Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

'Bahaya' yang Tersisa dari Manisnya Cokelat Hari Valentine...

Baca di App
Lihat Foto
Shutterstock.com
Ilustrasi coklat valentine
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Salah satu produk makanan yang sangat ikonik dengan perayaan hari kasih sayang atau valentine adalah coklat. Baik coklat batangan maupun berbagai bentuk lainnya.

Makanan ini banyak dijadikan hadiah khusus kepada orang-orang terkasih di tanggal 14 Februari, karena dianggap menunjukkan sifat romantis dan cinta kasih.

Namun, pernahkah Anda terpikir berapa banyak gula yang ada di dalam sekotak atau sebatang coklat yang masuk ke mulut Anda?

Ahli Gizi, dr. Tan Shot Yen menyebut coklat kemasan yang dijual di pasaran hari ini, yang ia sebut sebagai 'coklat hiburan', tidak terbebas dari kandungan gula dengan berbagai macam sebutannya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Isinya bisa dibaca pada daftar komposisi. Semudah itu. Jika dibilang no sugar, bacalah dengan teliti, istilah-istilah gula tersembunyi: xylitol, sorbitol, malitol," jelasnya saat dihubungi Kompas.com Jumat (14/2/2020) sore.

Coklat yang ada di toko-toko tersebut menurut Tan adalah campuran coklat dengan bahan-bahan lain, seperti gula dan susu.

"Enggak ada coklat benar-benar 'no sugar'. Bohong benget. Justru yang bikin ketagihan itu rasa manis dan susunya. Coklat beneran tanpa gula, bubuk kakao, rasanya kayak makan batu bata digerus," ujar dr Tan.

Baca juga: 5 Tradisi Unik Valentine di Seluruh Dunia, dari Pernikahan Massal hingga Tebak Identitas

Kandungan gula dalam setiap produk coklat berbeda-beda, namun berapapun itu, banyaknya gula yang masuk dalam tubuh setiap harinya harus disesuaikan dengan kebutuhan.

"Tiap coklat kan isinya beda. Ada yang 1 bar ukuran jari gulanya cuma sekian gram, sementara ada coklat yang keliatannya lucu-lucu kecil imut tapi gulanya plus plus plus belum lagi dalamnya ada lelehan krim coklat," ujar dia.

"Dan kita kan enggak makan coklat doang. Coba hitung deh, masih makan permen penghilang bau mulut, masih makan semur ada kecapnya, masih nyobain puding," tambahnya.

dr Tan mengutip sebuah penelitian Cassie Bjork, R.D., L.D., pendiri Healthy Simple Life bahwa rasa manis yang dimiliki oleh coklat cenderung membuat ketagihan dan menjadi candu. Bahkan disebutkan gula memiliki adiksi lebih tinggi daripada kokain.

Berdasarkan tolok ukur yang dibuat oleh WHO sebaiknya orang dewasa ataupun anak-anak mengonsumsi gula di bawah 10 persen dari total asupan energi harian mereka.

Semakin sediki gula yang dikonsumsi, di bawah 5 persen total konsumsi energi, sekitar 25 gram atau 6 sendok teh per hari, akan memberi manfaat kesehatan yang lebih tinggi.

Baca juga: Kisah Tragis St Valentine di Balik 14 Februari yang Dijadikan sebagai Hari Valentine

Apa dampak kebanyakan gula?

Dokter Tan menjelaskan konsumsi gula berlebihan bagi penderita diabetes bisa langsung berdampak. Akan tetapi, pada orang normal, dampak dalam waktu dekat tidak begitu terlihat.

"Selama anda bukan penderita diabetes, tidak ada gejala spesifik. Nah ini yang jadi masalah. Orang Indonesia kan kalau makanan minuman enggak bikin kejang, pusing, muntah, dan diare, dianggap aman, karena yang ditakuti cuma gejala akutnya aja," jelasnya.

Padahal menurut Tan, jika hal itu dibiarkan terus-menerus, dalam jangka panjang bisa terakumulasi menimbulkan banyak gangguan kesehatan.

"Mulai dari obesitas, risiko diabetes, sindroma metabolik, dan semua komplikasinya," ujar dokter Tan.

Terakhir, dokter Tan menyebutkan tidak ada hadiah lebih baik yang diberikan di hari kasih sayang selain kasih sayang itu sendiri.

"Menurut saya namanya aja kasih sayang, jadi the best gift you can ever share is kasih sayang itu sendiri. Kasih sayang itu rupanya bisa jadi bukan dalam bentuk barang, tapi keseharian kita dalam bentuk peduli, komitmen, kejujuran, dan kesetiaan. Tanpa pamrih," sebutnya.

Baca juga: Satu Profesor Positif Virus Corona, Kuliah di Kampus Singapura Ini Dilakukan Secara Online

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi