat Indonesia mengagumi kinerja semesta dan sang Pencipta.

Hal itu direfleksikan dengan banyaknya masyarakat yang datang ke sejumlah titik pengamatan dan merasa terinspirasi oleh peristiwa langit tersebut.

Tidak hanya berdampak secara spiritual, fenomena Gerhana Matahari Cincin juga membawa dampak secara fisis.

"Kalau dampak secara fisis, gerhana berpengaruh kepada produksi listrik sel surya," ujar Marufin.

Adapun pengaruh tersebut terasa di luar negeri, seperti adanya keluhan tentang produksi daya listrik surya yang turun drastis selama berlangsungnya gerhana.

Namun, data tersebut belum tercatat jelas di Indonesia.

Baca juga: INFOGRAFIK: Gerhana Matahari Cincin 26 Desember 2019

Sisi Menarik Gerhana Matahari Cincin

Meski harus menunggu 12 tahun kemudian untuk menyaksikan keindahan fenomena alam ini, ternyata GMC memiliki sisi menarik yang sama menariknya dengan Gerhana Matahari Total (GMT).

Marufin mengatakan, GMT dan GMC sama-sama menyebabkan kecerlangan langit di siang hari menurutn drastis.

"Dalam kondisi normal (bukan gerhana), langit siang hari memiliki limiting magnitude +3,5 sehingga hanya Venus yang dapat terlihat," katanya lagi.

Diketahui, limiting magnitude atau pembatas magnitudo adalah magnitudo semu yang samar dari benda langit yang dapat dideteksi atau dideteksi oleh instrumen tertentu.

Ia menjelaskan bahwa hal itu pun membutuhkan pengamat berpengalaman untuk menemukannya.

Sebaliknya, pada saat puncak GMC yang berlangsung siang hari tadi, langit bisa 40 kali lebih redup dengan limiting magnitude anjlok ke +0,5.

"Langit lebih redup memungkinkan benda-benda langit yang tampak berdekatan dengan Matahari dan selama ini sukar diamati menjadi lebih mudah terlihat," imbuhnya.

Benda langit yang terlihat misalnya Merkurius dan juga komet-komet pelintas yang sangat dekat dengan Matahari (sungazer), seperti komet-komet SOHO dan Kreutz.

Sehingga upaya memahami alam semesta tetap dapat dilakukan dalam peristiwa GMC.

Baca juga: Link Live Streaming Gerhana Matahari Cincin 26 Desember 2019 dari Siaran BMKG

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi