Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laili Roesad, Diplomat Perempuan Pertama Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS/DUDY SUDIBYO
Diplomat perempuan Indonesia, Laili Roesad
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary

KOMPAS.com - Laili Roesad. Namanya dikenal dalam dunia diplomasi Indonesia. Perjalanan Lili Roesad meneguhkan bahwa peran perempuan dalam perjalanan sejarah Indonesia tak bisa dipandang sebelah mata.

Lili Roesad adalah diplomat perempuan pertama Indonesia.

Perempuan kelahiran 12 September 1916 juga mencatatkan diri sebagai perempuan pertama Sumatera Barat yang mendapatkan  gelar Sarjana Hukum.

Pendidikan

Putri sulung Datuk Perpatih Baringek dari Payakumbuh ini menyelesaikan studinya di Rechtshogeschool Jakarta pada 1941.

Harian Kompas, 5 April 1973, mencatat, Laili mengaku bahwa keberhasilannya dalam menamatkan studinya itu tak lepas dari peran ibunya.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sang ibu merupakan wanita Minang pertama yang belajar di MULO, meski tidak sampai tamat karena harus menikah.

Pendidikan ibunya inilah yang mendorong Laili untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang tinggi.

Awalnya, Laili memiliki cita-cita untuk menjadi hakim, bukan seorang diplomat. Cita-cita itu didorong rasa ingin tahunya bagaimana praktik seseorang memberikan keputusan berdasarkan hukum-hukum yang dipelajarinya.

Namun, impiannya tak terkabul karena belum ada tempat bagi wanita untuk menjadi hakim pada masa itu.

Karier

Ia pun terpaksa bekerja sebagai pegawai biasa pada Raad van Justite (Dewan Kehakiman) di Padang.

Kariernya di Departemen Luar Negeri dimulai pada 1949 setelah dibantu oleh kawannya, Mohammad Roem.

Sejak 1952, Laili sering menjadi anggota delegasi Indonesia di sidang umum PBB.

Ia juga pernah menjadi Deputi Wakil Tetap di organisasi dunia itu bersama Soedjarwo Tjondronegoro.

Seperti diberitakan Harian Kompas, 15 Oktober 1978, Laili Roesad menjabat duta besar setelah mengikuti post graduate course tentang hukum internasional di London selama dua tahun.

Laili ditugaskan menjadi Duta Besar Belgia pada 1959-1964 dan Duta Besar Austria pada 1967-1970.

Ia bahkan pernah menerima bintang tanda jasa dari Pemerintah Belgia dan Luxemburg.

Selama kariernya, Laili kerap mengikuti konferensi-konferensi internasional, di antaranya tentang hukum diplomatik, tenaga atom di Winam, dan perundingan mengenai masalah Irian Barat.

Pandangan

Bagi Laili, perempuan harus pandai-pandai menyesuaikan diri dan berhati-hati dalam bertindak.

Sebab, ia sadar betul bahwa dunia ini adalah "dunia kaum pria". Hal-hal yang dianggap wajar dan tak dipergunjingkan jika dilakukan pria, bisa heboh jika yang melakukannya adalah perempuan.

Menurut dia, realitas inilah yang harus dihadapi perempuan sehingga perlu mempersiapkan diri.

Sepanjang hidupnya, Laili memilih independen dalam menjalani kehidupan pribadi. Ia tak pernah memasuki suatu partai politik dan organisasi.

Dalam pandangannya, sulit bagi wanita saat itu untuk menyatukan antara karier dan kedudukan sebagai seorang istri atau ibu rumah tangga.

"Jika memilih yang satu, maka lainnya terpaksa dikorbankan, jika ia tidak menginginkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan," kata Laili.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi