Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Kasus 77 Siswa yang Diduga Dihukum Makan Kotoran, KPAI Dorong Ortu Lapor Polisi

Baca di App
Lihat Foto
KOMPAS.COM/NANSIANUS TARIS
Foto : Suasana setelah rapat bersama antara pihak sekolah dan orangtua siswa di aula Seminari Bunda Segala Bangsa, Maumere, Kabupaten Sikka, NTT, Selasa (25/2/2020).
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Kabar mengenai hukuman disuruh memakan kotoran kepada 77 siswa Seminari Bunda Segala Bangsa Maumere tersebar di sejumlah media sosial pada Selasa (25/2/2020).

Disebutkan, puluhan siswa tersebut ditempeli kotoran manusia di bagian bibir dan lidah oleh dua oknum senior mereka.

Dalam wawancara yang dilakukan secara langsung, seorang siswa mengaku, terlalu takut jika menolak perintah dari seniornya.

"Setelah makan, kami semua menangis. Terlalu jijik dan bau," ujar siswa kelas VII tersebut seperti diberitakan Kompas.com Selasa (25/2/2020).

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Atas kejadian itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menjelaskan bahwa tindakan tersebut telah melanggar UU Perlindungan Anak.

Lapor polisi

Apabila memang terbukti, maka KPAI mendorong para orangtua dan anak korban bisa melaporkan perbuatan tersebut ke pihak kepolisian.

"Ada pelanggaran UU No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," ujar Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti kepada Kompas.com, Rabu (26/2/2020).

Adapun tindakan menghukum dengan memakan kotoran dapat dikategorikan sebagai kekerasan.

Meski pelaku merupakan siswa senior, Retno mengungkapkan, ada kesalahan dari pihak sekolah.

"Kesalahan anak tidak berdiri sendiri, di antaranya ada kelemahan pengawasan di sekolah tersebut," ujar Retno.

Menurutnya, adanya tindakan kekerasan yang dilakukan oleh siswa senior merupakan bentuk kelalaian pihak sekolah.

Selain itu, Retno menyampaikan, dalam UU Pasal 54 Perlindungan Anak menjelaskan bahwa pihak sekolah wajib melindungi peserta didik dari berbagai bentuk kekerasan, baik yang dilakukan pendidik, tenaga kependidikan maupun peserta didik.

Baca juga: 77 Siswa Dipaksa Sentuh Kotoran Manusia dengan Lidah, Apa Dampaknya?

Tindakan KPAI

Menilik adanya kekerasan dalam lingkungan sekolah, KPAI akan segera berkoordinasi dengan pihak sekolah dan Dinas Pendidikan atau kantor wilayah Kementerian Agama (Kemenag) setempat.

Sebab, sekolah tersebut dikategorikan sekolah seminari. Koordinasi perlu dilakukan sebagai upaya guna mendalami kasus tersebut.

Tak hanya itu, KPAI juga berencana melakukan pengawasan langsung dan rapat koordinasi dengan pemerintah Kabupaten Sikka beserta OPD terkait.

Beberapa OPD yang daapt dilibatkan di antaranya Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Sikka, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan lainnya.

Retno mengungkapkan, tindakan tersebut dilakukan untuk merehabilitasi psikologis korban.

"Karena anak-anak korban pastilah mengalami trauma sehingga perlu mendapatkan rehabilitasi psikologis dan juga medis karena memakan feses," ujar Retno.

Tak hanya itu, pihaknya juga mendorong guru dan sekolah seminari tersebut yang melakukan tindakan tersebut harus diperiksa oleh dinas terkait.

Baca juga: 77 Siswa di NTT Dihukum Makan Kotoran Manusia

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, kejadian tersebut berawal saat salah seorang siswa kelas VII membuang kotorannya di dalam plastik dan disembunyikan dalam lemari ksoosng di kamar tidur.

Namun, plastik tersebut kemudian ditemukan pelajar senior yang saat itu ditugaskan menjaga kebersihan kamar tidur kelas VII.

Lantas, dua pelajar senior tersebut menanyakan pelaku yang membuang kotoran di dalam plastik. Tetapi tidak ada yang menjawab.

Akhirnya, tindakan yang memilukan itu terjadi dan pihak sekolah telah meminta maaf atas kejadian yang menimpa 77 pelajar sekolah seminari itu.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi