Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sunda Empire, Keraton Agung Sejagat, Dongeng Lama Harta Bank Swiss yang Terus Terulang

Baca di App
Lihat Foto
Dok Istimewa
Raja Keraton Agung Sejagat Toto Santoso dan Sang Ratu, Fanni Aminadia
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com – Kasus terkait Keraton Agung Sejagat atau KAS baru-baru ini menghebohkan publik.

KAS sempat membuat geger setelah Toto Santosa yang mengaku Raja dan Fanni Amanadia sebagai Permaisuri mengadakan konfrensi pers di bangunan keraton baru mereka yang belum sepenuhnya jadi.

Melalui pernyataannya, Toto mengklaim bahwa KAS memiliki kekuasaan yang luas. Pentagon, Amerika Serikat bahkan disebutnya berada di bawah kendalinya.

Belum ada sepekan kasus Toto mencuat ke permukaan, publik kembali dibuat heboh dengan munculnya Sunda Empire atau kekaisaran Sunda. Jika KAS berada di Purworejo maka Sunda Empire berada di Bandung.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain mereka, muncul pula kerajaan baru bernama Kesultanan Selaco.

Dongeng lama, seret sejarah masa lalu

Kemunculan kerajaan-kerajaan baru ini mengingatkan lagi dengan beberapa cerita lama. Pasalnya, bukan kali ini saja cerita seputar kerajaan baru muncul.

Sebelumnya juga pernah ada beberapa kerajaan maupun kelompok yang memiliki sikap mirip dengan KAS, Sunda Empire, maupun Kesultanan Selaco.

Di antaranya adalah Kerajaan Ubur-Ubur yang sempat membuat geger di tahun 2018.

Selain itu kasus UN. Swissindo yang mana pemimpinnya akhirnya ditangkap juga heboh tahun 2018.

UN. Swissindo meski tak berbentuk kerajaan, namun kelompok ini memiliki pola mirip yakni memiliki pemimpin serta pengikut.

Dari beberapa kisah 'kerajaan baru' ini terdapat beberapa kesamaan yakni adanya klaim muluk-muluk.

Klaim tersebut beberapa menyeret cerita lampau seputar sejarah, dongeng dan cerita kerajaan Nusantara. KAS misalnya, Rajanya mengklaim sebagai keturunan Kerajaan Majapahit.

Sedangkan Kesultanan Selaco, pemimpinnya mengklaim dirinya sebagai keturunan Radja Padjajaran. Adapun Kerajaan Ubur-Ubur, Ratunya mengklaim sebagai jelmaan Nyi Roro Kidul.

Baca juga: Kepala BIN Sebut Keraton Agung Sejagat Sudah Lama Terdeteksi

Satu hal yang kurang lebih sama, janji-janji hidup sejahtera para pengikutnya menjadi hal yang ditawarkan oleh kelompok-kelompok yang ada.

Berdasarkan penelusuran Kompas.com (18/01/2020) Sunda Empire mengajak masyarakat untuk mempersiapkan diri menyongsong kehidupan yang lebih baik dan sejahtera lantaran pemerintahan dunia akan berakhir pada tanggal 15 Agustus 2020.

Sementara itu, Keraton Agung Sejagat menjanjikan kepada para pengikutnya iming-iming uang dollar AS yang bersumber dari dana yang ada di Bank Swiss.

KAS juga menjanjikan kepada anggotanya tentang pangkat yang akan didapat. Seperti yang dialami salah satu pengikutnya, Eko.

Melansir dari Kompas.id (18/01/2020) Eko telah kehilangan sekitar Rp 8,5 juta untuk dapat gelar punggawa berbintang tiga di istana beserta janji gaji besar di kemudian hari.

Janji manis juga diberikan Kerajaan Selaco.

Berdasarkan pemberitaan Kompas.com (18/01/2020) Pemimpin Kesultanan mengklaim pihaknya mampu menyejahterakan orang-orang di bawahnya termasuk Pejabat Kesultanan dengan sumber dana dari Bank Swiss.

Uang tersebut berasal dari sertifikat Phoenix melalui grantor bernama M Bambang Utomo.

Namun, berbeda dengan Keraton Agung Sejagat dan Sunda Empire, dilansir dari Kompas.com (18/01/2020) kesultanan ini disebut sudah hidup berdampingan dengan masyarakat sejak 2004 dan tujuannya adalah melestarikan budaya.

Sementara itu, sebelumnya pernah ada UN Swissindo yang juga memiliki janji berupa pembebasan utang kepada para pengikutnya lantaran memiliki harta yang mampu membuat masyarakat terbebas dari hutang.

Harta tersebut disebut-sebut tersimpan di Bank Swiss.

Baca juga: Setelah Heboh Keraton Agung Sejagat, Kini Muncul Kesultanan Selaco di Tasikmalaya

Dongeng lama harta di bank dunia

Berdasarkan Harian Kompas (26/08/2002) rupanya janji-janji kesejahteraan yang bersumber di Bank Swiss adalah cerita lama.

Cerita ini bahkan sudah ada sejak tahun 1980.

Saat itu masyarakat dihebohkan dengan adanya kabar Dana Revolusi senilai 450 juta dollar Amerika Serikat yang tersimpan di bank terkemuka Swiss.

Simpanan tersebut berupa emas lantakan yang konon disimpan atas nama Presiden Soekarno sehingga hanya orang kepercayaan Soekarno yang bisa mencairkannya.

Simpanan tersebut pada masa itu bahkan disebut mencapai Rp 3,9 triliun. Namun akhirnya kabar tersebut hilang dengan sendirinya.

Kabar serupa kembali muncul saat pertengahan tahun 1990an.

Kabar tersebut menyebut adanya simpanan Soekarno yang berasal dari Raja se-nusantara tersimpan di Bank Eropa.

Sementara pada tahun 2002 kasus simpanan harta nusantara sempat heboh dengan berita mengenai Ny Lilik Sudarti.

Ia mengaku sebagai Ketua Pelaksana Program Pencairan dana nusantara.

Dilansir Harian Kompas (21/08/2002) ia menyebut bangsa Indonesia memiliki simpanan di 21 bank terkemuka di dunia sebesar 250 miliar dollar AS.

Baca juga: Ramai Kerajaan Fiktif, Mengapa Masyarakat Mudah Percaya dan Tergoda Jadi Anggotanya?

Harta tersebut disebutnya sebagai sumbangan dari 127 kerajaan se-nusantara.

Kala itu Lilik mengumumkan bahwa dirinya telah berupaya mencairkan sejak era Soeharto namun Soeharto terlanjur lengser lebih dulu.

Saat masa Habibie, Habibie disebutnya tidak bersedia menemui.

Sementara pada masa Gus Dur, ia mendapat restu akan tetapi Gus Dur terlanjur lengser terlebih dahulu.

Sosok Lilik pun tidak berhasil terlacak saat ditelusuri rumahnya yang berdasarkan alamat surat yang tercantum.

Sejarawan Dr. Anhar Gonggong dari catatan Harian Kompas saat itu, meragukan mengenai simpanan negara di bank luar negeri.

"Agak aneh, peristiwa sebesar itu tidak tercatat dalam sejarah. Lagi pula, apakah mungkin di zaman kolonial Belanda, raja-raja se-nusantara bisa melakukan pertemuan?" kata Anhar Gonggong.

Tanggapan

Budayawan asal Jawa Barat Dedi Mulyadi menilai, munculnya orang-orang yang mengaku punya kerajaan dan bangga dengan seragam ala militer merupakan penyakit sosial yang sudah lama terjadi di Indonesia.

Dedi mengatakan, di Indonesia itu dalam kehidupan sosial, banyak kelompok masyarakat yang setiap hari mencari harta karun, emas batangan, uang Brazil dan sejenisnya. Perilaku itu berlangsung lama dan tak pernah berhenti sampai saat ini.

"Banyak orang yang kaya raya jatuh miskin karena obsesi itu. Sampai miskin pun masih berharap obsesi itu tercapai," kata wakil ketua Komisi IV DPR RI ini dilansir dari Kompas.com (17/01/2020).

Sementara itu, Sunu Wasono dosen Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia menilai kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap kerajaan-kerajaan baru lantaran tekanan hidup khususnya tekanan ekonomi yang keras.

“Dalam kondisi seperti itu muncul ide atau bahkan khayalan yang aneh-aneh,” ujarnya dihubungi Kompas.com Sabtu (18/01/2020).

Dari khayalan aneh-aneh itulah kemudian disebutnya memunculkan tindakan yang aneh-aneh.

“Masyarakat yang hanya berpikir atau terbayang-bayang akan keuntungan kehilangan daya kritisnya. Sehingga mereka mau saja dikelabui,” tuturnya.

 Baca juga: 4 Kerajaan yang Pernah Gegerkan Warga, Keraton Agung Sejagat hingga Kerajaan Ubur-Ubur

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi