Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kasus Harun Masiku, KPK Dinilai Bakal Sulit Tegas Hadapi PDI-P

Baca di App
Lihat Foto
TOTO SIHONO
Ilustrasi KPK
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Keberanian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini diuji dalam menyelesaikan kasus suap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan yang melibatkan salah satu eks kader PDI-P, Harun Masiku.

Wahyu diduga menerima suap senilai Rp 900 juta terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2014 dari Harun yang hingga saat ini masih belum diketahui keberadaannya.

Meski Wahyu saat ini sudah berseragam oranye atau secara resmi menjadi tahanan KPK, namun kelanjutan kasus ini masih ditunggu banyak pihak.

Terbaru, pihak PDI-P juga sudah membentuk Tim Hukum khusus untuk menyelesaikan kasus ini, salah satunya berencana melaporkan KPK pada Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelaporan itu salah satunya dilatarbelakangi oleh surat perintah penyelidikan terhadap Harun Masiku dari KPK yang dinilai tidak sah oleh PDI-P, karena ditandatangani oleh Pimpinan KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo.

Baca juga: Sprinlidik Harun Masiku Dipersoalkan PDI-P, KPK Pastikan Tetap Legal

Bakal kesulitan

Melihat kasus yang melibatkan Harun Masiku, Direktur Center for Media and Democracy LP3ES, Wijayanto menilai, KPK bakal kesulitan bersikap tegas dengan PDI-P. 

"Tentang ini saya pesimistis KPK akan bisa tegas ke PDI-P. KPK dinilai tidak akan berani bertindak tegas terhadap PDI-P. Menurut saya KPK tidak akan berani," kata Wijayanto saat dihubungi Kompas.com, Jumat (17/1/2020) siang.

Ia menjelaskan terdapat alasan panjang mengapa KPK tidak bernyali melawan partai yang diketuai oleh Megawati Soekarnoputri ini.

Salah satunya karena alasan kekuasaan besar yang dimiliki PDI-P di pemerintahan, baik di Eksekutif maupun Legislatif.

"PDI-P punya kekuatan di dua tempat sekaligus, di parlemen dan di istana. Di DPR dia adalah salah satu inisiator revisi UU yang melemahkan KPK. Di eksekutif, Jokowi adalah kader PDI-P yang oleh Megawati pernah disebut (sebagai) petugas partai," ujar dosen Ilmu Pemerintahan di FISIP Undip ini.

Baca juga: Langkah PDI-P Adukan Kasus Harun Masiku ke Dewas KPK Dinilai Berlebihan

Wijayanto juga melihat PDI-P sebagai salah satu aktor utama yang melemahkan KPK secara institusi, dengan kekuataanya tersebut.

Sebelumnya, sejak didirikan pada 2002, KPK memang kerap mendapat serangan, namun serangan itu lebih diarahkan pada individu-individu yang bertugas, bukan kelembagaan.

"Kali ini UU diubah dan ini mungkin terjadi karena DPR dan Presiden sama-sama menyetujuinya. Jadi, KPK menjadi demikian lemah, karena ada kolaborasi antara DPR dan istana. Dan di kedua tempat itu, PDI-P lah penguasanya," sebutnya.

Proses penyelidikan

Dengan begitu, Wijayanto menduga KPK tidak akan memiliki banyak kekuatan dan keberanian untuk benar-benar menyelesaikan kasus yang menjerat Harun Masiku ini.

KPK tetap akan melakukan penyelidikan secara formal, akan tetapi temponya akan sangat lambat.

"Tidak berani dalam arti tidak akan ada penyelidikan yang serius atas kasus yang ada. Secara legal formal mungkin penyelidikan itu dilakukan, namun saya pesimis akan ada kemajuan yang berarti dari kasus ini," sebutnya.

Ia mencontohkan betapa lambatnya KPK menangkap Harun Masiku, padahal tidak dibutuhkan waktu lama untuk menangkap Komisioner KPU Wahyu Setiawan, 8 Januari lalu dalam sebuah Operasi Tangkap Tangan di Bandara Soekarno-Hatta.

Selain itu, KPK juga mengumumkan secara terbuka kepada media, pihaknya baru akan melakukan penggeledahan kantor PDI-P seminggu lagi.

"Pertanyaannya bagaimana mungkin akan berjalan pemeriksaan yang menghasilkan bukti jika sudah diumumkan sebelumnya? Satu minggu tentu cukup untuk menyembunyikan bukti-bukti yang penting," kata dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi