Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banjir Jakarta Dikabarkan Mulai Surut, Ini Penyakit yang Perlu Diwaspadai

Baca di App
Lihat Foto
DOKUMENTASI BNPB
Tampilan banjir Jakarta dari helikopter yang mengangkut Kepala BNPB Doni Monardo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, saat mereka meninjau kondisi banjir terkini pada Rabu (1/1/2020).
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Banjir yang menggenangi Jakarta dan sekitarnya dikabarkan mulai surut pada Kamis (2/1/2020) siang.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat setidaknya 16 orang meninggal akibat banjir di Jabodetabek hingga Kamis (2/1/2020).

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjend Doni Monardo mengimbau masyarakat untuk mewaspadai penyakit pasca-banjir, seperti penyakit kulit, ISPA, diare, Leptospirosis dan lain-lain.

Hal itu diungkapkannya usai memimpin langsung Rapat Koordinasi Penanganan Dampak Banjir Jabodetabek di Ruang Rapat Lt. 15 Gedung Graha BNPB, Jakarta Timur, Kamis (2/1/2020).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar korban akibat banjir tidak bertambah, masyarakat diminta untuk mewaspadai penyebaran penyakit setelah banjir melanda.

Dalam laman resmi organisasi kesehatan dunia (WHO) dijelaskan, banjir juga dapat meningkatkan penyebaran penyakit.

Di antaranya adalah sebagai berikut:

Kolera

Penyakit kolera menyebar karena terbawa oleh aliran air.

Kolera ialah infeksi usus yang sudah akut yang disebabkan oleh makanan atau minuman dikonsumsi sebelumnya telah terpapar bakteri Vibrio Cholerae.

Gejala dari penyakit kolera ialah diare parah serta muntah.

Hal itu berakibat hilangnya cairan tubuh hingga menyebabkan dehidrasi. Bila tidak diobati, penderita dapat mengalami kematian .

Baca juga: Berikut Analisis Ahli Hidrologi UGM soal Banjir Jakarta di Awal Tahun 2020

Hepatitis

Selain kolera, penyakit yang perlu diwaspadai adalah Hepatitis A.

Hepatitis A merupakan penyakit peradangan dikarenakan virus hepatitis A.

Adapun gejala dari penyakit ini adalah menyerupai flu seperti kelelahan, kehilangan nafsu makan, mual, demam dan tinja berwarna gelap.

Selain itu, kulit serta mata dapat berubah menjadi kuning lantaran hati tak bisa memproses bilirubin dalam darah.

Salah satu obat dari penyakit ini adalah dengan beristirahat. Selain itu, penderita juga harus menghindari alkohol serta makanan berminyak atau berlemak.

Leptospirosis

Selanjutnya, yakni penyakit leptospirosis, penyebabnya yakni air yang terkontaminasi oleh urine hewan, utamanya tikus.

Gejala dari penyakit ini adalah demam tinggi, sakit kepala parah, nyeri otot, menggigil serta muntah.

Apabila terkena penyakit ini, penderita diminta segera mendatangi puskesmas atau rumah sakit bila mengalami gejala tersebut.

Infeksi juga menjadi gejala terjangkit leptospirosis. Bakteri leptospira biasanya akan masuk melalui kulit yang lecet.

Penyakit ini bisa menyebabkan gagal ginjal, bahkan bisa menimbulkan kematian apabila tidak ditangani dengan tepat.

Baca juga: Banjir Jakarta, Lebih dari 35.000 Orang Mengungsi

Penyakit vektor

Selain penyakit yang menyebar melalui air, banjir juga dapat menyebabkan penyakit oleh vektor atau hewan pembawa penyakit.

Nyamuk misalnya, setelah banjir umumnya banyak air yang tergenang dan hal itu membuat nyamuk untuk berkembang biak.

Akibatnya, munculnya penyakit malaria.

Malaria sendiri dikarenakan parasit yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles.

Parasit tersebut berpindah ke hati penderita dan kemudian masuk ke aliran darah untuk menginfeksi sel-sel darah.

Adapun gejala dari malaria adalah demam, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, serta anemia.

Nyamuk juga membawa penyakit lain yakni virus West Nile. Virus ini tidak akan menimbulkan gejala apapun.

Kendati demikian, terdapat beberapa penderita yang mengalami layaknya flu ringan.

Virus ini bekerja dengan mempengaruhi sistem saraf penderitanya.

Baca juga: Banjir Jakarta, Lebih dari 35.000 Orang Mengungsi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: WHO
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi