Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Selain Keris, Ini Dua Pusaka Pangeran Diponegoro yang Dikembalikan Belanda ke Indonesia

Baca di App
Lihat Foto
Dok. KBRI
Menteri Pendidikan, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan Belanda, Ingrid van Engelshoven (kiri); Duta Besar RI untuk Belanda, I Gusti Agung Wesaka Puja (tengah) dan Direktur Nationaal Museum van Wereldculturen, Stijn Schoonderwoerd (kanan) saat penyerahan keris Pangeran Diponegoro.
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS.com - Sebilah keris milik Pangeran Diponegoro telah dikembalikan ke Indonesia pada Kamis (5/3/2020).

Keris itu ditemukan di Museum Volkenkunde, Leiden, Belanda setelah melalui penelitian mendalam yang diperkuat ahli Belanda dan Indonesia.

Sebelumnya, keris itu didapatkan Belanda saat menangkap Pangeran Diponegoro setelah perang besar 1825-1830. Kolonel Jan-Baptist Cleerens kemudian memberikan keris Pangeran Diponegoro itu sebagai hadiah untuk Raja Willem I pada 1831.

Keberadaan keris tersebut sempat menjadi teka-teki setelah Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden (KKZ) bubar. KKZ merupakan tempat koleksi khusus kabinet Kerajaan Belanda.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kini keris itu telah kembali ke pangkuan Indonesia, bergabung dengan dua pusaka milik Pangeran Diponegoro lainnya.

Baca juga: 150 Tahun, Jalan Panjang Keris Pangeran Diponegoro untuk Pulang

Berikut dua pusaka Pangeran Diponegoro yang terlebih dahulu dikembalikan dari Belanda:

Tombak Kyai Rondhan

Dikutip dari laman resmi Kementerian Kebudayaan Indonesia, tombak Kyai Rondhan merupakan salah satu senjata pusaka milik Pangeran Diponegoro.

Pangeran Diponegoro mengganggap tombak ini sebagai benda yang suci. Tongkat tersebut terbuat dari kayu dan dilapisi oleh benang hitam.

Pada mata tombak terdapat bagian yang dilapisi emas. Bagian pangkal mata tombak terdapat empat relung yang berhias permata.

Tapi dua buah permatanya sudah hilang sejak diserahkan Belanda ke Indonesia.

Tombak Kyai Rondhan dipercaya dapat memberikan perlindungan dan peringatan akan datangnya bahaya.

Benda pusaka itu lepas dari tangan Pangeran Diponegoro ketika ia disergap oleh Pasukan Gerak Cepat ke-11 Mayor A.V. Michiels di pegunungan Gowong di daerah Kedu, pada 11 November 1829.

Hilangnya Tombak Kyai Rondhan ini dianggap oleh Pangeran Diponegoro sebagai pengkhianatan dari tiga pemimpin yang dipercayainya di Mataram. Padahal, ia ingin mewariskan tombak tersebut kepada putra tertuanya.

Tombak ini kemudian dikirim ke Raja Belanda Willem I (1813-1840) bersama dengan pelana kuda Pangeran Diponegoro sebagai rampasan perang.

Tombak Kyai Rondhan resmi dikembalikan kepada Indonesia pada 1978.

Baca juga: Cerita Tan Jin Sing, Bupati Yogyakarta Keturunan Tionghoa: Intrik Keraton hingga Perang Diponegoro

Tongkat Kanjeng Kyai Tjokro

Tongkat Pusaka Kanjeng Kyai Tjokro milik Pangeran Diponegoro (1785-1885), yang hilang sewaktu masa peperangan pada abad ke-19, kini sudah dikembalikan ke Indonesia.

Pusaka yang disimpan keluarga Jean Chrétien baron Baud di Belanda sejak 1834, itu diserahkan pada pembukaan pameran seni rupa ”Aku Diponegoro” di Galeri Nasional Indonesia di Jakarta pada 2015 silam. 

J.C. Baud adalah Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke-44. Ia memerintah antara tahun 1834 – 1836.

Harian Kompas, 6 Februari 2015 memberitakan, tongkat pusaka sepanjang 153 sentimeter dari kayu mahoni tersebut diberikan kakak beradik Michiel dan Erica Lucia Baud kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Anies Baswedan.

Tongkat ini dimiliki oleh Pangeran Diponegoro pada tahun 1815 dari pemberian seorang warga pribumi.

Baca juga: Mengenal Banjarnegara yang Viral dengan Gaji Bupati Rp 5,9 Juta, Sejarah Perang Diponegoro di Pinggir Sungai Serayu

Sejak saat itu, Tongkat Kanjeng Kyai Cokro ini selalu dibawa oleh Pangeran Diponegoro setiap berziarah ke tempat suci untuk berdoa agar segala kegiatannya diberkati.

Sebelum Pangeran Diponegoro tertangkap pada 1830, tongkat ini berada di tangan Pangeran Adipati Notoprojo, cucu Nyi Ageng Serang yang merupakan salah satu komandan perang Pangeran Diponegoro.

Pangeran Notoprojo kemudian memberikan Tongkat Kanjeng Kyai Cokro kepada Gubernur Jenderal Jean Chretien Baud pada 1834 dengan tujuan mengambil hati Pemerintah Hindia Belanda.

Sejak tahun 1834, tongkat tersebut disimpan oleh J.C. Baud sebelum akhirnya kembali ke Indonesia 181 tahun kemudian.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi