Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bergabung sejak: 18 Mei 2016

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Virus Corona dan Ketidakpastian Hidup yang Niscaya

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/APRILLIO AKBAR
Tim Medis Rumah Sakit Pertamina Jaya memeriksa suhu tubuh seorang pegawai di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Rabu (4/3/2020). Pemeriksaan kondisi suhu tubuh bagi pegawai maupun tamu tersebut untuk mengantisipasi penyebaran virus corona atau Covid-19.
Editor: Heru Margianto


SENIN pada pekan perdana Maret 2020 itu, jelas tak terbayangkan oleh dua warga Indonesia yang kemudian positif mengidap Covid-19.

Setelah diduga bangsa yang sakti karena tak jua terpapar virus mematikan tersebut, akhirnya kita mulai berkenalan dengan pengalaman baru yang mendebarkan.

Praktis setelahnya, tak berlaku lagi guyonan Corona enggan masuk Indonesia lantaran sukar mengurus perizinan di sini.

Sudah cukup kita tertawa di atas penderitaan orang lain. Cukup sudah kita jemawa sebagai bangsa yang kebal penyakit.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemudian kita harus berpikir keras bagaimana cara menghadapi Corona.

Seorang profesor dari Universitas Airlangga (UNAIR) sudah lebih dulu melansir hasil risetnya untuk menangkal virus asal Wuhan itu, dengan banyak mengonsumsi empon-empon, sejenis minuman khas Nusantara yang dibuat dari saripati batang dan daun sambiloto.

Di dalamnya terkandung zat aktif bernama andrografolida. Jangan bersedih bila Anda kesulitan mengucapkannya.

Minuman yang lazim dijajakan mbak jamu gendong itu memang terbukti ampuh menambah daya kebal tubuh.

Tapi yang luput dari amatan banyak orang adalah empon-empon bukan vaksin. Ya, sampai tulisan ini kami susun, belum ada satu pun ahli medis yang bisa membuat vaksin untuk menumpas Corona.

Kenaifan

Ada yang menarik untuk dicermati. Persis ketika negeri kita disinggahi Covid-19, maka bermunculanlah beragam kenaifan dari masyarakat Indonesia. Pemandangan itu bisa kita lihat di pelbagai pusat keramaian.

Ada seorang perempuan yang entah dengan alasan apa memakai shower cap di kepalanya. Mungkin ia berpikir si virus bakal bergelantungan di rambut indahnya dan masuk melalui kulit kepala.

Ada pula seorang bujang yang asyik mojok di sebuah gerbong kereta listrik sembari memakai masker jenis bomber, lengkap dengan selang lucunya yang terjuntai ke bawah, langsung menyedot udara bebas dalam gerbong. Alamakjang...

Pemandangan lain berkisah tentang sepasang pasutri yang memakai masker sambil menggandeng gadis kecil mereka--yang malah tak bermasker.

 

Seorang perempuan muda juga tertangkap pandangan mata kami sedang jajan gorengan di depan salah satu stasiun kereta. Asyik nian ia melahap jajanannya sambil sesekali membuka-tutup masker.

Kecenderungan ini sejatinya merupakan efek dari begitu banyak orang memborong kepanikan dan membeli ketakutannya--tanpa pengetahuan memadai.

Padahal kita ini gemar makan di warung pinggir jalan yang piring-mangkuknya dicuci dalam ember bercampur debu-asap knalpot, tapi tak takut tertular TBC, hepatitis, atau tyfus.

Sekarang malah tiba-tiba peduli higienitas sampai memborong "pensuci" tangan.

Tiap hari nyerobot lampu merah, melawan arah di jalan raya, ngebut seakan punya nyawa sembilan.

Sekarang seketika takut mati kena Corona, sampai memborong masker setoko.

Saban waktu membaca "rokok membunuhmu," tapi ya tetap saja rokoknya dihisap. Ayeuna ujug-ujug peduli kesehatan.

Ndak usah sampai sungsang kuya begitu karena kita ini bangsa yang santuy. Ada teroris saja kita tontonin tanpa peduli terkena peluru nyasar.

Orang Indonesia itu senangnya tiba-tiba kok. Suka tiba-tiba sayang. Tiba-tiba menghilang pas lagi sayang-sayangnya. Tiba-tiba muncul saat sudah benci setengah mati. Begitu tuh orang kita.

Hidup ini misteri

Jadi tak perlu lah nimbun makanan. Toh Anda bukan berang-berang.

Perilaku semacam juga tak elok dipandang mata saudara-saudara kita yang setiap hari bertungkus lumus mempertahankan hidupnya, hanya dengan seperiuk nasi. Jangan membuat kesenjangan sosial itu kian kentara.

Tengoklah bangsa Jepang yang tanpa dikomando pemerintahnya mau menyumbangkan apa saja benda berharga milik mereka demi berbagi penderitaan dengan saudara kita di China.

Dunia kita kiwari, jelas sangat membutuhkan rasa welas asih.

Berhenti pula menimbun kejahatan pikiran yang sebenarnya mudah saja untuk diurai. Itu jelas menyiksa dan merusak diri sendiri.

Biarlah segala sesuatu terjadi, dan lalu hilang tanpa jejak. Keindahan hidup ini terlampau mahal tuk digadai dengan sebongkah kekhawatiran menyesakkan.

Kalau Anda masih setia pada agama, pasti percaya bahwa Tuhan sudah merancang segala sesuatu--bahkan dalam skala paling rigid.

 

Malah ada beberapa ayat dari kitab suci yang mengabarkan, seluruh kejadian di semesta ini sudah ditulis di Lembaran Langit--jauh sebelum Dia menciptakannya.

Tak cukupkah begitu banyak pelajaran dibabarkan Tuhan untuk kita petik?

Orang yang telaten menjaga kesehatan dengan makanan organik, bisa mati disambar petir.
Seorang petani yang rutin turun ke sawah dan bergelimang lumpur, mangkat di atas dipannya nan sederhana.

Miliarder yang memiliki semua benda duniawi, lampus dalam kesepian tak berbahagia.

Kita hadir di jagat raya ini jelas tanpa berusaha. Lantas kenapa harus berupaya sedemikian rupa mempertahankan sesuatu yang bahkan tidak kita rencanakan itu?

Hidup ini sudah teramat sangat misterius untuk dinalar.

Kita berangkat meninggalkan langkah pertama dan menempuh perjalanan panjang ke tujuan yang sama. Bermula dari tidak tahu, berakhir dalam keentahan.

Tak ada yang benar-benar kita ketahui kecuali ya ketidaktahuan itu. Aneh bukan?

Barangkali hikmah dari kemunculan virus yang terbungkus lemak ini pada abad kita--terutama di Indonesia adalah lahir sebuah kesadaran betapa kebersihan itu indah. Bukti nyata kita beriman pada Dia yang Maha Abirupa.

Bahaya dari Corona bukanlah kematian massal atau kepunahan ras manusia, tapi keruntuhan kesadaran kita sebagai makhluk mulia.

Percayalah, virus itu pasti mati dengan sendirinya bila kita sebarluaskan kebahagiaan dan kewarasan di mana pun Anda berada.

Mari bergandengan tangan memulihkan Bumi dan peradaban yang telah kita rusak dengan kekuatan Cinta nan Murni pada Kehidupan.

Semoga kali ini kita sungguh mau belajar, betapa kepastian hidup hanya bisa diukur dari ketakpastiannya.

Itulah satu-satunya kepastian yang bisa kita yakini sepenuh hati. Dia menciptakan misteri agar kerahasiaan-Nya tetap Abadi.

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag
Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi