Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Doktor Sosiologi
Bergabung sejak: 13 Des 2017

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Pelajaran dan Agenda Pengelolaan Kelautan

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT
KRI Karel Satsuitubun-356 (kanan) terlihat dari KRI Usman Harun-359 dibayangi Kapal Coast Guard China-5305 (kiri) saat melaksanakan patroli mendekati kapal nelayan pukat China yang melakukan penangkapan ikan di ZEE Indonesia Utara Pulau Natuna, Sabtu (11/1/2020). Dalam patroli tersebut KRI Usman Harun-359 bersama KRI Jhon Lie-358 dan KRI Karel Satsuitubun-356 melakukan patroli dan bertemu enam kapal Coast Guard China, satu kapal pengawas perikanan China, dan 49 kapal nelayan pukat asing.
Editor: Laksono Hari Wiwoho

KONFLIK Indonesia-China di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Kepulauan Natuna yang belakangan ramai diberitakan sesungguhnya bukan hal baru.

Peristiwa serupa pernah terjadi pada Maret 2016, setelah delapan nelayan China ditangkap petugas Kapal Pengawas Hiu 11 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Tanggapan yang dilontarkan pemerintah China ketika itu pun serupa. Negara Tirai Bambu tersebut tetap merasa tak bersalah karena menganggap perairan Natuna adalah lokasi penangkapan ikan tradisional yang sudah sejak dahulu kala ada nelayan mereka di sana.

Dengan kata lain, lahan tersebut diklaim sebagai bagian dari kawasan di Laut China Selatan yang berbentuk U (dikenal dengan Sembilan Garis Putus atau Nine-Dash Line). Kawasan tersebut dideklarasikan China pada tahun 1947.

Oleh karena itu, akhirnya Kapal-kapal nelayan China nampak tak gentar keluar-masuk meski klaim Indonesia atas ZEE Kepulauan Natuna didasarkan pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi, ulah Negeri Tirai Bambu yang mengklaim berhak atau bahkan memiliki teritori atas wilayah di Laut China Selatan telah lama membuat geram negara-negara ASEAN.

Malaysia membawa kasus pelanggaran dan klaim sepihak China atas Laut China Selatan ke PBB. Proposal telah dilayangkan oleh pemerintah Malaysia pada pertengahan Desember lalu.

Sebelumnya, pada 2016, Pengadilan Arbritase Tetap Internasional (Permanent Court Arbitration/PCA) yang berada di bawah naungan PBB memenangkan Filipina terhadap klaim sepihak China atas wilayah laut China Selatan.

Mahkamah PCA, yang mendasarkan putusannya pada UNCLOS 1982, memutuskan China telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina.

Sembilan Garis Putus yang dijadikan alasan China dinyatakan tidak memenuhi syarat hukum internasional, dan tidak ada bukti sejarah bahwa China menguasai dan mengendalikan sumber daya di Laut China Selatan.

Namun, pemerintah China tidak menerima putusan tersebut. Negara ASEAN lainnya, Vietnam, juga terlibat konflik wilayah dengan China di Laut China Selatan.

Operasi maritim

Terlepas dari aspek legal di ZEE Natuna, sejatinya pencurian ikan oleh kapal-kapal China sudah berlangsung lama tetapi baru sekarang mendapat perhatian luas.

Pemerintah perlu cara baru untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya kelautan sekaligus membenahi kemampuan operasi maritim.

Kompleksitas geostrategis negeri ini yang terdiri dari ribuan pulau dan terdiri dari tiga wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang terbuka bagi pihak internasional membutuhkan keandalan operasi maritim TNI. Terutama yang terkait dengan masalah operasi cegatan maritim.

Operasi ini harus bisa dilakukan di perairan manapun, baik di wilayah NKRI maupun di luar.

Operasi maritim membutuhkan keandalan infrastruktur keamanan laut dan pembaruan terhadap doktrin pertahanan laut yang mengedepankan aspek intelijen dan teknologi.

Bidang intelijen maritim harus dibenahi sehingga mencapai kemampuan pengawasan yang tangguh. Situasi dunia menuntut agar Indonesia mampu mewujudkan kemampuan intelijen maritim yang canggih.

Intelijen maritim merupakan bagian intelijen strategis dalam upaya untuk menjamin stabilitas nasional dan upaya untuk penginderaan terhadap lingkungan strategis baik di dalam maupun di luar negeri.

Intelijen maritim fokus pada kegiatannya terkait bidang maritim atau yang berpengaruh terhadap kemampuan maritim negara asing maupun negara sendiri.

Kapasitas dan postur intelijen nasional sebaiknya diarahkan untuk meneguhkan kemampuan intelijen maritim.

Jangan ada lagi operasi intelijen yang sektarian, yaitu yang membatasi pada dimensi pengamanan dan sektoral. Misalnya, TNI Angkatan Laut (AL) tidak lagi membatasi pada naval intelligence, tetapi lebih luas yaitu maritime intelligence yang mampu menyediakan informasi strategis kepada institusi maritim nasional. Seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, Kementerian Pariwisata, Kementerian Lingkungan Hidup, Bea Cukai, dan Kepolisian.

Untuk itu, urgensi membangun sejumlah infrastruktur pangkalan dan sarana pemeliharaan kapal perang tak terhindarkan lagi.

Infrastruktur tersebut utamanya untuk mendukung efektivitas Markas Komando Armada ketiga yang terletak di Sorong, Papua Barat.

Selama ini kekuatan tempur TNI AL masih bertumpu pada dua armada wilayah, yakni barat atau Armabar, dan timur atau Armatim. Jumlah kapal perang milik TNI AL hanya berjumlah 151 unit. Padahal, jumlah kapal perang RI pada 1960-an berjumlah hingga 162 kapal.

Sistem komando armada yang bertugas membina kemampuan Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT) yang terdiri dari kapal perang, pesawat udara, pasukan marinir, dan pangkalan sebaiknya lebih bersinergi dengan instansi lain yang juga mengelola wilayah laut.

Kemampuan peperangan laut dan kesiapan operasi laut pada saat ini harus bisa berubah menjadi operasi non-perang yang mendukung penegakan kedaulatan dan hukum di laut, serta mengamankan potensi ekonomi di laut.

Sistem pengawasan kelautan terpadu

Tugas penting lanjutannya adalah membentuk sistem nasional pengawas kelautan yang andal dengan tiga aspek penting.

Pertama, aspek informatif. Sistem harus memberikan informasi yang lengkap tentang kondisi kelautan nasional, baik dari sisi sumber daya laut, keadaan perairan, cuaca, kejadian penting di laut (accident maupun incident), tanda-tanda navigasi laut yang sangat membantu bagi kapal berlayar, dan segala informasi mengenai laut lainnya.

Kedua, aspek integratif. Tumpang tindihnya pengadaan infrastruktur dan pemasangan peralatan pengawasan antar departemen bisa diatasi, sehingga ada penghematan anggaran negara.

Karena jumlah peralatan atau sistem yang dibangun tidak bertabrakan dalam hal jangkauan pada suatu daerah atau sistem dan fungsinya.

Selain itu, dengan solusi interoperabilitas maka masalah selang-seling pemilik peralatan di sepanjang selat kritis, seperti Selat Malaka bisa diintegrasikan.

Ketiga, adalah aspek kolaboratif. Hal ini lebih fokus pada status data yang dipertukarkan. Misalnya, data untuk memberantas Illegal Unregulated and Unreported Fishing (IUU) Fishing seperti jalur kapal ikan (posisi, kecepatan, heading), SIKPI (identitas pemilik, perusahaan, ukuran kapal, jenis alat tangkap, tanggal kedaluwarsa izin), basis data log book (jenis ikan, lokasi), data parameter biologi laut (klorofil, upwelling), dan data batas WPP.

Jadi pendeknya, perlu sinergi strategis yang permanen antara tiga lembaga yang selama ini menjadi pengelola utama sistem kelautan nasional, yakni KKP, TNI AL, dan Dirjen Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi