Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Viral, Fenomena "Awan Tsunami" di Kepulauan Selayar, Ini Penjelasannya

Baca di App
Lihat Foto
Facebook: Putra Siswanto
Viral foto dan video fenomena awan tsunami di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Sebuah foto menampilkan gumpalan awan berwarna gelap dan terang di langit Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan beredar di media sosial Facebook pada Kamis (9/1/2020).

Adapun foto itu pertama kali diunggah oleh akun Facebook bernama Putra Siswanto pada Rabu, 8 Desember 2020.

Tidak hanya foto, Putra juga mengunggah video berdurasi 14 detik yang memperlihatkan kondisi langit yang gelap seperti akan datangnya gelombang tsunami.

"Awan sunami. Kab. Kep. Selayar," tulis Putra dalam keterangan foto.

Saat dikonfirmasi, Putra menjelaskan bahwa foto tersebut diambil pada Rabu (8/1/2020) pukul 07.42 WITA.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Itu kejadiannya pagi sekitar jam 07.42 WITA, sebelum apel kesiapsiagaan dalam rangka mengantisipasi dan menghadapi terjadinya ancaman bencana alam banjir dan tanah longsor di wilayah Kabupaten Kepulauan Selayar," ujar Putra kepada Kompas.com, Kamis (9/1/2020).

Hingga kini unggahan tersebut telah dibagikan sebanyak 58 kali dan direspons sebanyak 21 kali oleh pengguna Facebook lainnya.

Meski begitu, foto "awan tsunami" ini menjadi viral ketika diunggah oleh akun Instagram Makassar Info.

Baca juga: Viral Gunung Sumbing Disebut Mengerikan karena Tertutup Awan Bertingkat

Penjelasan LAPAN

Terkait fenomena tersebut, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin menjelaskan bahwa kejadian "awan tsunami" dikategorikan dalam jenis awan stratus.

"Pada foto/video itu terlihat jenis awan stratus. Setidaknya ada 2 lapis. Yang terang itu awan stratus yang lebih tinggi," ujar Thomas saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/1/2020).

Menurutnya, jenis awan stratus itu terbentuk karena pertemuan udara hangat yang mengandung uap air dan udara dingin pada ketinggian tertentu.

Selain itu, bentuk awan jenis stratus ini bergantung pada dinamika atmosfer pada daerah pembentukan awan tersebut.

Artinya, jika dinamika atmosfer itu aktif, maka diperkirakan dapat makin tebal membentuk awan stratonimbus (awan hujan lembaran).

Adapun awan stratonimbus akan buyar dengan turunnya hujan, atau menipis karena tertiup angin.

"Ada yang berbentuk lembaran, disebut awan stratus. Dan ada yang berbentuk gerombolan awan, disebut kumulus," ujar Thomas.

Meski begitu, kemungkinan muncul awan stratus ini bisa terjadi di mana saja baik siang hari maupun malam hari.

Baca juga: Fenomena Topi Awan yang Terjadi Serentak di 4 Gunung, Ada Apa?

Berdasarkan Citra Satelit

Sementara itu, penjelasan terkait fenomena awan stratus ini juga dibenarkan oleh astronom amatir, Marufin Sudibyo, melalui Citra Satelit.

Ia menegaskan bahwa awan tersebut bukanlah awan Cumulonimbus yang menjadi sumber hujan deras.

"Kalau berdasarkan Citra Satelit, memang ada tutupan awan di Selayar kemarin. Tapi bukan awan Cumulonimbus yang menjadi sumber hujan deras/badai," ujar Marufin saat dihubungi terpisah, Kamis (9/1/2020).

Marufin menyampaikan, jika melihat penampakan dalam unggahan itu, awan tersebut termasuk ciri khas awan stratocumulus.

Menurutnya, awan stratocumulus yang terbentuk akibat gabungan antara awan stratus (awan berketinggian menengah dengan ciri khas nampak berlapis-lapis) dan awan cumulus (awan berketinggian rendah dengan ciri khas bergumpal-gumpal).

"Jadi, ini awan dengan dasar rendah dan puncak menengah bisa mendatangkan hujan tapi bukan hujan deras atau badai," ujar Marufin.

Terkait kemunculan awan ini, Marufin mengungkapkan, awan sejenis stratocumulus biasa dijumpai di tempat lain, terutama di saat musim hujan.

Baca juga: Keluarkan Awan Panas, Ini Letusan-Letusan Besar yang Pernah Terjadi di Merapi

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi