Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Imlek di Indonesia, dari Zaman Jepang, Orde Baru sampai Gus Dur

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/M ZAENUDDIN
Persiapan menjelang Imlek petugas membersihkan Vihara Dhanagun, Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (18/1/2020). Petugas menghabiskan waktu kurang lebih seminggu untuk membersihkan Vihara.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Tahun Baru China atau Imlek jatuh pada 25 Januari 2020 akhir pekan ini.

Sejak era kepemimpinan Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Imlek selalu dirayakan dengan semarak oleh mayoritas masyarakat Tionghoa di Indonesia.

Perayaan dilakukan di banyak kota besar. Lengkap dengan lampu-lampu lampion dan pertunjukan barongsai serta liong bisa dilakukan di ruang terbuka.

Zaman pendudukan Jepang 

Jauh sebelum Gus Dur, pernah pada zaman pendudukan Jepang, imlek tahun 1943 dijadikan sebagai hari libur resmi.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penetapan itu termaktub dalam Keputusan Osamu Seirei No 26 tanggal 1 Agustus 1943. Inilah pertama kali dalam sejarah Tionghoa di Indonesia, di mana Imlek menjadi hari libur resmi.

Zaman kemerdekaan

Tomy Su Koordinator Masyarakat Pelangi Pencinta Indonesia, seperti dikutip dari Harian Kompas (8/2/2005) menyebut, di masa awal revolusi, Pemerintah Republik Indonesia juga mengizinkan perayaan tahun baru China oleh masyarakat Tionghoa.

Presiden Soekarno mengeluarkan maklumat boleh mengibarkan bendera kebangsaan Tiongkok dalam setiap hari raya bangsa Tionghoa.

Pada tahun ajaran 1946/1947, tiga hari raya Tionghoa (Imlek, wafatnya nabi Konghucu, dan Tsing Bing) dijadikan hari libur resmi.

Baca juga: Kenapa Imlek Identik dengan Warna Merah dan Kuning Emas?

Orde baru

Kondisi berubah setelah meletusnya peristiwa G30S. Rezim Orde Baru dengan Inpres No 14/1967 membuat Imlek terlarang dirayakan di depan publik.

Pertunjukan barongsai, liang liong harus sembunyi; lagu Mandarin tidak boleh diputar di radio.

Selama 32 tahun Orba berkuasa, tidak pernah ada imlek yang meriah seperti tahun-tahun terakhir ini.

Tomy mengatakan, ada 21 peraturan perundangan yang diterapkan Soeharto, beraroma rasis terhadap Tionghoa.

Hal itu bisa terlihat dari ditutupnya sekolah-sekolah berbahasa pengantar China (1966), kehidupan masyarakat Tionghoa diawasi dengan keluarnya Inpres No 14/1967 tentang larangan agama, kepercayaan, dan adat istiadat China, proses naturalisasi (1969).

"Ethnic cleansing atas Tionghoa tidak hanya dalam pengertian fisik, tetapi juga pemusnahan segala hal yang berbau Tionghoa, termasuk kebudayaan dan tradisi agamanya," tulis Tomy.

Baca juga: Kue Keranjang Khas Imlek, Kisah Sejarah dan Maknanya...

Imlek sepi

Dampaknya, tahun baru imlek di masa orde baru sepi. Harian Kompas 1 Februari 1973 ketika itu menulis, sebagian besar masyarakat keturunan yang berumur di bawah 40 tahun sudah tidak lagi merayakan imlek.

Generasi yang lebih muda bahkan tidak mengetahui kapan Tahun Baru China atau Imlek jika tidak diberitahu oleh generasi yang lebih tua.

Reformasi

Kemudian pada 17 Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2000.

Isi dari inpres tersebut mencabut Inpres No 14/1967 yang dibuat Soeharto tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.

Setelah keluarnya inpres itu, masyarakat Tionghoa kembali dapat merayakan tahun baru Imlek diruang publik.

"Maka setiap kali menjelang perayaan Imlek, saya selalu ingat Gus Dur. Sejak menjabat sebagai Ketua Nahdlatul Ulama, tiada henti Gus Dur membela penganut aliran kepercayaan dan pemeluk Konghucu untuk memperoleh haknya sebagai warga negara," kata FX Triyas Hadi Prihantoro, guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Surakarta.

Megawati Soekarnoputri, Presiden kelima Republik Indonesia kemudian menyempurnakan keputusan Gus Dur dengan menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional pada tahun 2003.

Baca juga: Sejarah Perayaan Imlek di Indonesia, 32 Tahun Dilarang oleh Soeharto

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi