Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Warga Asal Hubei Berjuang dan Kembali Menata Hidup Pasca-Wabah Corona...

Baca di App
Lihat Foto
ROMAN PILIPEY
Seorang pekerja kota mengenakan masker pelindung wajah mengendarai sepeda di Beijing, China, 22 Februari 2020. EPA-EFE/ROMAN PILIPEY
|
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary


KOMPAS.com - Sejumlah kisah mengenai perjuangan warga China, khususnya mereka yang berasal dari Provinsi Hubei, dibagikan di media sosial.

Hubei merupakan provinsi di mana pertama kali wabah virus corona merebak pada akhir 2019.

Warga yang tinggal di sejumlah wilayah di provinsi itu harus menata kembali hidupnya setelah bertahan hidup di kota yang sempat menjadi "kota mati".

Tak sedikit yang memilih merantau, memilih meninggalkan kampung halamannya untuk melanjutkan hidup.

Namun, perjuangan yang dilalui tak mudah. Label "warga Hubei" menimbulkan stigma tersendiri.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apalagi, jika memiliki catatan dan riwayat pernah tinggal di Wuhan, kota tempat virus Covid-19 pertama kali ditemukan pada akhir 2019.

Baca juga: Satu Bulan Isolasi di Wuhan, dari Penyesalan, Kehilangan hingga Berdamai dengan Keadaan

Kisah Wang Sheng

Melansir New York Times, Senin (24/2/2020), salah satu kisah datang dari Wang Sheng (49). Ia sudah bertahun-tahun tak tinggal di wilayah Hubei.

Namun, imbas sebagai seseorang yang punya kampung halaman di sana mempengaruhi kelanjutan hidupnya.

Wang merantau untuk mencari pekerjaan.

Dengan koper plastik berwarna abu-abu di genggaman, Wang membawa banyak barang miliknya seperti selimut, sikat gigi, sepatu, bahkan sisir.

Ia menyambangi pabrik demi pabrik di China bagian selatan untuk mencari pekerjaan.

Nasib baik berlum berpihak padanya. Jawaban "ditolak" berulang kali diterimanya saat mengajukan lamaran. 

Penolakan ini  selalu dialami Wang katena ia berasal dari Provinsi Hubei, tempat virus corona merebak dan paling banyak memakan korban. 

"Tidak ada yang bisa saya lakukan. Saya sendirian, terisolasi, dan tidak berdaya," ujar Wang, yang hanya memiliki sisa tabungan sekian dolar saja.

Baca juga: Terulang, Dokter Senior di Wuhan, Liu Zhiming Meninggal Dunia akibat Virus Corona

Sehari-hari, di tengah masa sulit ini Wang hanya memakan mie dan tinggal di sebuah kamar kecil yang ia sewa bulanan.

Ia khawatir baru bisa mendapatkan pekerjaan dalam hitungan bulan.

Jadi, sehari-hari ia sibuk melihat lowongan pekerjaan secara online dan memantau berita perkembangam virus.

Frustrasi dengan apa yang dialaminya, Wang menulis sebuah puisi di laman media sosial miliknya.

Puisi itu menceritakan bagaimana rasanya terisolasi dan stres yang dialaminya.

Ia pun mengkritik pemerintah lokal yang dinilainya tidak berbuat banyak untuk menolong nasib para pekerja.

"Kamu menderita kesendirian, seorang diri. Tetapi kamu masih mengalami diskriminasi. Departemen Tenaga Kerja sekarang diam. Dan saya sendirian di Shenzhen," tulis Wang.

Di negara dengan penduduk terbanyak di dunia itu, setidaknya terdapat sekitar 300 juta warga perantau di pinggiran kota.

Baca juga: Bisa Menularkan Virus Corona, China Kembali Karantina Pasien Sembuh COVID-19

Kisah Liu Wen, Yang, dan Huang

Kisah lain datang dari Liu Wen (42), seorang buruh pabrik di Zhengzhou.

Ia bersama suami dan kedua anaknya diusir dari apartemennya sehingga terpaksa menyewa kamar hotel.

Pengusiran itu terjadi akibat ia melakukan kunjungan ke kampung halaman sang suami di Guangdong. Ini menyebabkan sang pemilik apartemen khawatir ada virus yang dibawa.

"Kami telah banyak berjuang. Sekarang kami sudah kehilangan harapan," ujar Liu. 

 

Lain lagi dengan Yang Chengjun (58), seorang tukang kayu dari bagian timur laut China.

Ia dan putranya saat ini mengandalkan hidup dari hasil bumi yang ia tanam, seperti padi dan sayur-sayuran.

Semua ini dilakukan untuk bisa bertahan hidup. Yang juga khawatir dalam waktu dekat keluarganya akan kehabisan uang.

"Tekanan bagi pekerja migran begitu tinggi, dan epidemi ini menambah sulit semuanya," ujar Yang.

Baca juga: Turun di China, Kasus Virus Corona Melonjak di Korea Selatan, Jepang dan Italia, Ini Datanya..

Huang Chuanyan (46) yang sehari-hari bekerja di bidang konstruksi di Hubei, saat ini berhenti membeli daging.

Bukan karena takut adanya virus, namun demi menghemat uang yang tersisa.

Perusahaan tempatnya bekerja mengaku tidak memiliki alternatif lain, selain memintanya tetap tinggal dan menunggu di rumah.

"Saya tidak mau berpikir tentang masa depan sekarang. Semakin saya melakukannya, maka saya akan semakin stres," ujar Hwang.

Para perantau dari daerah rural ini dipandang oleh pemerintah setempat dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat sehingga harus diperlakukan sebagai pihak yang potensial membawa virus.

Presiden Xi, yang datang dari partai yang diasosiasikan bisa memberi kesejahteraan bagi para pekerja, saat ini sedang dalam tekanan yang besar.

Warga yang berasal dari kalangan ekonomi bawah mengalami kesulitan hidup yang tidak biasa saat ini.

Ia juga harus menjaga stabilitas ekonomi negaranya yang dikhawatirkan mengalami pelemahan.

Padahal, banyak sektor bisnis yang terpaksa berhenti akibat meminta para pekerjanya untuk tetap tinggal di rumah selama wabah belum berakhir.

Pelaku industri pun tidak mau ambil risiko terjadi masalah kesehatan yang serius di kawasan usahanya dengan mengoperasionalkan kembali pabrik di waktu dekat, meskipun banyak pekerja memohon untuk ini.

Baca juga: 763 Kasus Positif Corona, Korea Selatan Jadi Negara Terbanyak Kedua Setelah China

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Virus Corona, Gejala dan Cara Pencegahannya

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi