Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asal-usul Istana Bogor, dari Buitenzorg hingga Jadi Tempat Kediaman Presiden

Baca di App
Lihat Foto
ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A
Sejumlah anggota paskibraka duduk di taman saat peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-89 di Halaman Istana Bogor, Jawa Barat, Sabtu (28/10). Peringatan dengan konsep bernuansa anak muda yang diikuti sekitar 1.000 pemuda berprestasi dari berbagai daerah di Indonesia tersebut mengangkat tema Kita Tidak Sama, Kita Kerja Sama.
|
Editor: Sari Hardiyanto

 

KOMPAS.com - Istana Kepresidenan Bogor terletak di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat menyimpan banyak sejarah di awal pendiriannya.

Istana Kepresidenan Bogor bermula dari pencarian orang-orang Belanda yang bekerja di Batavia (kini Jakarta) terhadap tempat yang ingin mereka huni sebagai tempat peristirahatan.

Mereka beranggapan bahwa kota Batavia terlalu panas dan terlalu ramai sehingga mereka perlu mencari tempat-tempat yang berhawa sejuk di luar kota Batavia.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: YouTube Diluncurkan, Bagaimana Awal Mulanya?

Dikutip pemberitaan Harian Kompas, 28 Agustus 1975, Gubernur Jenderal Belanda, G.W. Baron van Imhoff, juga melakukan pencarian seperti itu dan berhasil menemukan sebuah tempat yang baik dan strategis di sebuah kampung.

Adapun kampung tersebut bernama Kampong Baroe, pada 10 Agustus 1744.

Buitenzorg

Seiring berjalannya waktu, tepatnya pada 1745, Gubernur Jenderal van Imhoff memerintahkan pembangunan atas tempat pilihannya itu sebagai sebuah pesanggrahan yang diberi nama Buitenzorg (artinya bebas masalah/kesulitan).

Selain itu, ia sendiri yang membuat sketsa bangunannya dengan mencontoh arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke of Malborough, dekat kota Oxford di Inggris.

Dilansir laman resmi Sekretariat Negara, penamaan Buitenzorg itu termasuk wilayah perkampungan di sekitarnya, yang kini dikenal sebagai kota Bogor.

Gubernur Jenderal Belanda yang satu ini tercatat sebagai orang yang amat rajin membangun gedung tersebut walaupun hingga masa dinasnya berakhir, bangunannya masih jauh dari selesai.

Akhirnya, ia diganti oleh Gubernur Jenderal Jacob Mossel (1750-1761).

Baca juga: Menyelisik Awal Mula Munculnya Klitih di Yogyakarta...

Rusak berat

Istana Kepresidenan Bogor mengalami rusak berat pada masa pemberontakan perang Banten di bawah pimpinan Kiai Tapa dan Ratu Bagus Buang yang terjadi pada 1750-1754.

Pasukan-pasukan Banten dengan gagah berani menyerang Kampong Baroe dan membakarnya. Namun, pemberontakan itu berakhir dan mereka terpaksa harus tersingkir.

Bahkan perang tersebut mengakibatkan Kesultanan Banten menjadi rampasan Kompeni. Bangunan van Imhoff yang sudah rusak berat itu diperbaiki kembali oleh penggantinya dengan tetap mempertahankan arsitekturnya.

Masih pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, pergantian para gubernur jenderal Belanda itu mengakibatkan berbagai perombakan menimpa pesanggrahan impian.

Salah satunya terjadi pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Willem Daendels (1808-1811).

Gedung atau pesanggrahan itu diperluas, dengan memberikan penambahan lebar baik ke sebelah kiri maupun ke sebelah kanan gedung. Selain itu, gedung induk dijadikan dua tingkat.

Perhatian terhadap perluasan bangunan itu pun terus berlanjut. Perubahan besar terjadi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Baron van der Capellen (1817-1826).

Di tengah-tengah gedung induk didirikan menara dan lahan di sekeliling istana dijadikan Kebun Raya yang peresmiannya dilakukan pada 18 Mei 1817.

Kebun Raya didirikan oleh seorang guru besar bernama C.G.C. Reinwardt, yang pada saat itu menjabat Direktur Urusan Pertanian, Kerajinan dan Ilmu-Ilmu di Hindia Belanda.

Namun, musibah datang kembali pada tanggal 10 Oktober 1834 gempa bumi mengguncang Istana tersebut sehingga rusak berat.

Baca juga: Mengenal Maria Ulfah Soebadio, Menteri Perempuan Pertama Indonesia

Penyempurnaan

Berbagai upaya penyelesaian dan penyempurnaan atas Istana terus dilakukan.

Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Yacob Duijmayer van Twist (1851-1856), bangunan lama yang terkena gempa, dirubuhkan dan dibangun kembali menjadi bangunan baru satu tingkat dengan mengambil arsitektur Eropa Abad IX.

Selain itu, dibangun pula dua buah jembatan penghubung Gedung Induk dan Gedung Sayap Kanan serta Sayap Kiri yang dibuat dari kayu berbentuk lengkung.

Penyelesaian bangunan Istana Bogor selesai pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager (1856-1861).

Sembilan tahun kemudian, pada 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para Gubernur Jenderal Belanda.

Penghuni terakhir Istana Buitenzorg itu adalah Gubernur Jenderal Tjarda van Starckenborg Stachouwer, yang secara terpaksa harus menyerahkan istana ini kepada Jenderal Imamura, pemerintah pendudukan Jepang.

Baca juga: Mengenal Pratiwi Sudarmono, Astronot Perempuan Pertama Indonesia

Sebanyak 44 gubernur Jenderal Belanda pernah menjadi penghuni Istana Kepresidenan Bogor ini.

Pada akhir Perang Dunia II, Indonesia menyatakan kemerdekaannya dan Jepang bertekuk lutut kepada tentara Sekutu.

Sekitar 200 pemuda Indonesia yang tergabung dalam Barisan Keamanan Rakyat (BKR) menduduki Istana Buitenzorg seraya mengibarkan Sang Saka Merah Putih.

Sayangnya, tentara Ghurka datang menyerbu. Para pemuda dipaksa keluar dari istana.

Buitenzorg yang namanya kini menjadi Istana Kepresidenan Bogor diserahkan kembali kepada pemerintah Republik Indonesia pada akhir 1949.

Setelah masa kemerdekaan, Istana Kepresidenan Bogor mulai dipakai oleh pemerintah Indonesia pada Januari 1950.

Sedikit demi sedikit istana ini mengalami perubahan.

Pada 1952 bagian depan Gedung Induk hanya mendapat tambahan bangunan berupa sepuluh pilar penopang bergaya Ionia yang menyatu dengan serambi muka yang bertopang enam pilar dengan gaya arsitektur yang sama.

Selain itu, anak tangga yang semula berbentuk setengah lingkaran diubah bentuknya menjadi lurus.

Kemudian, setiap jembatan kayu lengkung yang menghubungkan Gedung Utama dan Gedung Sayap Kiri dan Sayap Kanan diubah menjadi koridor.

Baca juga: Usai Demo di Istana, Akankah Tarif Ojek Online Naik?

Fungsi Istana

Pada masa penjajahan Belanda, Istana Kepresidenan Bogor memiliki fungsi utama sebagai tempat peristirahatan.

Namun, setelah masa kemerdekaan, seperti fungsi istana-istana kepresidenan lainnya, fungsi istana berubah menjadi kantor urusan kepresidenan serta menjadi kediaman resmi Presiden Republik Indonesia.

Sejalan dengan fungsi tersebut, peristiwa penting yang pernah terjadi di antaranya adalah Konferensi Lima Negara, yang diselenggarakan pada 28-29 Desember 1954.

Peristiwa yang lain adalah pembahasan masalah konflik Kamboja pada forum JIM (Jakarta Informal Meeting), yang dilaksanakan di istana ini pada 25-30 Juli 1988.

Peristiwa penting lainnya adalah kegiatan Pertemuan Para Pemimpin APEC, yang diselenggarakan pada 15 November 1994.

Bagi bangsa Indonesia, khususnya, peristiwa bersejarah yang sangat berpengaruh pada kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia adalah penandatanganan Surat Perintah 11 Maret 1966 yang amat terkenal dengan sebutan Supersemar.

Baca juga: Susunan Kabinet Indonesia Maju 2019-2024

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman
Tag

Artikel Terkait

Artikel berhasil disimpan
Lihat
Artikel berhasil dihapus dari list yang disimpan
Oke
Artikel tersimpan di list yang disukai
Lihat
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Artikel dihapus dari list yang disukai
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kompas.com Play

Lihat Semua

Terpopuler
Komentar
Tulis komentar Anda...
Terkini
Lihat Semua
Jelajahi