Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hasil Penelitian: Virus Corona Sensitif dengan Suhu Tinggi, Bagaimana Penyebarannya?

Baca di App
Lihat Foto
Dok. Shutterstock
Ilustrasi virus corona
|
Editor: Virdita Rizki Ratriani

KOMPAS.com - Meluasnya penyebaran virus corona atau Covid-19 membuat penelitian tentang virus tersebut juga semakin gencar.

Salah satu hasil penelitian terbaru mengenai virus corona yakni virus ini sangat sensitif terhadap suhu tinggi.

Dilansir SCMP (8/3/2020), studi tersebut dibuat oleh tim dari Universitas Sun Yat-sen di Guangzhou, Ibu Kota Provinsi Guangdong China selatan.

Fokus penelitiannya menentukan bagaimana penyebaran virus corona baru mungkin dipengaruhi oleh perubahan musim dan suhu.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penelitian tersebut diterbitkan bulan lalu. Dalam laporan tersebut ditemukan bahwa suhu panas memiliki peran yang signifikan terhadap perilaku virus. 

Dikatakan dalam penelitian, suhu dapat secara signifikan mengubah transmisi Covid-19 dan mungkin ada suhu terbaik untuk penularan virus.

Baca juga: Update WNI Terinfeksi Virus Corona: 7 dari 12 WNI Terkena Covid-19 Berhasil Sembuh

Sensitif terhadap suhu tinggi

Virus ini sangat sensitif terhadap suhu tinggi, sehingga dapat mencegahnya menyebar di negara-negara yang beriklim hangat.

Sementara itu di negara dengan iklim yang lebih dingin penyebarannya lebih mungkin terjadi.

Kesimpulannya disarankan bahwa negara dan wilayah dengan suhu yang lebih rendah mengadopsi langkah-langkah kontrol yang paling ketat.

Meski begitu tidak dianjurkan untuk hanya mengandalkan musim panas agar virusnya mati.

Penelitian yang dilakukan tim Guangzhou didasarkan pada setiap kasus baru virus corona yang dikonfirmasi di seluruh dunia antara 20 Januari hingga 4 Februari.

Hal itu termasuk di lebih dari 400 kota dan wilayah Cina.

Analisis menunjukkan bahwa jumlah kasus naik sejalan dengan suhu rata-rata hingga puncak 8,72 derajat celcius dan kemudian menurun.

Baca juga: Menyebar Hampir di Seluruh Negara Anggota, Bagaimana Cara Eropa Menghadapi Wabah Corona?

Dikatakan juga bahwa iklim mungkin berperan dalam mengapa virus itu menyebar Wuhan, China tempat pertama kali terdeteksi.

Pakar lainnya, asisten direktur di Center for Infectious Diseases Research di American University of Beirut Hassan Zaraket juga mendukung hal tersebut.

Dia mengatakan ada kemungkinan bahwa cuaca yang lebih hangat dan lebih lembab akan membuat virus corona lebih stabil dan dengan demikian kurang menular, seperti halnya dengan patogen virus lainnya.

"Ketika suhu memanas, stabilitas virus dapat menurun. Jika cuaca membantu kita mengurangi transmisibilitas dan stabilitas lingkungan dari virus, maka mungkin kita dapat memutus rantai penularan," katanya.

Baca juga: Berikut Perkembangan Terkini Kasus Virus Corona di 16 Negara Timur Tengah

Tidak selalu suhu tinggi

Sebuah studi terpisah dilakukan oleh sekelompok peneliti termasuk ahli epidemologi Marc Lipsitch dari Harvard School of Public Health TH Chan.

Mereka menemukan bahwa penularan virus corona yang berkelanjutan dan pertumbuhan infeksi yang cepat dimungkinkan dalam berbagai kondisi kelembaban.

Misalnya dari provinsi dingin dan kering di China ke lokasi tropis, seperti daerah otonom Guangxi Zhuang di ujung selatan negara itu dan Singapura.

Cuaca saja, seperti peningkatan suhu dan kelembaban tidak akan serta merta menyebabkan penurunan dalam jumlah kasus infeksi virus corona tanpa penerapan kebijakan kesehatan masyarakat yang luas.

Direktur eksekutif program kedaruratan kesehatan WHO, Mike Ryan mengimbau masyarakat untuk tidak menganggap epidemi akan secara otomatis mereda di musim panas.

“Adalah harapan yang salah untuk mengatakan, ya, itu akan hilang seperti flu. Kita tidak bisa membuat asumsi itu. Dan tidak ada bukti," ujarnya.

Baca juga: Melalui Kartun, Jokowi Ingatkan Masyarat Tak Panik Hadapi Virus Corona

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi