Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Fenomena Kepala Daerah Bawa "Gerbong" Keluarga Jadi Pejabat...

Baca di App
Lihat Foto
CHRISTOFORUS RISTIANTO/KOMPAS.com
Ilustrasi Aparatur Sipil Negara (ASN)
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Pengangkatan sejumlah anggota keluarga pejabat di Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Kota Pekanbaru di jajaran pemerintah daerah setempat menjadi perhatian.

Seperti diberitakan Kompas.com, anak dan menantu Wali Kota Pekanbaru Firdaus menduduki jabatan strategis.

Anak wali kota Pekanbaru, Riski Amelia Firdaus, menjabat Kepala Bidang Akuntansi di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).

Suami Riski, Mayu Indera Feriadi, diangkat menjadi Kepala Sub Bidang Pajak Reklame dan Air Tanah di Badan Pendapatan (Bapenda) Kota Pekanbaru.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sementara itu, di Pemprov Riau, seperti diberitakan Kompas.com, 10 Januari 2020, kerabat Gubernur Riau Syamsuar dan keluarga Sekretaris Daerah (Sekda) Riau Yan Prana Jaya Indra Rasyid ada di jajaran pejabat yang baru dilantik.

Baca juga: Anak dan Menantu Wali Kota Pekanbaru Juga Diangkat Jadi Pejabat

Berikut daftarnya:

Pejabat yang berwenang menyatakan, pengangkatan kerabat kerabat para pejabat ini sesuai prosedur yang berlaku.

Tak hanya di Pemkot Pekanbaru dan Pemprov Riau, sebelumnya, Kutai Timur juga menjadi perhatian.

Di daerah ini, Bupati Kutai Timur dijabat Ismunandar, sementara istrinya, Encek UR Firgasih menjabat sebagai Ketua DPRD.

Baca juga: Menantu Gubernur hingga Istri Sekda Duduki Jabatan Strategis di Pemprov Riau

Bagaimana melihat fenomena ini?

Pengamat politik dan akademisi Universitas Gadjah Mada, Kuskrido Ambardi, menilai, fenomena ini menunjukkan gejala nepotisme.

Menurut dia, promosi jabatan seharusnya didasarkan pada prestasi dan pengabdian.

"Saya kira itu gejala nepotisme yang kini mulai merebak lagi, yakni penggunaan kekuasaan untuk mempromosikan anggota keluarga dalam proses penentuan dan peningkatan karier birokrasi," ujar Kuskrido, yang biasa disapa Dodi, saat dihubungi Kompas.com pada Minggu (12/1/2020).

Dodi menilai, dalam hal seperti ini, sorotan publik merupakan hal yang wajar karena kepala daerah memiliki kewenangan untuk memutuskan mereka yang menjabat posisi di pemerintahan daerah.

"Kalau dalam sumpah jabatan gubernur, ada pernyataan bertindak adil, maka nepotisme itu bertabrakan dengan janji berbuat adil tersebut," ujar Dodi.

Selain itu, menurut dia, wajar pula jika ada istilah "aji mumpung" ketika melihat fenomena seperti ini.

"Aji mumpung itu terkait dengan lamanya jabatan gubernur dipegang. Nepotisme untuk mempromosikan kerabat di birokrasi hanya bisa dilakukan sewaktu dia menjabat sebagai gubernur saja," lanjut Dodi.

Pendapat yang hampir sama dilontarkan pengamat politik Ray Rangkuti.

Ray menilai, praktik seperti ini hampir terjadi di setiap level pemerintahan dan politik.

"Dulu telah pernah kita atur agar praktik seperti ini dicegah melalui ketentuan perundang-undangan. Namun ketentuan itu kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi," ujar Ray saat dihubungi terpisah oleh Kompas.com pada Minggu (12/1/2020).

Ray mengatakan, pelarangan nepotisme politik sebenarnya sesuatu yang wajar dan menjadi bagian dari pembenahan sistem pemerintahan di era modern.

Oleh karena itu, praktik nepotisme melalui jabatan keluarga atau kerabat baik di politik maupun di pemerintahan kini masih terjadi.

Ia sendiri berpendapat bahwa hal ini bertentangan dengan prinsip pengelolaan pemerintahan yang bersih, baik, dan akuntabel.

Menurut dia, jika praktik seperti ini semakin sering terjadi, seharusnya Komite Aparatur Sipil Negara (KASN) meneruh perhatian.

"Apakah dalam proses rekrutmennya dilakukan dengan cara yang sesuai atau tidak," ujar Ray.

Ia juga mengingatkan masyarakat untuk kritis dan melakukan pengawasan, terutama jika ada indikasi nepotisme pada jajaran pemerintahan daerah.

"Tanpa kepedulian mereka (warga), praktik seperti ini akan bisa berjalan mulus dan terus menerus. Warga harus proaktif jika memang memandang ada sesuatu yang kurang tepat dalam proses pengelolaan pemerintahan," kata Ray.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi