KOMPAS.com - Kota Wuhan di China dulunya dikenal sebagai kota bunga sakura, sebuah pusat kota yang menjadi mesin ekonomi, sekaligus tempat kelahiran revolusi yang menjatuhkan dinasti kekaisaran terakhir di negara itu.
Namun, saat ini, kota metropolis dengan sekitar 11 juta penduduk di Provinsi Hubei tersebut telah menjadi wajah dari sebuah wabah mematikan baru dari jenis virus corona.
Dengan jumlah total kematian yang telah melampaui angka 300 dan lebih dari 17.000 infeksi yang terkonfirmasi di dunia, otoritas lokal negara-negara itu telah mengaktifkan respons darurat kesehatan publik dan meningkatkan pemeriksaan kedatangan dari Wuhan.
Namun, merebaknya kekhawatiran tentang wabah ini telah memicu kebencian dan diskriminasi terhadap orang-orang dari Wuhan.
Mengutip CNN, beberapa warga Wuhan menjadi buangan di negara mereka sendiri. Diasingkan di hotel, tetangga, dan di beberapa daerah, ditempatkan dalam karantina khusus.
Pihak berwenang di Wuhan memperkirakan sekitar 5 juta orang telah meninggalkan kota untuk libur tahun baru Imlek sebelum otoritas setempat membatalkan seluruh penerbangan, kereta, dan bus dalam isolasi dengan jangka waktu yang belum dapat ditentukan sejak 23 Januari lalu.
Kebanyakan dari mereka adalah para pekerja migran ataupun mahasiswa yang kembali ke rumah untuk merayakan tahun baru ini bersama keluarga.
Sementara, yang lainnya adalah penduduk yang memanfaatkan libur panjang.
Baca juga: Mengenal Kota Wuhan, Kota di China yang Diduga Sumber Virus Corona
Ditolak
Sebagai buntut dari isolasi di Wuhan, para penduduknya yang berwisata ke bagian daratan China lainnya tidak lagi disambut dengan baik oleh hotel-hotel ataupun penginapan-penginapan lain.
Pada beberapa kasus, mereka bahkan tidak dapat kembali ke Wuhan karena adanya larangan perjalanan yang baru-baru ini diberlakukan.
Di media sosial, banyak unggahan dari para turis Wuhan yang mencari bantuan untuk tempat tinggal.
Mengutip CNN, salah satu pengguna Weibo, sebuah platform media sosial China, mengklaim dalam sebuah unggahan, bahwa ia telah diusir keluar dari penginapannya di Changsha, Provinsi Hunan.
"Saya hanya meminta bantuan di sini karena saya sudah putus asa," tulis Ludogao dalam akun Weibonya.
Ia meninggalkan Wuhan pada 20 Januari lalu, yaitu tiga hari sebelum isolasi diberlakukan. Ludogao mengaku telah pergi ke stasiun kereta, menghubungi polisi, hingga menelepon hotline wali kota.
Ludogao bahkan telah pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Namun, tetap tidak ada hotel yang mau menerimanya.
Unggahan ini menjadi viral sebelum akhirnya dihapus oleh Ludogao sendiri.
Baca juga: Menilik Wuhan, Kota Kuno China yang Diisolasi karena Virus Corona
Nasib yang serupa dengan Ludogao juga dialami oleh banyak orang.
Di Provinsi Yunnan Selatan, yang populer dengan kondisi cuaca dan alamnya, ada begitu banyak turis Hubei menghubungi pihak berwenang untuk meminta bantuan.
Permintaan bantuan disampaikan agar Badan Budaya dan Pariwisata Provinsi mengeluarkan pemberitahuan di setiap kota untuk menunjuk setidaknya satu hotel yang dapat mengakomodasi mereka.
Hingga kini, pemerintah China telah menyewa sejumlah penerbangan untuk membawa pulang para warga negaranya dari luar negeri, terutama para warga Wuhan, Provinsi Hubei.
Pemblokiran dan barikade
Selain wisatawan, otoritas lokal juga telah meningkatkan kewaspadaan terhadap orang-orang yang kembali ke negaranya dari Wuhan pada tahun baru Imlek.
Di beberapa kota seperti Shanghai dan Guangzhou, petugas lingkungan setempat ditugaskan untuk mencari orang-orang yang kembali tersebut satu per satu dan melaporkan hasil penugasan kepada otoritas.
Sementara, di beberapa wilayah pedesaan, para penduduk desa menjaga pintu masuk desa dan menghalangi siapapun yang kembali dari Wuhan untuk masuk.
Atas fenomena pemblokiran jalan tersebut, Kementerian Transportasi Negara kemudian mengeluarkan peringatan bagi orang-orang yang memblokir jalan secara tidak resmi.
Di wilayah lainnya, orang-orang yang kembali dari Wuhan dikarantina. Video-video yang tersebar konon memperlihatkan rumah-rumah dari para pengungsi Wuhan yang ditutup dengan spanduk.
Bahkan, dalam beberapa kasus, terlihat barikade menggunakan papan kayu atau batangan logam. Namun demikian, mengutip CNN, hingga kini video tersebut belum dapat diverifikasi.
Baca juga: 54 Hoaks tentang Virus Corona yang Ditemukan Kominfo
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.