Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dianggap Menghina, Ini Klarifikasi Profesor Harvard soal Virus Corona di Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
YouTube Nadhira Afifa
Profesor Harvard Marc Lipsitch
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, seorang peneliti dari Harvard University, Profesor Marc Lipsitch, mengungkapkan kemungkinan telah adanya virus corona di Indonesia yang belum terdeteksi.

Pernyataan ini kemudian direspons oleh pihak-pihak di Indonesia, termasuk Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto.

Namun, bagaimana kesimpulan tentang virus corona di Indonesia tersebut dapat diperoleh?

Peneliti Harvard yang melakukan riset tentang virus corona di Indonesia ini adalah Marc Lipsitch, seorang ahli epidemiologi di Harvard University.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengutip wawancara yang diunggah oleh salah seorang mahasiswi Harvard University, Nadhira Afifa dengan Profesor Marc Lipsitch di YouTube, riset yang dilakukan adalah prediksi dengan pemodelan matematis.

"Intinya beliau membuat local linear regression model yang membandingkan antara data of the travelling volume dari Wuhan dibandingkan dengan jumlah kasus negara di mana dilakukan pengawasan tinggi," kata Nadhira sebelum memulai wawancaranya.

Berdasarkan hasil studi, Profesor Lipsitch memprediksi setidaknya lima kasus virus corona telah ada di Indonesia.

Baca juga: 356 Orang Terinfeksi Virus Corona di Diamond Princess, Kasus Terbanyak di Luar China

Latar belakang penelitian

Dalam wawancara tersebut, Profesor Lipsitch mengungkapkan bahwa saat ini, dunia cenderung fokus pada kasus-kasus dari luar, atau exported cases. Tetapi juga fokus pada transmisi virus ini secara lokal. 

"Sebab, diyakini bahwa data dari China menggambarkan jumlah keseluruhan kasus yang sebenarnya tersebar di dunia. Jadi, kita berharap pada semua negara untuk mendeteksi kasus secara efektif dan menyimpulkan apa yang terjadi di China," kata Profesor Lipsitch.

Menurutnya, tujuan dari penelitian yang ia lakukan adalah untuk melihat apakah kasus yang sudah terdeteksi benar-benar telah menggambarkan jumlah kasus yang sebenarnya terjadi.

Atas dasar tujuan tersebut, pada penelitiannya, dihitung hubungan statistik antara jumlah pengunjung ke sebuah negara dengan jumlah kasus yang terdeteksi. 

"Dari perhitungan ini, diperoleh rata-rata secara international bahwa ada 14 wisatawan atau pengunjung per hari, diasosiasikan dengan munculnya satu kasus yang terdeteksi, yang kami pantau selama periode penelitian kami," lanjutnya.

Berdasarkan standar tersebut, Indonesia diduga sudah memiliki lima kasus virus corona. Namun, hingga kini belum ada satu pun kasus virus corona yang terdeteksi di Indonesia. 

Profesor Lipsitch mengatakan bahwa di awal penelitian, ia tidak memfokuskan pada negara tertentu, tetapi seluruh negara. 

"Tujuan kami bukan untuk menilai kualitas dari sebuah negara, tetapi sebagai contoh dalam situasi ini, ketika seharusnya kasus infeksi diduga telah ada dan belum terdeteksi," jelas Profesor Lipsitch.

Baca juga: 67 Kasus Baru, AS dan Hong Kong akan Evakuasi Warganya dari Kapal Diamond Princess

Penemuan lain

Hasil temuan di atas yang menyebutkan Indonesia disebut sebagai salah satu titik awal penelitian. 

Selain itu, dalam penelitiannya, Profesor Lipsitch juga menyebutkan bahwa negara yang telah mendeteksi kasus virus corona seperti Thailand, juga kemungkinan masih memiliki banyak kasus yang tidak berhasil dideteksi.

"Semakin saya mendalami ini, saya juga menemukan bahwa bahkan Singapura yang memiliki frekuensi deteksi paling tinggi dibandingkan negara lain, menemukan lebih banyak kasus dari yang kami duga," tambahnya.

Profesor Lipsitch mengatakan bahwa Singapura juga menemukan masih banyaknya kasus yang terlewat karena tidak dapat dideteksi. Misalnya seperti kasus awal COVID-19 yang masih di tahap introduksi atau belum menunjukkan gejala.

"Jadi, adanya kasus yang terlewat bukanlah penghinaan karena setiap negara mungkin saja mengalaminya. Ini hanyalah sebuah peringatan atau alarm," ungkap Profesor Lipsitch.

Ia mengungkapkan kondisi ini patut diwaspadai dan tanggapi. 

"Seperti apa yang saya katakan ke banyak orang, fungsi dari Public Health adalah untuk menemukan potensi masalah dan memperingatkan pihak yang mungkin akan terkena dampaknya," tuturnya. 

"Tidak berarti potensi masalah selalu akan menjadi kenyataan, tapi sudah sepatutnya kita memberi 'alarm'," tambahnya.

Baca juga: Tanya-Jawab Seputar Virus Corona Covid-19

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi