Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Negatif Corona, Langkanya Masker Wajah, dan Naiknya Harga Kebutuhan Pokok

Baca di App
Lihat Foto
YUAN ZHENG
epaselect epa08163556 A masked shopper looks at the empty baskets on a counter in a supermarket in Wuhan in central Chinas Hubei province 25 January 2020. The city struck by the 2019-nCoV virus will ban private traffic starting on Sunday, prompting citizens to a shopping spree of necessities and groceries. EPA-EFE/YUAN ZHENG CHINA OUT
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Indonesia belum secara resmi mengonfirmasi satu kasus virus corona. 

Padahal virus tersebut telah menginfeksi puluhan ribu orang dan merenggut 1.669 nyawa.

Namun warga di negara kepulauan berpenduduk 260 juta ini mulai cemas dan memborong perbelanjaan di sejumlah toko.

Pertanyaannya adalah mengapa?

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Borong masker, disinfektan dan pembersih lantai

Melansir South Morning China Post (15/2/2020), pelanggan yang khawatir  memasukkan barang-barang yang bersifat tahan lama ke troli belanja.

Sejumlah barang seperti masker wajah, disinfektan, dan pembersih lantai menghilang dari rak, tanpa tersedia stok pengganti.

Kekhawatiran warga dengan memborong belanjaan merupakan contoh dampak yang timbul lantaran merebaknya wabah virus corona dan telah terjadi di Singapura, Hong Kong dan Jepang.

Hal yang sama sekarang terjadi di Indonesia.

Sejumlah barang seperti masker, tisu antiseptik, dan pembersih rumah semuanya habis terjual. Hal tersebut terjadi di apotek baik yang berada di pusat perbelanjaan mewah maupun daerah kumuh di Jakarta dan daerah sekitarnya pada Kamis dan Jumat pekan ini.  

Terdapat laporan serupa bahwa di beberapa kota di Indonesia telah kekurangan masker wajah.

Baca juga: Kominfo Imbau Waspada Penyebaran Virus Corona Lewat Kiriman Pos, Simak Infonya di Sini

"Ada kesalahpahaman bahwa mengenakan masker adalah kebutuhan dasar," ungkap Wiendra Waworuntu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular di Jakarta kepada kantor berita Antara.

"Faktanya, kebutuhan dasar adalah mengonsumsi makanan bergizi dalam diet seimbang, cukup istirahat, dan jika Anda merasa tidak enak badan, segera periksakan ke fasilitas kesehatan," kata dia.

Meski kekhawatiran itu nyata, tetapi beberapa orang di ibu kota melihat faktor lain juga berperan sehingga menimbulkan istilah "pra-penimbunan" dan "pra-panik".

“Beberapa pihak mencoba mengambil keuntungan. Ekonomi terdiri dari komponen penawaran dan permintaan, jadi mereka melakukannya untuk keuntungan finansial mereka sendiri, karena orang-orang takut, ”kata Indra Murida, ketika dia menyantap bubur di warung pinggir jalan deket sebuah perusahaan asuransi tempatnya bekerja.

“Tapi saya khawatir. Saya kira semua orang khawatir, bukankah Anda khawatir? Saya percaya kekebalan tubuh saya baik, tetapi di Singapura, mereka memborong semuanya,” ungkap dia.

Baca juga: WHO Takjub Indonesia Gerak Cepat Minimalisir Penyebaran Virus Corona

Harga bahan pokok naik 

Selain Indra, Saipul, 39, yang memiliki tiga kios di daerah itu mengatakan, kekhawatiran tentang virus corona telah menyebabkan harga bahan pokok di Indonesia seperti cabai, bawang putih, dan terong membengkak menjadi sekitar dua kali lipat dari harga normal.

Saipul mengatakan, secara pribadi dia tidak merasa khawatir tentang wabah virus corona di Indonesia.

Dia telah mencoba untuk menghindari kenaikan harga untuk menu sarapan dan makan siang dijualnya. Tapi dia khawatir tentang apa yang dipikirkan orang lain.

"Orang-orang berpikir tentang virus dan melihat apa yang terjadi?" dia berkata. “Harga sudah cukup tinggi. Orang-orang takut," imbuh dia.

Kekhawatiran tersebut juga terjadi di platform perbelanjaan online.

Pada satu situs e-commerce populer di Indonesia, satu kaleng disinfektan dari merek internasional, Lysol dengan berat 12,5 ons (354 gram) harganya naik hampir empat kali lipat dari sekitar 6 dollar AS (Rp 84.000) menjadi 22 dollar AS (Rp 308.000).

Sementara kaleng dengan berat 19 ons dijual secara online di kota Sumatera Selatan, Palembang, harganya lebih dari 50 dollar AS atau sekitar Rp 700.000.

Baca juga: Dampak Virus Corona terhadap Pariwisata di Asia Tenggara

Di warung makan, mahasiswa hukum, Sharine Gultom dan Brenda Rampen, keduanya berusia awal 20-an, berbicara tentang wabah virus corona sambil minum kopi dan merokok di seberang kampus Universitas Atma Jaya.

Keduanya mengatakan, mereka dapat berempati dengan rasa takut masyarakat dan kebutuhan akan masker pelindung, disinfektan, dan barang-barang lainnya.

"Orang-orang telah membeli sebanyak mungkin barang yang bisa mereka dapatkan," kata Gultom.

“Ini mengkhawatirkan, hanya menonton berita tentang kasus-kasus yang dicurigai virus corona. Saya pikir banyak media terlalu sensasional (wabah potensial)," ungkap dia.

Kedua wanita itu tinggal bersama keluarga mereka karena universitas mereka tidak memiliki asrama, jadi mereka juga harus membantu mengamankan persediaan peralatan kebersihan di tengah kurangnya pasokan. Tapi itu tidak mudah.

Satu kalimat yang terus didengar Rampen di setiap toko yang dia kunjungi, "Habis terjual," kata dia.

Baca juga: Pameran Fotografi Jepang Tak Jadi Digelar karena Wabah Virus Corona

Penelitian Profesor Harvard Indonesia negatif corona

Marc Lipsitch, seorang Profesor Harvard melalui penelitiannya mengidentifikasi negara-negara yang kemungkinan terjangkit virus corona.

"Tujuan dari penelitian kami adalah untuk melihat apakah kasus yang terdeteksi benar-benar mewakili jumlah total kasus," katanya kepada The Jakarta Post pekan lalu.

“Jadi, untuk melakukan itu kami memeriksa hubungan statistik antara jumlah pelancong ke suatu negara dengan jumlah kasus yang terdeteksi," ungkap dia.

Dari rata-rata terdapat 14 turis mancanegara per hari dapat terkait dengan satu kasus terdeteksi selama seluruh periode yang dia pelajari. Dengan standar itu, Indonesia diperkirakan memiliki lima kasus, kira-kira, tetapi tidak ada selama periode itu.

Menanggapi hal itu, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menggambarkan penelitian ini sebagai “penghinaan” bagi Indonesia.

Baca juga: Tips Mencegah Penularan Virus Corona Jika Bepergian dengan Pesawat

Negatif kasus virus corona

Pada hari Jumat (14/2/2020), baik Pemerintah Indonesia maupun WHO Indonesia belum mengonfirmasi satu pun kasus virus corona atau Covid-19 di Indonesia.

Padahal sejumlah negara tetangga Indonesia seperti Singapura, Malaysia dan Australia telah melaporkan kasus infeksi virus corona.

Namun, ratusan warga negara Indonesia dan Cina yang berada di Tiongkok dalam beberapa pekan terakhir masih berada di bawah karantina untuk observasi.

The Jakarta Post juga melaporkan seorang mahasiswa Indonesia berusia 19 tahun telah dikarantina di Kepulauan Maluku setelah jatuh sakit usai kembali dari Malaysia.

Baca juga: Dianggap Menghina, Ini Klarifikasi Profesor Harvard soal Virus Corona di Indonesia

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Sumber: SCMP
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi