Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini dalam Sejarah: Pangeran Mangkubumi Memproklamasikan Berdirinya Kasultanan Yogyakarta

Baca di App
Lihat Foto
Kompas.com/Nicholas Ryan
Lambang Kraton Yogyakarta
|
Editor: Rizal Setyo Nugroho

KOMPAS - Tanggal 13 Maret pada 265 tahun yang lalu, Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat diproklamasikan tepatnya pada 13 Maret 1755 oleh Pangeran Mangkubumi. 

Peristiwa ini dikenal juga dengan Hadeging Nagari Dalem Kasultanan Mataram Ngayogyakarta Hadingrat atau berdirinya Negara Ngayogyakarta Hadiningrat. Karena peristiwa ini, tanggal 13 Maret pernah diusulkan menjadi hari jadi Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Sementara untuk penanggalan Jawa, Hadeging Nagari waktu itu bertepatan dengan 29 Jumadil Awal be 1680 tahun Jawa. Sehingga setiap tanggal 29 Jumadil Awal tahun Jawa, Keraton Yogyakarta menggelar peringatan Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat. 

Peringatan ke-273 Hadeging Nagari menurut penanggalan Jawa tahun ini jatuh pada 25 Januari 2020 lalu. 

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Asal-Usul Nama Malioboro, Benarkah dari Marlborough atau Malyabhara?

Perjanjian Giyanti

Kerajaan Ngayogyakarta berdiri setelah terjadi peristiwa Perjanjian Giyanti sebulan sebelumnya, yaitu 13 Februari 1755, di Giyanti atau yang sekarang berada Dukuh Kerten, Desa Jantiharjo sebelah tenggara Karanganyar, Jawa Tengah.

Dalam Perjanjian Giyanti antara Paku Buwono III, Pangeran Mangkubumi dan VOC disepakati bahwa Kerajaan Mataram akan terbagi menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadingrat.

Sebagai penguasa Yogyakarta, Pangeran Mangkubumi selanjutnya bergelar Sultan Hamengku Buwono I Senapati Ing Ngalogo Ngabdurrachman Sayidin Panatagama Kalifatulah I ing Ngayogyakarta.

Meskipun telah diproklamasikan, namun Kerajaan Ngayogyakarta belum langsung memiliki keraton. Sebelum mendirikan bangunan keraton, Mangkubumi atau Sultan HB I mula-mula bertempat tinggal di Ambarketawang.

Ambarketawang letaknya di Desa Gamping sekitar empat kilometer barat Kota Yogyakarta, sebelah barat Kali Bedog. HB I masuk ke Ambarketawang 9 Oktober 1755 atau 3 Sura Wawu 1681.

Dari Ambarketawang, Sultan HB I mencari tanah yang cocok untuk menjadi ibu kota Ngayogyakarta. Pada akhirnya ditemukan Hutan Beringan di antara Kali Winongo dan Kali Code.

Baca juga: Menikmati Suasana Korea di Yogyakarta? Anda Bisa Kunjungi Tempat Ini

Ibu kota kerajaan

Mengutip tulisan Julius Pour di Harian Kompas (7/10/1976), Hutan Beringan merupakan bekas tempat peristirahatan Sunan Paku Buwono II dengan nama pesanggrahan Garjitowati.

Sebagai seorang arsitek yang juga ikut membangun Keraton Surakarta, Mangkubumi cepat dalam membangun ibu kota kerajaanya. Disebutkan, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan keraton tidak lebih dari satu tahun.

Sultan pun pindah, menempati keraton barunya pada Kamis Pahing 13 Sura Jimakir 1682 atau 7 Oktober 1756. Peristiwa masuknya keluarga Sultan HB I ke ibu kota Yogyakarta itu kemudian dijadikan landasan sebagai Hari Ulang Tahun Kota Yogyakarta.

Peresmian pemakaian kota baru berdasarkan perhitungan tahun Jawa, dilambangkan dengan lukisan dua ekor naga yang saling melilitkan ekor.

Gambar itu apabila diterjemahkan berbunyi: “Dwi-naga rasa tunggal”, serta memiliki nilai angka tahun 1682. Sampai saat ini, gambar kedua naga itu masih terpancang pada tembok gapura Keraton Yogya.

Asal usul Yogyakarta

Kata Yogyakarta menurut Pour, merupakan perpaduan tiga suku kata yakni Hayu (indah), Bagya (bahagia) dan Karta (makmur). Dengan pemilihan nama itu, para pendiri menginginkan sebuah kota yang mampu memberikan keindahan, kebahagiaan dan kemakmuran.

Tambahan istilah “Hadiningrat” lazim digunakan menandai sebuah ibu kota kerajaan, yang memiliki arti terelok di tas bumi.

Sementara Peter Carey, Dosen Emeritus di Trinity College, Oxford, dan Profesor Luar Biasa (tamu) di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia menyebut bahwa Ngayogyakarta diturunkan dari bahasa Sankerta ‘Ayodhya’ atau setelah diserap dalam bahasa Jawa menjadi Ngayodya.

Ayodhya adalah ibu kota pahlawan India Rama dalam epos Ramayana.

Carey berpendapat demikian setelah membaca dari beberapa buku Raffles (1817:1, 10: 411), hal yang sama kemudian diulangi oleh Wilhem von Humboldt (1836-1839:1, 5).

Baca juga: Menyelisik Awal Mula Munculnya Klitih di Yogyakarta...

Sementara cendekiawan bahasa Jawa Kuno, J.L.A. Brandes dari artikel (Brandes 1894:438–48) menuliskan seperti ini dalam bahasa Indonesia:

“Bahwa telah ada sebuah tempat bernama Yogya atau Ayogya di distrik Mataram di atau dekat lokasi tempat Yogyak?rta [Yogyakarta] berada beberapa waktu sebelum pembagian kerajaan Jawa pada 1755 dibuktikan oleh berbagai cuplikan dalam dokumen-dokumen awal Belanda…”

Bagi orang luar, penyebutan Yogya kadang sering membingungkan. Antara Jogja, Yogya, Jogjakarta atau Yogyakarta.

Agar kekacauan tidak menjadi berlarut-larut, Pemda Kotapraja dalam surat penetapan nomor 10 tahun 1956 yang mulai berlaku sejak Agustus 1956 menentukan bahwa kota tersebut secara resmi harus dituliskan “Jogjakarta”.

Tentu saja setelah adanya penyesuaian ejaan yang disempurnakan, kini ditulis sebagai Yogyakarta.

Berikut Raja-raja Ngayogyakarta Hadiningrat dan tahun berkuasa:

1. Sultan Hamengku Buwono I Ambar Ketawang/Yogyakarta 1755-1792
2. Sultan Hamengku Buwono II Yogyakarta 1792-1812
3. Sultan Hamengku Buwono III Yogyakarta 1812-1814
4. Sultan Hemengku Buwono IV Yogyakarta 1814-1823
5. Sultan Hamengku Buwono V Yogyakarta 1823-1855
6. Sultan Hamengku Buwono VI Yogyakarta 1855-1877
7. Sultan Hamengku Buwono VII Yogyakarta 1877-1921
8. Sultan Hamengku Buwono VIII Yogyakarta 1921-1940
9. Sultan Hamengku Buwono IX Yogyakarta 1940-1988
10. Sultan Hamengku Buwono X Yogyakarta 1988- sekarang

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi