Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pusaran Kasus Korupsi Jiwasraya dan Dugaan Korupsi di PT Asabri

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo
Mengenal Asabri
Penulis: Mela Arnani
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Bola panas kasus korupsi di perusahaan pelat merah sedang menjadi perbincangan hangat di masyarakat.

Belum usai kasus korupsi yang menjerat Jiwasraya, kabar dugaan korupsi di PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) mencuat ke publik.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan ( Menko Polhukam) Mahfud MD bahkan menyebut angka korupsi di Asabri tidak kalah fantastisnya dengan kasus Jiwasraya, lantaran di atas Rp 10 triliun.

Bagaimana perjalanan kedua kasus tersebut:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

 

Asuransi Jiwasraya

Diberitakan Kontan, 11 Januari 2020, Jiwasraya mengaku gagal bayar klaim polis mencapai Rp 12,4 triliun.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan penyimpangan pengelolaan investasi asuransi Jiwasraya dari tahun 2010-2019.

Baca juga: Perjalanan Jiwasraya, Pionir Asuransi Jiwa yang Kini Terseok-seok

Disebutkan, dalam pasar modal, Jiwasraya melakukan perdagangan saham melalui dua metode, yaitu transaksi langsung perusahaan yang difasilitasi broker perdagangan saham dan pembelian saham lewat manager investasi dalam bentuk reksadana.

Penyimpangan investasi ini melibatkan internal Jiwasraya pada tingkat direksi, general manager, hingga pihak di luar perusahaan.

Penyimpangan yang dilakukan berupa investasi pada saham-saham yang berkualitas rendah dan dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan.

"Analisis pembelian dan penjualan saham diduga dilakukan secara perkiraan dan tidak didasarkan atas data yang valid dan obyektif," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna, Rabu (8/1/2020).

Jiwasraya dikabarkan melakukan aktivitas jual beli saham pada waktu berdekatan.

Baca juga: Mengenal Asabri, Perusahaan BUMN yang Diduga Terindikasi Korupsi oleh Mahfud MD

Saham overprice

Ini dilakukan untuk menghindari pencatatan unrealized gross yang diduga sebagai praktik window dressing.

Modus yang digunakan yaitu Jiwasraya membeli saham overprice yang kemudian dijual pada harga negosiasi atau di atas perolehan kepada manajer investasi. Setelah itu, dibeli kembali oleh perusahaan.

"Jual beli ini dilakukan dengan pihak tertentu secara negosiasi agar bisa memperoleh harga tertentu yang diinginkan, kepemilikan atas saham tertentu melebihi batas maksimal yaitu di atas 2,5 persen," ujar dia.

Bukan hanya itu, Jiwasraya juga berinvestasi secara langsung pada saham-saham tidak likuid dengan harga tak wajar.

Hal tersebut diduga dilakukan manajemen Jiwasraya bersama manajer investasi, di mana keduanya menyembunyikan beberapa reksadana dengan underlying saham.

Lebih lanjut Agung menjelaskan, pihak yang diajak bertransaksi saham oleh manajemen merupakan grup yang sama, sehingga diduga terdapat dana perusahaan dikeluarkan melalui grup itu.

Sehingga, terdapat indikasi jual beli saham dilakukan oleh pihak-pihak yang harga jual beli tidak mencerminkan harga yang sebenarnya.

Saham-saham yang diperjualbelikan ini merupakan saham-saham yang berkualitas rendah, di mana pada akhirnya mengalami penurunan nilai dan tidak likuid.

Baca juga: 5 BUMN yang Dominasi Pasar, dari Pertamina hingga Semen Indonesia

Investasi reksadana

Disebutkan, saham-saham ini antara lain BJBR, SMBR, dan PPRO, yang diindikasi ada kerugian sementara akibat transaksi diperkirakan sekitar Rp 4 triliun.

Bukan hanya saham, penyimpangan juga terjadi pada investasi reksadana Jiwasraya.

Per 30 Juni 2018, Jiwasraya mempunyai sekitar 28 produk reksadana, dengan 20 produk reksadana di atas 90 persen.

Reksadana ini sebagian besar dengan underlying saham berkualitas rendah dan tidak likuid.

Disebutkan juga, analis manajer investasi dari Jiwasraya dalam rencana subscription reksadana tidak dilakukan secara memadai, diduga dibuat secara perkiraan agar manajer investasi terlihat seolah memiliki kinerja yang baik, sehingga dapat dipilih Jiwasraya untuk menempatkan investasi.

Di antara saham-saham dan MTN merupakan arahan dari Jiwasraya, di mana seharusnya tidak dilakukan Jiwasraya selaku investor.

Jual beli saham diindikasikan dilakukan pihak-pihak terafilasi dan diduga dilakukan dengan melakukan rekayasa harga, sehingga harga jual beli tidak mencerminkan harga sebenarnya.

Indikasi kerugian sementara akibat turunnya nilai saham pada reksadana ini diperkirakan Rp 6,4 triliun.

Baca juga: Kasus Jiwasraya, dari Bermasalah sejak Era SBY hingga Bungkamnya Erick Thohir

PT Asabri

Sementara, pusaran kasus korupsi di lingkungan PT Asabri (Persero) diduga di atas Rp 10 triliun.

Saham-saham milik Asabri dikabarkan mengalami penurunan sepanjang 2019.

Penuruhan harga saham di portofolio milik Asabri bahkan terjadi mencapai 90 persen.

Kendati kabar ini muncul ke publik, pihak Asabri belum berkomentar.

Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto menuturkan, pihaknya tidak pernah membahas ini saat pertemuan di Istana Wakil Presiden, Kamis (9/1/2020) lalu.

Menurut Hadiyanto, pihaknya hanya memerintahkan Asabri dalam hal penempatan investasi harus memperhatikan manfaat jangka panjang dan memberikan keuntungan ke perusahaan.

Berbeda dengan kasus Jiwasraya, Menteri BUMN Erick Thohir belum angkat bicara lantaran belum memegang hasil audit dari BPK.

Pemberitaan Kontan, 29 November 2019 lalu, Sekretaris Perusahaan Asabri Djoko Rachmadhy menuturkan, strategi investasi Asabri berjalan sesuai dengan rekomendasi dari komite investasi yang sudah mempertimbangkan aspek regulasi dan tata kelola perusahaan.

Menurutnya, pemilihan aset termasuk saham sudah sesuai dengan aturan yang mengikat Asabri.

Berdasarkan Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) hingga November 2019, Asabri mempunyai portofolio di 14 saham dengan kepemilikan di atas 5 persen, yaitu BBYB sebanyak 20,13 persen, FIRE sebanyak 23,66 persen, HRTA sebanyak 5,26 persen, ICON sebanyak 5,02 persen, IIKP sebanyak 11,58 persen, INAF sebanyak 13,92 persen, MYRX sebanyak 5,40 persen, NIKL sebanyak 10,31 persen, PCAR sebanyak 25,14 persen, POLA sebanyak 7,65 persen, POOL sebanyak 7,43 persen, PPRO sebanyak 5,33 persen, SDMU sebanyak 18,06 persen, dan SMRU sebanyak 6,61 persen.

Baca juga: Saat Rudal Iran Membuat Harga Minyak Naik dan Saham Berguguran...

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Mengenal Asabri

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: Kontan.co.id
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi