Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Chen Qiushi, Jurnalis Warga yang "Dikarantina" Polisi karena Beritakan Virus Corona

Baca di App
Lihat Foto
YOUTUBE/Coronavirus Live Archive
Chen Quishi, Jurnalis China yang melaporkan kondisi kehidupan di Wuhan di tengah merebaknya virus corona
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Chen Qiushi, seorang jurnalis warga yang melakukan pelaporan kritis soal virus corona di Wuhan, Provinsi Hubei, hilang pada Kamis (6/2/2020) malam.

Melansir CNN (10/2/2020), sejak saat itu, Chen tak dapat dihubungi oleh teman dan keluarganya. 

Pihak keluarga baru mengetahui keberadaan Chen pada Minggu (9/2/2020) setelah polisi memberitahu mereka bahwa Chen dikarantina.

Kabar itu pun langsung direspon oleh warganet Weibo, platform media sosial di China, dan mendesak pihak kepolisian untuk segera membebaskannya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Semoga pemerintah dapat memperlakukan Chen Qiushi dengan adil. Kita tak bisa lagi membeli Li Wenliang kedua," tulis salah seorang warganet.

Sebelumnya, warga China dihebohkan dengan kematian Li Wenliang, dokter mata di Wuhan yang telah memperingatkan bahaya virus corona, sebelum virus itu merebak.

Alih-alih didengarkan, Li justru ditahan oleh kepolisian karena dianggap telah menyebarkan desas-desus.

Kematian Li pun memicu kemarahan publik China dan menyerukan agar pemerintah meminta maaf secara resmi.

Baca juga: Kemenkes Sudah Teliti 59 Spesimen Pasien, Semua Negatif Corona

Ditahan atas nama karantina

Pada 24 Januari 2020, atau sehari setelah kota itu dikunci, Chen tiba di Wuhan.

Jurnalis warga berusia 34 tahun itu mengunjungi banyak rumah sakit, kamar jenazah dan ruang isolasi kemudian mengunggah video hasil laporannya itu ke media online.

Teman-teman Chen mengatakan, mereka selalu menghubunginya untuk memastikan bahwa Chen tidak dibawa oleh pihak berwenang.

Namun, pada Kamis (6/2/2020) malam Chen tidak menjawab telepon mereka.

Sehari kemudian, mereka mengunggah video pesan ibu Chen di halaman Twitter-nya yang mengatakan bahwa putranya telah hilang.

"Saya di sini memohon kepada semua secara online, terutama teman-teman di Wuhan untuk membantu menemukan Chen dan mencari tahu apa yang terjadi padanya," kata Ibu Chen.

Beberapa jam kemudian, petugas kemanan publik Qingdao, Provinsi Shandong memberitahu orang tua Chen bahwa putranya telah ditahan atas nama karantina.

Namun, petugas itu menolak memberitahu keberadaan Chen saat ini.

Baca juga: Erick Thohir Cemas Virus Corona Ancam Investasi Uni Emirat Arab di RI

Kerap dibungkam

Bukan kali ini saja Chen dibungkam oleh pihak berwenang.

Saat melaporkan aksi protes di Hong Kong pada Agustus 2019 lalu, Chen tiba-tiba dipanggil ke Beijing oleh otoritas China.

Dalam siarannya di Weibo, Chen menentang narasi China yang menyebut pengunjuk rasa di Hong Kong sebagai perusuh dan separatis.

Chen juga berulang kali dipanggil oleh sejumlah departemen pemerintah untuk diinterogasi. Tak hanya itu, semua akun media sosialnya pun kemudian dihapus.

Semenjak saat itu, ia banyak menunjukkan diri ke publik.

Akan tetapi, ia kembali pada awal Oktober dalam sebuah video yang diunggahnya di YouTube dan bersumpah untuk terus berbicara.

Baca juga: Virus Corona Berkembang, Akankah Indonesia Tutup Penerbangan dari Negara Selain China?

"Karena kebebasan berbicara adalah hak dasar warga negara yang ditulis dalam pasal 35 UU China. Saya perlu bertahan karena saya pikir ini adalah hal benar untuk dilakukan, tak peduli berapa banyak tekanan dan hambatan yang saya temui," kata Chen dalam unggahan videonya itu.

Pada malam tahun baru Imlek, alih-alih berkumpul dengan keluarganya, Chen justru pergi ke Wuhan.

Sejak saat itu, ia menjadi mata bagi banyak orang luar yang ingin mengikuti situasi nyata di Wuhan.

Beragam potret pasien virus corona di banyak rumah sakit ia tampilkan dalam videonya.

Chen hanya memiliki masker dan sepasang kacamata untuk perlindungan dirinya.

"Saya takut, saya berhadapan dengan virus corona di depan saya dan penegak hukum China di belakang saya," kata Chen dalam video yang direkam pada 30 Januari 2020.

"Tapi saya akan tetap semangat. Selama masih hidup, saya akan melanjutkan laporan di kota ini. Saya tak takut mati," sambungnya.

Baca juga: Soal Prediksi Virus Corona di Indonesia dari Harvard, Ini Kata Eijkman

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi