KOMPAS.com - Sejak Minggu (8/3/2020), media sosial Twitter kembali diramaikan oleh cuitan Gejayan Memanggil.
Tanda pagar (tagar) tersebut merupakan seruan untuk menggelar aksi menolak Omnibus Law.
Warganet ramai-ramai membuat postingan tentang Gejayan Memanggil Lagi dan membuatnya menjadi trending topik di Twitter Senin (9/3/2020) siang.
Setidaknya ada 10.200 tweet dengan tagar #GejayanMemanggilLagi hingga Senin pukul 14.55 WIB.
Baca juga: Sekjen PDI-P: Jangan Sampai Kepentingan Tenaga Kerja di Omnibus Law Dikorbankan
Apa itu Omnibus Law?
Dikutip Kompas.com (22/10/2019) menurut Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Savitri Omnibus Law merupakan sebuah UU yang dibuat untuk menyasar isu besar yang ada di suatu negara.
Omnibus Law dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah.
Selain itu, menyederhakan peraturan agar lebih tepat sasaran.
Terobosan itu sangat menantang jika dilakukan di Indonesia, karena Indonesia belum pernah menerapkan Omnibus Law.
Humas Aliansi Rakyat Bergerak Kontra Tirano mengatakan massa aksi di Gejayan, Yogyakarta, pada Senin (9/3/2020) menolak Omnibus Law.
"Pada dasarnya menolak semuanya. Menolak Omnibus Law, gagalkan Omnibus Law," ujarnya pada Kompas.com, (9/3/2020).
Baca juga: Gejayan Memanggil Lagi, Elemen Masyarakat Yogya Tolak Omnibus Law
Secara ringkas, beberapa pasal RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang ditolak, yaitu sebagai berikut:
- Pasal 32 Ayat (1) sampai Ayat (4)
- Pasal 56
- Pasal 61
- Pasal 77
- Pasal 88
- Pasal 91
- Pasal 92
- Pasal 93
- Pasal 98
- Pasal 111
- Pasal 130
- Pasal 131
- Pasal 151
- Pasal 154
- Pasal 157
- Pasal 161
Baca juga: Trending #GejayanMemanggilLagi, Kali Ini Tolak Omnibus Law
Tirano meringkas menjadi 6 poin implikasi negatif RUU Cipta Kerja.
Merugikan pekerja
Omnibus Law/RUU Cipta Kerja dinilai merugikan pekerja karena:
- Memperpanjang jam kerja dan lembur
- Penetapan upah minimum yang rendah
- Potensialnya terjadi pelanggaran hak berserikat pekerja
- Pemangkasan kewenangan serikat pekerja
- Hilangnya hak-hak pekerja perempuan untuk cuti haid, hamil dan keguguran
Merugikan bidang pertanian
Omnibus Law/RUU Cipta Kerja dinilai bisa merugikan stakeholder bidang pertanian karena:
- Hilangnya pembatasan impor pangan
- Monopoli oleh unit usaha terkait ekspor bibit unggul tanaman
Baca juga: Soal Omnibus Law, Rizal Ramli: Perekonomian Indonesia Mandek di 4 Persen
Monopoli tanah
RUU ini juga dinilai akan menghadirkan situasi monopoli tanah oleh Bank Tanah untuk kepentingan investasi.
Memangkas dan mengubah konsep administrasi
Omnibus Law akan memangkas dan mengubah konsep syarat-syarat administrasi seperti atas praktek usaha yang merusak/mengubah fungsi ruang atau lingkungan:
- Sentralisasi kebijakan
- Menghilangkan pelibatan masyarakat
- Flexibilitas dan penyesuaian tata ruang
- Penghilangan izin mendirikan bangunan
- Reduksi atas subtansi AMDAL
- Penghapusan sanksi pidana lingkungan
Baca juga: Tolak Omnibus Law, Buruh Perempuan Gelar Aksi Demo
Pendidikan yang berorientasi pasar
Dengan RUU ini juga mempunyai implikasi langgengnya praktik pendidikan yang berorientasi pada pasar seperti:
- Komersialisasi
- Link and match dengan industri
- Pembentukan kurikulum pendidikan yang fokus ke dalam orientasi kerja
Tidak transparan
Omnibus Law pada prosesnya secara keseluruhan dinilai sangat tidak transparan, karena minimnya partisipasi masyarakat dan keterbukaan informasi draft Omnibus Law.
Sehingga Tirano menjelaskan timbul dugaan kuat akan kepentingan.
Baca juga: Mahfud Sebut Urusan Administratif Omnibus Law Keamanan Laut Selesai dalam Tiga Minggu
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.