Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

India Boikot CPO Malaysia, Ini 2 Kritik Menohok Mahathir soal Kashmir dan UU Kewarganegaraan

Baca di App
Lihat Foto
AFP
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad.
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Negeri Jiran Malaysia kini menghadapi boikot dari India atas minyak sawit atau crude palm oil (CPO).

Pemerintah India membatasi impor CPO dan produk sawit Malaysia beberapa minggu lalu dan menganjurkan para importir untuk mengikuti langkah serupa.

Anjuran itu pun disambut para importir India dengan menyetujui penghentian semua pembelian sawit dari Malaysia.

Berikut dua kritikan yang membawa Malaysia ke dalam daftar boikot India:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Jammu dan Kashmir

Pada September 2019 lalu, Malaysia bersama Turki dan China mengangkat masalah Kashmir di Majelis Umum PBB (UNGA).

Dilansir dari New Straits Times (14/1/2020), ketika berpidato selama UNGA ke-74, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad berbicara tentang perlunya menyelesaikan konflik di daerah Jammu dan Kashmir, India.

"Terlepas dari resolusi PBB tentang Jammu dan Kashmir, sekarang negara itu telah diserbu dan diduduki. Meski ada alasan atas tindakan ini, tetapi hal itu tetap salah," kata Mahathir dalam pidatonya.

Menurutnya, India dan Pakistan harus bekerja sama untuk menyelesaikan masalah ini secara damai.

Mahathir pun menyadari bahwa kritikannya itu akan dipandang negatif oleh India.

Mengutip dari Malaymail (8/10/2019), India telah mengerahkan personel Angkatan Daratnya yang berjumlah puluhan ribu ke wilayah Jammu dan Kashmir.

Mereka menangkap para pemimpin politik, memberlakukan jam malam serta melumpuhkan layanan telekomunikasi dan internet.

Baca juga: Dikritik Mahathir soal Kashmir, India Resmi Boikot Sawit Malaysia

UU Diskriminatif

Selain kritikan atas konflik di Jammu dan Kashmir, Mahathir diketahui juga mengkritik undang-undang kewarganegaraan India pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Kuala Lumpur, 20 Desember 2019.

Mahathir berpendapat jika undang-undang tersebut berpotensi untuk mendiskriminasi umat Islam dan telah memicu protes mematikan di seluruh negara Asia Selatan itu. Hal tersebut seperti dikutip dari Straits Times (20/12/2019).

"Saya menyesal melihat bahwa India yang mengklaim sebagai negara sekuler, sekarang mengambil tindakan untuk menghilangkan beberapa warga Muslim dari kewarganegaraan mereka," kata Perdana Menteri Malaysia berusia 94 tahun itu.

Menurut Mahathir, jika undang-undang itu diterapkan di Malaysia, maka yang terjadi adalah kekacauan, ketidakstabilan dan penderitaan.

Dia menambahkan bahwa Malaysia telah memberikan kewarganegaraan kepada orang-orang dari komunitas Cina dan India.

Seperti diketahui, India telah mengeluarkan undang-undang yang menawarkan kewarganegaraan bagi para migran dari Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan.

Namun, undang-undang itu tak berlaku jika para migran tersebut adalah Muslim.

Undang-undang itu memicu kekhawatiran bahwa Perdana Menteri Narendra Modi ingin membentuk kembali India sebagai negara Hindu dan memarginalkan warga Muslim.

Jumlah penduduk Muslim di India mencapai 200 juta orang, atau hampir 14 persen dari 1,3 miliar penduduk India.

Baca juga: Antisipasi Embargo Barat, Mahathir Ajak Negara Muslim Pakai Dinar

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi