Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Satu Bulan Isolasi di Wuhan, dari Penyesalan, Kehilangan hingga Berdamai dengan Keadaan

Baca di App
Lihat Foto
AFP/HECTOR RETAMAL
Sebuah mobil melaju sendiri di jalanan kota Wuhan, China, yang sepi akibat wabah virus corona yang mematikan, Minggu (26/1/2020).
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Satu bulan telah berlalu sejak otoritas mengisolasi jutaan orang di Wuhan dan kota-kota lainnya di Provinsi Hubei untuk mengontrol epidemi virus corona yang masih terus mewabah.

Melalui isolasi akibat wabah yang tiba-tiba datang ini, orang-orang di pusat penyebaran virus corona COVID-19 pun menghadapi pengalaman yang mengubah hidup mereka.

Perintah isolasi yang diumumkan satu bulan yang lalu adalah respons dari krisis akibat virus corona yang sehari sebelumnya dinyatakan di bawah kendali.

Melansir SCMP, dalam minggu-minggu setelahnya, orang-orang di kota itu berhadapan dengan pengalaman yang mengubah hidup mereka, baik untuk sekadar memperoleh kebutuhan dasar di supermarket ataupun untuk memperoleh perawatan medis.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isolasi masih terus dilakukan dan belum ada tanda-tanda kapan warga Wuhan dapat bebas meninggalkan rumah mereka.

Namun, bahkan ketika semuanya telah berakhir, kota tersebut tidak akan pernah kembali ke kondisi 'normal'.

Baca juga: Setelah Wuhan, Pemerintah Segera Evakuasi WNI di Kapal Diamond Princess di Yokohama

Tanpa kepastian

Salah satu penduduk Wuhan, Guan Wenhua, berpikir bahwa apa yang ia dengar tentang isolasi saa itu hanyalah sebuah candaan besar. Pebisnis berusia 46 tahun ini membaca berita tersebut lewat gawainya pada 23 Januari lalu.

"Bagaimana mungkin otoritas dengan mudahnya menutup pusat transportasi nasional yang begitu penting, yang merupakan rumah bagi 11 juta penduduk? Apakah kami telah ditelantarkan dan ditinggalkan di sini untuk mati?," kata Guan.

Pengumuman tersebut keluar pada pukul 2 pagi waktu setempat. Segera setelah toko-toko buka keesokan paginya, orang-orang pun berdesakan untuk memperoleh barang-barang persediaannya.

Sebelumnya, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Wuhan mengeluarkan pernyataan pada hari pertama, meminta masyarakat untuk tidak panik. Pihak berwenang berupaya untuk memberikan pembaruan kepada masyarakat tentang situasi yang tengah terjadi.

Akan tetapi, Guan dan keluarganya menghabiskan dua minggu pertama tanpa adanya kepastian dari penjelasan resmi pemerintah terkait isolasi ini.

Baca juga: Kemenkes Sebut 3 WNI di Wuhan Sudah Sehat dan Ingin Pulang

"Untuk minggu pertama dan kedua, seluruh keluargaku sangat khawatir. Sebab, pemerintah tidak pernah menjelaskan kenapa mereka membuat keputusan ini tiba-tiba. Apakah ini berarti epidemi sudah tidak dapat dikontrol? Saya takut dunia luar telah menyerah dengan kondisi kami," tuturnya.

Sementara, bagi Xia Chengfang, penduduk lain Wuhan, epidemi telah menyebabkan banyak kerugian pribadi, kerugian yang tidak dapat dihitung dengan angka.

Hari di saat isolasi Wuhan mulai diberlakukan, kakeknya mengalami demam. Ibu Xia pun mengantarkannya ke rumah sakit.

"Rumah sakit sangat penuh dengan pasien sehingga mereka menunggu lima jam untuk menemui dokter, yang hanya memberi beberapa obat dan meminta mereka untuk kembali ke rumah," kata Xia.

Kondisi kakek Xia pun memburuk. Keluarganya memanggil ambulans, tetapi tidak ada  yang datang.

"Kakek saya akhirnya memperoleh pengobatan pada 28 Januari, tetapi itu sudah terlambat dan ia meninggal keesokan paginya akibat 'infeksi virus', katanya.

Baca juga: Studi Baru, Virus Corona Wuhan Diduga Lebih Menular dari Perkiraan WHO

Penyesalan dan kehilangan

Rasa sesal dan kehilangan diperparah dengan kemarahan akibat keputusan dari pihak berwenang di kota tersebut.

"Bagaimana mungkin otoritas Wuhan tiba-tiba menutup seluruh kota hanya satu hari setelah mereka mengatakan bahwa wabah itu terkendali?" kata Xia.

Epidemi ini telah membunuh lebih dari 2.300 orang di mana sebagian besar kematian terjadi di Wuhan dan banyak kasus yang belum tersentuh.

Seorang Profesor Ilmu Komputer mengatakan bahwa kematian koleganya membuatnya menyadari bahwa semua orang sama sebelum menghadapi kematian.

Sementara, seorang ibu mengatakan bahwa krisis ini membuatnya merasa tidak berdaya, meskipun hanya untuk menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan rumahnya.

Bagi relawan, Andy Wang, momen ini membawa seluruh emosinya ke permukaan. Dengan dihentikannya seluruh operasional transportasi publik, kelompok relawan menggunakan kendaraannya sendiri untuk bekerja.

Pada 31 Januari lalu, ia mengantarkan seorang perawat yang belum pulang selama lebih dari satu minggu ke rumah untuk melihat orangtuanya selama beberapa menit.

Baca juga: Pemerintah Diminta Buka Data Jumlah WNI yang Masih Ada di Wuhan

Panik mereda

Seiring berjalannya waktu, perasaan panik pun mulai mereda di dalam masyarakat Wuhan.

Pasalnya, mereka dapat bertahan hidup tanpa pergi ke luar wilayah. Masyarakat dapat menempatkan pesanan secara online dan mengambil barang tersebut keesokan harinya, di luar gerbang yang didesain di setiap kompleks perumahan.

Sementara orang-orang lainnya telah bersama-sama membangun komunitas online untuk saling berbagi informasi.

Bagi semua penduduk Wuhan, hidup tetap berjalan, dan sebelum adanya pengumuman resmi yang mengakhiri isolasi tersebut, "gaya hidup penjara" ini terus berjalan.

"Saya tahu banyak orang telah kehilangan yang mereka sayangi dan semuanya tidak akan lagi sama, tetapi saya berharap bahwa hidupnya dapat kembali seperti normal," kata Wang.

Baca juga: Alasan Penginapan Ini Nekat Tetap Buka di Wuhan meski Corona Mewabah

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi