KOMPAS.com - Beberapa kali pemberitaan di media berisikan soal perilaku penyimpangan seksual yang ditujukan kepada kaum hawa dan anak kecil.
Terbaru yakni kasus Brusly Wongkar (40), yang suka melakukan masturbasi di depan bocah di Cikarang Timur, Bekasi pada Januari lalu.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, pelaku diketahui mengidap kelainan seks.
Ada juga kasus pembunuhan yang dialami oleh pelajar SMA di Bengkulu.
Pelaku berinisial YA (32) diduga juga memiliki perilaku seks menyimpang. Pasalnya dia kerap melakukan panggilan telepon melalui video call aplikasi WhatsApp dengan menampakkan alat kelaminnya.
Baca juga: 5 Fakta Reynhard Sinaga, Disebut Peter Pan hingga Bukti Kasusnya Capai 3 TB
Lantas, bagaimana cara merespons atau kendali diri jika kita menjadi korban perilaku seks menyimpang ini?
Dokter anti aging sekaligus seksolog, dr. Haekal Anshari M. Biomed (AAM) mengungkapkan tindakan yang dilakukan YA dengan menampakkan alat kelaminnya kepada orang lain merupakan kedok untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan membuat orang lain terkejut.
"Pelaku penyimpangan seksual (parafilia eksibisionisme) kerap memperlihatkan organ kelaminnya kepada orang lain karena pelaku mendapatkan kepuasan seksual dengan membuat orang lain terkejut, takut atau terkesan dengan perilakunya," ujar Haekal saat dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (25/1/2020).
Bahkan parafilia dapat melakukan masturbasi di tempat umum.
Baca juga: Viral, Video Pengakuan Penjual Tahu Bulat Diduga Lakukan Pelecehan Seksual
Cara Menghadapi Penyimpangan Seksual
Apabila Anda mendapati ada orang yang hendak atau tengah melakukan penyimpangan seksual, Haekal menyarankan agar korban bersikap tegas terhadap tindakan pelecehan atau penyimpangan seksual kepada pelaku.
Ia juga menyarankan kepada korban untuk berteriak guna menarik perhatian orang lain.
"Bila perlu berteriak untuk menarik perhatian orang lain dan bila perlu memukul pelaku sebagai tindakan untuk membela diri," ujar dokter yang juga menjabat sebagai anggota dari Asosiasi Seksologi Indonesia (ASI) ini.
Kemudian, korban juga dapat mencari tempat aman seperti tempat keramaian agar tindakan penyimpangan seksual dapat dihindari.
"Masukkan nomor telepon darurat, seperti polisi dan keluarga dekat dalam daftar panggilan cepat, sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk menghubungi kontak mereka di saat genting," lanjut dia.
Selain itu, Haekal juga mengimbau kepada masyarakat agar berhati-hati dalam bermedia sosial.
Sebab, pelaku parafilia dapat mencari korbannya dengan berbagai cara, termasuk memantau korbannya lewat akun media sosial.
Baca juga: Mengenal dan Bahaya GHB, Obat yang Dipergunakan Reynhard Sinaga kepada Korbannya
Dampak bagi korban
Sementara itu, tindakan yang termasuk kejahatan seksual ini juga menimbulkan dampak dan tantangan yang dihadapi oleh para korban.
Haekal menjelaskan, dampak tersebut berbeda satu sama lain, dan tidak dapat disamaratakan antara korban satu dengan lainnya.
"Umumnya korban akan merasa takut, cemas, panik dan shock, kehilangan rasa percaya diri, dan bahkan menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi karena korban mungkin merasa tindakan pelaku dipicu oleh kondisi atau situasi di diri korban," ujar Haekal.
Beberapa korban juga ada yang enggan untuk bercerita kepada orang lain karena merasa malu atau kurang percaya kepada orang lain.
Sehingga, banyak kasus yang mungkin tidak terungkap atau bisa saja korban tidak mengetahui bahwa yang dialaminya adalah suatu bentuk kejahatan seksual yang memiliki risiko hukum pidana.
"Jadi, diperlukan bimbingan dan konseling kepada para korban," lanjut dia.
Baca juga: Disebut Kasus Pemerkosaan Terbesar dalam Sejarah di Inggris, Ini Modus Reynhard Sinaga
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.