Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Raup Pendapatan Rp 37 Triliun, Ini Produsen Drone Pembunuh Jenderal Iran

Baca di App
Lihat Foto
AFP/GETTY IMAGES NORTH AMERICA/Isaac Brekken
Sebuah pesawat tanpa awak (drone) MQ-9 Reaper terbang dalam sebuah latihan misi di Pangkalan Udara Creech di Indian Springs, Nevada, Amerika Serikat (AS), pada 17 November 2015.
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Pada Jumat, 3 Januari 2020 pekan lalu militer AS melancarkan serangan ke Bandara Internasional Baghdad, Irak menggunakan pesawat tanpa awak (drone) berjenis MQ-9 Reaper.  

Drone tersebut menembakkan 2 rudal Hellfire pada kendaraan Qasem Soleimani dan rombongan sehingga menewaskan Jenderal Iran itu. 

MQ-9 Reaper merupakan drone berbobot 2,5 ton yang ditaksir memiliki harga senilai 16 juta dollar AS atau sekitar Rp 224 miliar (kurs Rp 14.000). MQ-9 Reaper dapat menjangkau jarak hingga 1.200 mil.

Pesawat tanpa awak ini merupakan salah satu senjata paling penting di gudang senjata AS.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MQ-9 Reaper diproduksi oleh perusahaan asal Amerika Serikat bernama General Atomics (GA). 

Lantas, seperti apa perusahaan General Atomics (GA)? Serta siapa pemiliknya?

Mengenal General Atomics 

General Atomics (GA) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertahanan dan bermarkas di San Diego, Amerika Serikat. 

Diperkirakan perusahaan ini bisa mendapatkan penghasilan mencapai 2,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 37,8 triliun (kurs Rp 14.000) setiap tahunnya.

 

Melansir dari Forbes, perusahaan ini menjadi kontraktor swasta terbesar di Amerika Serikat yang melayani sejumlah negara di Eropa dan Timur Tengah. Misalnya Italia, Spanyol, dan Uni Emirat Arab.

GA pertama kali memperkenalkan drone bernama Predator melalui perusahaan terafiliasi mereka yakni General Atomics Aeronautical Systems, Inc. (GA-ASI). 

Predator pertama kali diperkenalkan pada 25 tahun yang lalu dalam misi mengawasi pasukan Serbia saat Amerika dipimpin oleh Bill Clinton.

Predator juga menjadi drone pertama yang terbang di atas Afganistan setelah serangan teroris yang dikenal dengan 9/11 terjadi di Amerika, pada 2001.

Sejak saat itu, Predator telah mengalami banyak perkembangan. Misalnya, sudah dilengkapi dengan kamera, peralatan komunikasi, dan rudal Hellfire.

Drone Predator dapat difungsikan untuk mengawasi, melacak, dan membunuh orang atau kelompok yang menjadi target.

MQ-9 Reaper merupakan pengembangan dari drone Predator atau disebut sebagai Predator B. 

Akan tetapi, pihak perusahaan tidak mau menanggapi permintaan wawancara Forbes yang ingin menanyakan penjualan drone ke negara di berbagai dunia, juga mengenai pendapatan per tahun dari perusahaan itu.

Baca juga: Mengenal MQ-9 Reaper, Drone Pembunuh Jenderal Iran Qasem Soleimani

Neal Blue, milyarder di balik General Atomics 

Neal Blue (84) diketahui menjadi sosok penting di balik peralatan militer tersebut.

Ia merupakan pemimpin dan pemilik 80 persen saham di General Atomics (GA). 

Sementara itu, 20 persen sisa saham yang ada (1 miliar dolar Amerika) dimiliki oleh saudara laki-lakinya bernama Linden Blue.

Bersama Linden, ia membeli perusahaan energi nuklir dari Chevron senilai 60 juta dollar Amerika pada 1986.

Neal Blue memiliki kekayaan senilai 4,1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 57,4 triliun (kurs Rp 14.000). Total kekayaannya tersebut membuat Blue masuk dalam jajaran 400 orang terkaya versi Forbes.

Bahkan ia menduduki posisi ke-179 di antara 400 milyarder yang masuk daftar. Data ini terakhir diperbaharui pada Jumat (10/1/2020).

 

Sebelumnya, Neal bertugas di angkatan udara Amerika sebagai penjaga senjata nuklir setelah menyelesaikan pendidikan di Yale University di Connecticut, Amerika Serikat.

Dari hasil pendidikannya, ia memperoleh gelar sebagai Bachelor of Arts/Science.

Baca juga: Mengapa Trump Nekat Pancing Iran melalui Serangan yang Tewaskan Qasem Soleimani?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Forbes
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi