Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profesor Harvard dan Menkes Terawan soal Virus Corona di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.com/M ZAENUDDIN
Sejumlah warga mengenakan masker untuk mengantisipasi penyebaran virus corona (COVID-19) di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2020). Hinga kini sekitar 1.600 jiwa lebih meningal dunia akibat terjangkit virus tersebut.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Penelitian seorang profesor asal Harvard T.H. Chan School of Public Health Amerika Serikat menjadi perbincangan di Indonesia dalam sepekan terakhir.

Penelitian dari Profesor Marc Lipsitch tersebut menyebutkan Indonesia seharusnya sudah memiliki 5 kasus infeksi virus corona jika melihat kondisi Indonesia yang memiliki hubungan erat dengan China, misalnya di bidang pariwisata dan tenaga kerja.

Dalam penelitiannya, ia menyebut Indonesia dimungkinkan memiliki kasus virus corona yang belum terungkap.

"Indonesia melaporkan nol kasus, tapi mungkin sebenarnya sudah ada beberapa kasus yang tak terdeteksi," ujar Lipsitch yang di-posting di medRxiv seperti dilansir VOA News, Jumat (7/2/2020).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ia memprediksi Indonesia menjadi salah satu negara yang belum memiliki sistem deteksi kuat untuk mengetahui keberadaan penyakit dengan nama resmi Covid-19.

Baca juga: Pernyataan Ahli Harvard, WHO hingga Kemenkes soal Indonesia Negatif Virus Corona

Menkes Terawan: "Itu namanya menghina!"

Berbagai tanggapan muncul atas penelitian Lipsitch, sebagian menyebutnya sebagai sesuatu yang masuk akal, sementara berbagai pihak lainnya merasa itu sebagai sebuah penghinaan atau pesimistis terhadap Indonesia.

Salah satunya disampaikan oleh Menteri Kesehatan Indonesia, Terawan Agus Putranto.

"Itu namanya menghina, wong peralatan kita kemarin di-fixed-kan dengan Duta Besar Amerika Serikat (AS). Kita menggunakan kit (alat)-nya dari AS," kata Terawan seperti dikutip dari Kompas.com, Selasa (11/2/2020).

Ia menegaskan selama ini Indonesia sudah menjalankan prosedur sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh WHO.

Menkes Terawan mempersilakan siapapun untuk bisa melihat proses yang dilakukan di Indonesia untuk mencegat masuknya virus corona.

"Kita terbuka kok, enggak ada yang ditutup-tutupi," ujarnya.

Baca juga: Peneliti Harvard Sebut Virus Corona di Indonesia Tak Terdeteksi, Menkes: Itu Menghina

Ingin peringatkan

Dalam akun YouTube seorang mahasiswi Harvard TH Chan asal Indonesia, Nadhira Afifa, Prof. Lipsitch menjelaskan apa yang sebenarnya menjadi tujuan utamanya dalam penelitian itu.

"Tujuan dari penelitian kami adalah untuk melihat apakah kasus yang sudah terdeteksi benar-benar merepresentasikan jumlah kasus yang ada sebenarnya," kata Lipsitch.

Lipsitch pun tidak bermaksud memfokuskan penelitiannya hanya pada satu negara saja, namun data yang ada menunjukkan salah satu negara yang dimungkinkan memiliki kasus belum terdeteksi adalah Indonesia.

"Kami tidak sengaja memfokuskan pada satu negara tertentu saat memulai penelitian ini, kami memperhatikan semua negara. Dan tujuan kami bukan untuk menilai kualitas dari sebuah negara," jelasnya dalam wawancara bersama Nadhira.

Menanggapi tanggapan Menkes Terawan yang menyebut hasil penelitiannya sebagai sebuah penghinaan, Lipsitch mencoba untuk meluruskannya.

"Adanya deteksi kasus yang terlewat bukanlah sebuah penghinaan, karena setiap negara mungkin saja mengalaminya. Ini hanyalah sebuah peringatan sebuah kondisi yang patut kita waspadai dan tanggapi," sebut dia.

Baca juga: Soal Prediksi Virus Corona di Indonesia dari Harvard, Ini Kata Eijkman

Lipsitch mengatakan, penelitian itu mungkin saja memiliki kesalahan atau tidak akurat sepenuhnya. Tetapi, ia menyebut, setidaknya ada hal yang penting untuk menjadi perhatian.

"Sekali lagi kami bermaksud membantu memberi sinyal mengenai hal penting yang harus diperhatikan," ungkapnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi