Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pencegahan Virus Corona, Deteksi Suhu dan Penggunaan Termometer Tembak...

Baca di App
Lihat Foto
AFP
Seorang warga sedang dicek suhu tubuh menggunakan senjata termometer saat memasuki supermarket di Shanghai, China.
|
Editor: Sari Hardiyanto

KOMPAS.com - Sejak diidentifikasi pada akhir Desember silam, virus corona jenis baru ini telah menginfeksi 92.8600 orang dan menewaskan 3.162 orang hingga Rabu (4/3/2020).

Kendati demikian, pasien yang dikabarkan sembuh juga mengalami peningkatan signifikan hingga 48.252 orang.

Saat ini, deteksi dini virus corona kerap dilakukan dengan pemeriksaan suhu tubuh seseorang.

Bahkan, sejumlah fasilitas umum seperti bandara, perkantoran hingga istana melakukan prosedur pengecekan suhu tubuh seseorang untuk pencegahan terkait penyebaran virus corona.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilansir dari South China Morning Post (SCMP), salah satu upaya untuk mengetahui dan mencegah penyebaran virus corona yakni dengan pemeriksaan suhu yang dilengkapi dengan termometer inframerah genggam atau dikenal dengan "termometer tembak".

Adapun termometer ini digunakan oleh petugas untuk memeriksa orang-orang tanpa harus melakukan kontak langsung.

Baca juga: Update Terbaru Virus Corona Seluruh Dunia: Tembus 76 Negara, 48.252 Sembuh, 3.162 Meninggal

Lantas, apakah penggunaan "termometer tembak" dapat dipercaya untuk mencegah penyebaran virus corona?

Termometer inframerah genggam ini telah muncul sebagai perangkat populer untuk menyaring orang-orang yang demam selama wabah virus corona.

Meskipun termometer ini dapat dengan cepat mengukur suhu permukaan tanpa menyentuh kulit manusia, para ahli mengatakan, menggunakan perangkat non-kontak untuk menghindari penyebaran infeksi kurang akurat.

"Secara umum, termometer inframerah jarak jauh telah terbukti kurang dapat diandalkan," ujar profesor kedokteran di Universitas Nebraska, James Lawler kepada SCMP.

"Seperti termometer kontak kontak kulit, ada masalah termasuk berkeringat dan kehilangan panas yang dapat memengaruhi pembacaan suhu," lanjut dia.

Menurutnya, termometer telinga elektronik dan termometer oral mungkin lebih akurat, namun diperlukan waktu lebih lama untuk mengetahui hasil pembacaan suhu.

Tak hanya itu, dua termometer tersebut juga menimbulkan risiko kontaminasi silang yang lebih tinggi.

Di sisi lain, seorang profesor keamanan hayati global di Universitas New South Wales di Sydney, Raina MacIntyre, menjelaskan bahwa kontak langsung bukan cara yang baik dalam pencegahan infeksi.

"Kontak (langsung) bukanlah ide yang baik untuk pencegahan infeksi, bahkan dengan masker sekali pakai," ujar MacIntyre.

Baca juga: Lebih dari 50 Persen Pasien Virus Corona di China Berhasil Sembuh

Seberapa efektif pemeriksaan suhu guna mendeteksi Covid-19?

Termometer tembak dan kamera skrining termal, yang mengukur panas dari tubuh seseorang, tidak akan mendeteksi semua orang yang terinfeksi Covid-19.

Sebab, ada beberapa orang yang telah teinfeksi virus namun tidak menunjukkan gejala apa pun.

"Orang-orang yang tidak menunjukkan gejala sama menularnya dengan mereka yang mengalami demam atau gejala lainnya," kata MacIntyre.

Hal ini diperkuat dengan penjelasan dari para peneliti Jerman mengungkapkan, penularan dapat terjadi pada orang yang tidak ada gejala atau hanya muncul gejala ringan.

Selain itu, orang yang terinfeksi mungkin masih dalam masa inkubasi (lamanya waktu antara paparan infeksi dan munculnya gejala pertama).

Pendapat lain mengenai masa inkubasi juga disampaikan oleh pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS.

Mereka mengatakan gejala Covid-19 dapat muncul segera setelah dua hari atau selama 14 hari setelah paparan.

Namun, dokter spesialis pernapasan di China, Zhong Nanshan mengungkapkan bahwa masa inkubasi bisa selama 24 hari dalam kasus tertentu.

Masa inkubasi 14 hari adalah periode penasehat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk memantau kasus dan didasarkan pada data dari virus corona lainnnya.

"Bahkan jika mereka memiliki penyakit Covid-19 dengan demam, mereka mungkin tidak mengalami demam pada saat mereka diskrining karena fluktuasi alami demam atau penggunaan obat-obatan untuk menurunkan demam," ujar dokter spesialis penyakit menular di Sekolah Kedokteran Universitas Nasional Australia di Canberra, Sanjaya Senanayake.

Adapun skrining di bandara hanya berfungsi jika penularan infeksi oleh orang tanpa gejala dapat diabaikan, sensitivitas skrining hampir sempurna, dan periode inkubasi pendek.

Baca juga: Berikut Mitos dan Fakta soal Virus Corona yang Perlu Diketahui

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi