Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Keraton Agung Sejagat, Mengapa Deklarasi Kerajaan Itu Muncul?

Baca di App
Lihat Foto
Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Kabupaten Purworejo.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Media sosial diramaikan dengan kemunculan Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah.

Adalah Totok Santoso Hadiningrat, pria yang menduduki kursi tertinggi di keraton tersebut.

Sementara istrinya, Dyah Gitarja bahkan sering dipanggil dengan Kanjeng Ratu.

Kemunculan kerajaan ini pun mendapat respon besar dari warganet. Hingga saat ini, kata "Keraton Agung Sejagat" menduduki daftar populer di media sosial Twitter Indonesia dengan 9.448 twit.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lantas, mengapa fenomena kemunculan kerajaan baru ini bisa muncul?

Baca juga: Terjunkan Intelijen, Polisi Cari Tahu Motif hingga Sejarah Berdirinya Kelompok Keraton Agung Sejagat di Purworejo

Nilai fatalistik masa lalu

Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat Tri Kartono mengatakan, ada dua kemungkinan fenomena tersebut bisa muncul. Pertama, adanya rasa kekecewaan terhadap negara dan pemerintahan yang tidak mampu memberikan ketenangan.

"Ada kemungkinan juga karena kekecewaan terhadap pemerintah Indonesia yang bertahun-tahun isinya kok berantem terus, seolah-olah negara tidak bisa membawa kedamaian ketenteraman dan keadilan," kata Drajat kepada Kompas.com, Selasa (14/1/2020).

Kedua adalah adanya kepercayaan kepada nilai-nilai fatalistik tentang masa lalu yang masih kuat di masyarakat.

"Karena kepercayaan kepada sistem dan nilai-nilai fatalistik tentang itu yang masih kuat di masyarakat. Makanya ada orang yang mendeklarasikan itu," paparnya.

Menurutnya, kepercayaan atau keyakinan tentang bangsa Jawa yang besar ini sudah ada dari dulu sampai sekarang.

Baca juga: Sebelum Keraton Agung Sejagat, 4 Kelompok Ini Juga Sempat Bikin Heboh

Drajat mencontohkan ramalan Kertonegoro, yaitu ramalan yang menyebutkan akan adanya ratu adil.

"Itu keyakinan-keyakinan bahwa sebenarnya kekuasaan itu bukan sekedar legal formal, tapi ada kekuatan luhur dari atas, kalau orang Jawa dulu menyebut wahyu," kata Drajat.

Karenanya, Drajat menganggap fenomena-fenomena semacam ini akan terus muncul sepanjang "toto tentrem kerto raharjo" belum bisa dirasakan oleh masyarakat.

Kalimat "toto tentrem kerti raharjo" sendiri merupakan ungkapan untuk menggambarkan keadaan yang tenteram.

"Maka pikiran-pikiran yang berbasis pada nilai dan penghargaan pada masa lalu itu bisa muncul," paparnya.

Bisa menimbulkan keresahan

Dosen Sosiologi UNS tersebut mengingatkan, jika pendeklarasian kerajaan tersebut akan bermasalah jika benar-benar mengorganisir masa secara sistematis dan membangun sistem yang berbeda.

Sebab, hal itu akan menimbulkan gap antara masyarakat yang demokratik dengan sistem kerajaan ini.

"Itu bisa menimbulkan keresahan-keresahan dan pada ujungnya polisi masuk ke sana. Itu yang jadi masalah," ujar Drajat.

"Sepanjang kegiatan itu hanya diniatkan sebagai pemujaan pada masa lalu, pemujaan pada tradisi, itu bukan masalah," tutupnya.

Baca juga: Mengenal Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Ada Raja dan Ratu hingga Klaim Bukan Aliran Sesat

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi